TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Tantangan Global Umat Masa Depan (14)

Mencegah Lahirnya Multi Radikalisme

Oleh: Prof DR KH Nasaruddin Umar
Minggu, 12 Juni 2022 | 10:25 WIB
Prof DR KH Nasaruddin Umar
Prof DR KH Nasaruddin Umar

JAKARTA - Satu bentuk radikalisme saja sudah merepotkan kita semua. Apalagi dengan lahirnya multi radikalisme di masyarakat.

Di masyarakat, ada fenomena yang perlu dicermati secara serius, yaitu kecenderungan akan lahirnya multi radikalisme, berupa radikalisme berbasis agama, pasar bebas, dan politik.

Radikalisme berbasis agama ditandai dengan menguat­nya ideologi aliran keagamaan, seperti maraknya aksi-aksi gerakan-gerakan yang mengarah kepada pergantian ideologi bangsa dengan memunculkan konsep-konsep ideologi lain.

Seperti baru-baru ini, sekelompok masyarakat yang didomi­nasi anak-anak muda berpawai dengan membawa bendera Khilafah Islamiyah.

Beberapa waktu lalu juga telah marak simbol-simbol kh­ilafah di kalangan mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi.

Radikalisme berbasis agama rawan ditumpangi oleh kelompok-kelompok radikal lain, karena emosi radikalisme yang paling dahsyat ialah radikalisme berbasis agama karena.

Sementara radikalisme pasar bebas sebetulnya tidak kalah bahayanya untuk masa depan bangsa.

Radikalisme berbasis agama sepertinya lebih dahsyat karena korbannya langsung terlihat berdarah dan mematikan, namun radikalisme pasar bebas tidak kalah bahayanya, karena korbannya bisa lebih banyak dari pada radikalisme agama.

Tak terhitung jumlah korban meninggal karena faktor kemiskinan, yang antara lain disebabkan oleh sistem pasar bebas yang memberi peluang lebih besar kepada sekelompok masyarakat, untuk mengakses pangsa pasar dan menguasai sumber-seumber produksi; sementara kelompok masyarakat mayoritas hanya bisa berebutan di sektor informal yang semakin mengecil.

Akibatnya, mereka yang tidak memiliki kekuatan dan daya saing terlempar ke pinggiran menunggu saat-saat kehancurannya.

Jika Pemerintah tidak melakukan kepemi­hakan, maka pasca Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tentu akan lebih parah lagi.

Kemudian, radikalisme politik dengan berlindung di bawah panji-panji demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM), juga tidak kalah serunya. Dalam era reformasi dewasa ini, bukan rahasia lagi, atas nama demokrasi, keadaban publik disingkir­kan.

Atas nama HAM, keunikan nilai-nilai warisan lokal dan nilai-nilai universal keagamaan dipaksa menyesuaikan diri dengan nilai-nilai HAM tafsiran negara-negara adidaya.

Atas nama kebebasan beragama, sinkretisme dan khurafat dilegalkan. Atas nama keterbukaan, aib orang lain dibongkar seenaknya.

Atas nama otonomi daerah, para WNI pendatang dari daerah lain disingkirkan. Untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), lingkungan alam dieksploitasi melampaui ambang batasnya.

Pariwisata seksual dilegalkan. Untuk merebut kursi jabatan, maka uang, dukun, preman, dan berbagai konsesi dijalankan. Banyak lagi fenomena akibat radikalisme politik.

Tentu saja satu di antaranya ialah maraknya korupsi. Karena mereka harus membayar utang politik para penguasa, maka pundi-pundi dipasang di mana-mana.

Ketiga bentuk radikalisme di atas betul-betul mengganggu kehidupan dan ketenangan kita sebagai umat dan sebagai warga bangsa.

Untuk keluar dari ketiga bentuk radikalisme di atas, tidak ada cara lain, kecuali kita kembali memper­baharui komitmen kebangsaan kita, yakni memperkuat pilar-pilar kebangsaan kita, seperti Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Terhadap radikalisme berbasis agama, diharapkan para ulama dan tokoh-tokoh agama lebih proaktif lagi membina umat, agar tidak jatuh di bawah kelompok garis keras.

Untuk radikalisme pasar bebas, kita perlu menegaskan ideologi perekonomian bangsa, sebagaimana tercantum dalam batang tubuh UUD 1945.

Untuk radikalisme politik, diharapkan para elite politik men­junjung tinggi fair play dalam menjalankan peran politiknya.

Di atas segala-galanya, kita perlu terus menggalakkan rasa nasionalisme keindonesiaan yang mencintai negeri, berikut dengan seluruh komponen bangsa yang ada di dalamnya.

Setiap kali menjelang pemilu, suhu politik biasanya memanas. Apa saja bisa ditunggangi untuk menggolkan berbagai kepentingan subyektif.

Jika kita lengah, maka ke­tiga potensi radikalisme tersebut di atas bisa dimanfaatkan sedemikian rupa oleh kelompok-kelompok tertentu, untuk mewujudkan cita-cita tertentu dari kelompok itu, dengan memompakan semangat patriotik, yang sesungguhnya isinya tidak lain untuk mempromosikan sosok figur atau sebuah aliran ideologi tertentu, yang mungkin tidak sejalan dengan perinsip-perinsip ideologi bangsa yang diakumulasikan dalam sebuah istilah NKRI. (rm.id)

Komentar:
Berita Lainnya
Dahlan Iskan
Halaman Belakang
Jumat, 15 November 2024
Dahlan Iskan
Doktor Irwan
Kamis, 14 November 2024
Dahlan Iskan
Kawin Thinking
Rabu, 13 November 2024
Prof. Dr. Muhadam Labolo
Menguji Kecerdasan Paslon Kepala Daerah
Selasa, 12 November 2024
Dahlan Iskan
Dangkal Dalam
Selasa, 12 November 2024
Dahlan Iskan
Titik Pulang
Senin, 11 November 2024
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo