TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

60 Anak Cuci Darah Di RSCM

Laporan: AY
Sabtu, 27 Juli 2024 | 09:32 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Banyaknya anak yang menjadi pasien cuci darah atau dialisis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) viral di media sosial.

Dokter Spesialis Anak RSCM Eka Laksmi Hidayati menyatakan, jumlah anak yang saat ini menjalani dialisis se­cara rutin di RSCM sebanyak 60 anak.

Menurut dia, banyaknya jum­lah pasien anak yang menjalani dialisis, karena RSCM menjadi rumah sakit rujukan, bahkan dari luar Jawa.

“Itu yang menyebabkan pasien berkumpul jadi banyak. Itu juga membuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merasa hal ini harus disebarkan agar pelayanan ginjal untuk anak bisa berjalan optimal,” kata Eka dalam keterangan persnya, Kamis (25/7/2024).

Secara umum, sambung dia, kasus penyakit ginjal pada anak tidak terlalu banyak ditemukan. Karenanya, dokter nefrologi anak juga tidak banyak.

“Di tingkat provinsi, ada lay­anan dialisis untuk dewasa tapi tidak bagi anak-anak,” imbuh Eka.

Namun begitu, pihaknya men­dukung adanya sentralisasi di RS-RS rujukan, seperti RSCM di seluruh provinsi.

“Kami juga tidak ingin hanya di RSCM. Di banyak provinsi sudah bisa. Nah, sekarang ka­mi sedang meluaskan lagi ke provinsi-provinsi yang dokter ginjal anaknya belum ada,” harapnya.

Menurut Eka, gangguan ginjal pada anak-anak berbeda dari gangguan ginjal pada dewasa. Menurut dia, kasus gangguan ginjal yang sering ditemukan pa­da anak adalah kelainan bawaan.

Kelainan bawaan bisa berupa bentuknya. Ketika lahir memang bentuk ginjalnya atau fungsinya tidak normal. Biasanya sindrom nefrotik tidak menyebabkan penu­runan fungsi ginjal. Namun bila terjadi sejak dalam kandungan, umumnya menjadi gagal ginjal.

Sementara, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menegaskan, pihaknya tidak mendapat laporan soal peningka­tan kasus gagal ginjal pada anak.

“Secara nasional tidak dil­aporkan lonjakan kasus gagal ginjal yang signifikan,” ujarnya.

Menurut dia, penyebab anak menjalani cuci darah, antara lain karena kelainan bawaan kongeni­tal. Selain itu, anak dengan lupus juga bisa mempengaruhi ginjal yang berujung pada cuci darah.

“Gaya hidup tidak sehat juga bisa berujung pada cuci darah, terutama pada anak dengan obe­sitas. Anak-anak yang obesitas mengalami low grade inflam­mation atau inflamasi derajat rendah yang berlangsung secara kronik. Ini bisa merusak ginjal dan lama-kelamaan bisa menye­babkan ginjal rusak yang perlu cuci darah,” paparnya.

Sebelumnya, Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir membenarkan banyak pasien anak yang menjalani cuci darah di RSCM. Menurutnya, kondisi itu dipicu kekurangan layanan kesehatan di daerah, karena hanya terdapat 14 rumah sakit yang melayani poli ginjal anak.

RSCM ini kan pusat rujukan nasional. Di Jakarta saja bisa dihitung jari tempat cuci darah pada anak. Jadi, nggak semua RS bisa melayani,” katanya.

Kondisi tersebut, lanjutnya, diperburuk dengan jumlah dokter nefrologi anak yang masih minim. Sejauh ini, hanya 32 dokter ginjal anak yang tersebar di beberapa kota besar di Indonesia.

Sementara, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mendorong pengawasan ketat terhadap makanan yang beredar di masyarakat, terutama untuk produk-produk yang gemar dikonsumsi oleh anak-anak. Pasalnya, banyak anak yang mengkonsumsi makanan den­gan kandungan gula, garam dan lemak berlebih, yang menjadi salah satu penyebab gangguan ginjal pada anak.

“Saya kira kemasan makanan sekarang jadi barang mewah, menjadi industri viral dengan kemasan-kemasan yang luar biasa menarik untuk anak. Kami mendorong sosialisasi tentang gejala gangguan ginjal pada anak dan cara untuk mence­gahnya,” tegasnya.

Di media sosial X, netizen ramai membahas banyak anak yang ha­rus menjalani cuci darah. Akun @Vmbelink menilai, banyaknya kasus penyakit berat pada anak lantaran orang tua salah kaprah soal tanda-tanda anak yang sehat.

“Biasanya, orang tua bangga dengan anaknya yang gemuk, ternyata belum tentu sehat. Selain kelainan bawaan, gaya hidup tidak sehat juga dapat menyebabkan anak perlu men­jalani cuci darah, terutama anak dengan obesitas,” ujarnya.

Akun @5krich menyatakan, banyaknya pasien cuci darah di RSCM, baik pasien dewasa maupun anak-anak, bukan per­soalan baru.

“Itu bukan lonjakan kasus. Biasanya, yang baru ke RSCM bakal kaget, padahal itu biasa aja. Di sana banyak anak kecil cuci darah. Apalagi kalau lihat pasien yang rawat inap, kita bakalan bersyukur masih diberi nikmat sehat,” ungkapnya.

Akun @just_non menambah­kan, di rumah sakit lain, pasien anak yang menjalani cuci darah sudah jadi pemandangan biasa.

“Di RS Fatmawati, banyak anak umur belasan tahun sudah cuci darah. Dokter bilang penye­bab utamanya, konsumsi minu­man manis kemasan dan kurang minum air putih,” ungkapnya.

Sementara itu, akun @rizq­iedvi mengusulkan minuman berpemanis buatan dikenai cukai yang tinggi. Sebab, telah terbukti menimbulkan banyak penyakit atau gangguan kesehatan.

“Usul, minuman berpemanis sebaiknya dikenakan cukai 50 persen. Jadi, harganya mahal dan tidak terjangkau oleh anak-anak. Apalagi dalam situasi minim ak­ses kesehatan untuk melakukan cuci darah,” pintanya.

Akun @oregi10 menyatakan, anak-anak yang sudah sering mengkonsumsi makanan dan minuman dengan kadar gula tinggi berpotensi mengalami gangguan ginjal.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo