Politik Jungkir Balik, Pilkada Lebih Ribet dari Pilpres
JAKARTA - Meski skalanya lokal, peta politik Pilkada ternyata lebih ribet dibanding Pilpres. Sehari jelang pendaftaran calon, politik jungkir balik. Koalisi acak-acakan. Lawan jadi kawan, kawan jadi lawan. Semoga saja Pilkada serentak yang akan digelar November ini, berjalan sukses dan damai.
Pertarungan politik di Pilkada 2024 awalnya terlihat sederhana. Banyak yang memprediksi, koalisi di Pilkada 2024 merupakan lanjutan dari Pilpres 2024. Dengan ada tiga kekuatan utama yaitu Koalisi Indonesia Maju (Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat), Koalisi Perubahan (NasDem, PKB, dan PKS), dan PDIP.
Sebulan menjelang pendaftaran calon kepada daerah, peta politik mulai berubah. Satu per satu partai Koalisi Perubahan bergabung ke KIM menjadi KIM Plus. Pada titik ini, poros kekuatan tinggal dua, yaitu KIM Plus dan PDIP. Namun, kekuatan KIM Plus dan PDIP sangat jomplang. KIM Plus banyak memborong parpol di daerah, sehingga membuka kemungkinan di beberapa daerah hanya diisi calon tunggal.
Namun, peta politik berubah lagi. Hal ini ditandai dengan munculnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/2024 yang menurunkan ambang batas untuk mengusung calon kepada daerah dari 20 persen kursi di DPRD menjadi 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen, bahkan 6,5 persen, tergantung jumlah pemilih di daerah tersebut.
DPR, yang dikuasai KIM Plus, sempat mencoba menganulir Putusan MK tersebut dengan merevisi UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada. Namun, langkah tersebut gagal karena gelombang protes yang sangat besar. Putusan MK itu pun berlaku di Pilkada 2024.
Alhasil, PDIP, yang awalnya terkurung dan kesulitan mengusung calon, bisa leluasa mengajukan calon sendiri. Benteng pun langsung sat set mengumumkan jagoan-jagoannya di Pilkada.
Penentuan calon ini juga memunculkan banyak drama. Contohnya di Banten, PDIP mengusung Airin Rachmi Diany, yang merupakan kader Golkar. Airin pun bersedia diusung Banteng karena tak dicalonkan Golkar. Sementara Golkar sendiri memilih mendukung jagoan Andra Soni-Dimyati yang diusung KIM Plus.
Di Jakarta, dramanya lebih seru dan bikin penasaran. Anies Baswedan, yang di Pilkada DKI Jakarta 2017 merupakan musuh PDIP, belakangan justru akrab. Dua pihak bahkan saling memuji. Anies, yang kehilangan kendaraan akibat parpol Koalisi Perubahan berbelok ke KIM, berharap bisa didukung PDIP. Di awal-awal, PDIP memberikan sinyal dukungan. Bahkan kemudian muncul wacana Anies akan dipasangkan dengan Rano Karno di Pilkada Jakarta.
Senin pagi (26/8/2024), Anies pun bersiap ke Kantor PDIP untuk menerima SK dukungan. Persiapan Anies sangat all out. Dia sudah memakai kemeja kain tenun merah, warnanya PDIP. Dia juga sudah meminta restu dari ibunya. Namun ternyata, SK dari PDIP belum muncul. Malah kemudian muncul isu, PDIP akan mengusung Pramono Anung-Rano Karno.
Di internal KIM Plus juga terjadi dinamika. Dengan Putusan MK tadi, KIM membebaskan anggotanya yang ingin mengajukan calon sendiri. Di Jawa Barat, PKS dan NasDem langsung mengambil kesempatan ini. Dua partai ini akan mengusung Ahmad Syaikhu dan Ilham Habibie. Mereka keluar dari KIM, yang mengusung Dedi Mulyadi.
Sekjen Gerindra Ahmad Muzani memastikan, KIM tak menghalangi anggota koalisi untuk mengajukan calon sendiri. "Kami tidak akan menghalangi partai-partai dalam KIM memperjuangkan aspirasi konstituen mereka. Setiap partai memiliki basis massa berbeda. Kami menghormati perbedaan itu,” kata Muzani.
Wakil Ketua MPR ini memastikan, Gerindra selaku inisiator KIM tidak akan membelenggu hak-hak politik partai lain.
Diakui Muzani, Putusan MK 60/2024 telah mengubah aturan main Pilkada. Putusan itu memberikan landasan hukum bagi partai politik atau gabungan partai mengusung calon kepala daerah secara independen. Kata dia, Gerindra menyambut gembira putusan tersebut karena akan memperkuat demokrasi.
"Ini wadah bagi setiap partai menunjukkan komitmen mereka kepada rakyat,” ungkapnya.
Namun, Muzani menekankan, di beberapa daerah, partai-partai anggota KIM masih bisa menemukan kesepahaman dan bersatu dalam mengusung calon yang sama. Salah satunya di Jakarta. "Jika ada peluang menyamakan pandangan, tentu kami akan berusaha melakukannya, demi kepentingan rakyat,” sebutnya.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengungkapkan peta Pilkada 2024 memang menjadi lebih rumit. Sebab, tiap parpol menghadapi tantangan besar. Ada 500 daerah yang melaksanakan Pilkada. Pasti parpol menghadapi kerumitan dalam menentukan kandidat yang akan diusung.
Menurut Ujang, kompleksitas ini semakin diperburuk oleh fenomena partai-partai cenderung mendorong kandidat yang bukan kader asli. "Yang bikin lebih rumit lagi, banyak parpol yang justru mendorong kandidat dari luar, bukan dari kader asli mereka sendiri,” ujar Ujang, saat dikontak, Senin malam (26/8/2024).
Ujang menambahkan, situasi ini terjadi di banyak daerah. Kader partai yang memiliki elektabilitas tinggi justru tidak dijagokan oleh partainya. Sebaliknya, partai malah mendukung kandidat lain yang kurang populer.
“Terjadi aksi saling comot, saling kanibalisme. Kader sendiri dibuang, tapi kemudian diambil parpol lain,” jelasnya.
Di tengah dinamika politik yang terus berubah menjelang pendaftaran Pilkada, Ujang mengakui bahwa situasi ini memang tidak bisa dihindari. “Dinamika yang rumit ini terus terjadi karena terkait dengan kepentingan parpol-parpol,” pungkasnya.
TangselCity | 17 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 20 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 9 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu