TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

197.540 Anak Terlibat Judol, Transaksi Tembus Hingga Rp 293.4 M

Oleh: Farhan
Senin, 26 Agustus 2024 | 11:06 WIB
Ilustrasi. Foto : Ist
Ilustrasi. Foto : Ist

JAKARTA - Jumlah anak terlibat judi online (judol) bikin kita mengelus dada. Sepanjang 2024 tercatat sebanyak 197.540 anak terlibat judol dengan nilai transaksi tembus Rp 293,4 miliar.

Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), anak yang terlibat judol mayoritas berusia 17-19 tahun (191.380 anak), kemudian anak berusia 11-16 tahun (4.514 anak) dan anak di bawah 11 tahun (1.160 anak). Kondisi ini menjadi perhatian serius Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta.

Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta Mochamad Miftahulloh Tamary menegaskan, pihaknya akan terus berupaya untuk mencegah anak terpapar judol. Salah satunya dengan menyelenggarakan kegiatan sosialisasi bahaya judol dengan tema, “Cegah Kekerasan Online dan Judi Online Melalui Peningkatan Kecerdasan Literasi Digital dan Penanganan Adiksi Game Online Pada Anak”, di Kantor Dinas PPAPP DKI Jakarta di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).

Acara ini dihadiri Pengurus PKK, Dasawisma dan para anak muda yang menjadi agen perubahan seperti Duta Pemuda dan Olahraga (Duta Pora), Abang None, Duta Genre, Prabu Jakarta dan Forum Anak Jakarta.

Miftah, sapaan Mochamad Miftahulloh Tamary mengatakan, di satu sisi, perkembangan teknologi digital membawa banyak manfaat. Namun di sisi lain, menimbulkan tantangan baru, terutama dalam hal perlindungan anak-anak.

Menurut Miftah, banyak anak terpapar berbagai hal di dunia online. Seperti kekerasan online, game online dan judol.

“Perbedaan antara game online dan judi online sangat tipis. Karena itu, orangtua dan pengasuh harus benar-benar memperhatikan apa yang diakses oleh anak-anak,” kata Miftah.

Dia menilai, isu maraknya anak-anak dan remaja terpapar judol sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, peran orangtua dan guru sebagai garda terdepan dalam membimbing anak-anak menjadi sangat krusial.

Miftah bilang, kegiatan sosialisasi ini digelar bertujuan untuk melibatkan generasi muda dalam upaya pencegahan kekerasan dan judol yang semakin marak di kalangan anak-anak.

“Dengan kehadiran mereka, program-program Pemerintah dapat disebarluaskan melalui media sosial dan jaringan pertemanan mereka,” harapnya.

Diungkap Miftah, Pemprov DKI Jakarta telah berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan akan menerbitkan Instruksi Gubernur (Ingub) terkait penanganan judol. Sinergi antara seluruh stakeholder dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, diharapkan dapat menyelesaikan masalah ini, terutama yang melibatkan anak-anak.

Selain itu, Dinas PPAPP juga menggandeng Dinas Pendidikan DKI untuk mensosialisasikan bahaya judol di sekolah-sekolah.

Selain itu, pihaknya juga bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mendapatkan data konkret yang dapat digunakan dalam penanganan kasus judol secara komprehensif dan tepat sasaran.

Judol di Indonesia saat ini sudah masuk kategori darurat dan memerlukan penanganan serius. Selain meningkatkan angka kriminalitas, dampak judol merusak ekonomi keluarga dan mengganggu keharmonisan sosial.

Judol Berbungkus Game

Sekretaris Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Achmad Yani mengaku khawatir dengan maraknya judol. Apalagi kini aplikasi judol mirip dengan game online. “Perjudian digamifikasi era digital ini,” kata Yani dalam keterangannya.

Karena itu, lanjut dia, banyak pemain judol dari kalangan pelajar. Padahal, kalangan pelajar seharusnya sibuk belajar dan memperdalam pengetahuan. Ironisnya, malah terjebak pada permainan judi.

Maraknya judi online ini, sambung politisi PKS itu, berdampak pada meningkatnya tindak kriminalitas seperti kasus pencurian, perampokan dan penjualan narkoba. Hal ini terjadi diduga karena pemain judol ingin mendapatkan uang cepat dengan cara instan.

“Judi online juga bisa menurunkan produktivitas kerja. Karena konsentrasi pemain terpecah akibat kecanduan main judi,” tandasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo