TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Awas, Suhu Panas Bikin Sakit & Rawan Kebakaran

Oleh: Farhan
Kamis, 29 Agustus 2024 | 09:34 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Suhu panas di Jakarta terasa melonjak. Padahal, suhu rata-rata pada siang hari hanya berkisar 28-36 derajat celsius. Fenomena ini terjadi sebagai dampak peralihan musim kemarau ke hujan

Kepastian itu disampaikan Badan Meteorologi, Klima­tologi, dan Geofisika (BMKG).

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, kondisi maritim di sekitar Indonesia dengan laut yang hangat dan topografi pegunungan men­gakibatkan naiknya gerakan udara. Sehingga dimungkink­an terjadinya penyanggaan atau buffer kenaikan temperatur secara ekstrem disertai hujan yang mendinginkan permukaan secara periodik.

Suhu panas di Jakarta, kata Dwikorita, akibat dari pemana­san permukaan sebagai dampak dari mulai berkurangnya pem­bentukan awan dan berkurang­nya curah hujan. Sama halnya dengan kondisi “gerah” yang dirasakan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini.

“Hal ini merupakan sesuatu yang umum terjadi pada peri­ode peralihan musim hujan ke musim kemarau,” ungkap Dwikorita.

Dengan suhu panas yang tinggi, masyarakat diimbau men­jaga kesehatan. Karena, suhu panas rawan sebabkan sakit.

Selain dapat mengganggu kesehatan, cuaca panas ber­potensi meningkatkan risiko ancaman bahaya kebakaran. Karena itu, Dinas Penanggu­langan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Ja­karta mengimbau masyarakat melakukan upaya pencegahan kebakaran.

Kepala Dinas Gulkarmat DKI Jakarta, Satriadi Gunawan men­gatakan, meskipun cuaca panas ini bukan berasal dari gelom­bang panas, masyarakat harus tetap waspada terhadap bahaya kebakaran.

Dijelaskan Satriadi, suhu yang tinggi dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat dalam meng­gunakan listrik yang berlebih saat terjadi cuaca panas.

“Peningkatan penggunaan lis­trik yang kurang bijaksana akan menyebabkan perangkat elek­tronik, kabel dan instalasi listrik menjadi lebih rentan terhadap gangguan atau korsleting,” kata Satriadi, Senin (26/8/2924).

Untuk itu, Dinas Gulkarmat DKI Jakarta meminta masyara­kat untuk selalu melakukan upaya pencegahan kebakaran antara lain dengan mematikan dan cabut kabel listrik di rumah jika tidak digunakan. Jangan meninggalkan peralatan listrik dalam kondisi menyala atau tetap tertancap pada saklar lis­trik, hindari penggunaan steker bertumpuk, gunakan peralatan listrik sesuai dengan standar yang berlaku, tidak membakar sampah dan membuang puntung rokok sembarangan dan tidak meninggalkan kompor yang masih menyala saat memasak dan meninggalkan rumah.

“Untuk layanan pemadaman kebakaran dan penyelamatan hubungi nomor telepon 112 (Ja­karta Siaga) atau pos pemadam terdekat dan tidak dipungut biaya apapun,” tandasnya.

Pada fenomena cuaca panas tahun lalu, Gulkarmat DKI Jakarta mencatat pada periode Agustus-September 2023, kasus kebakaran meningkat. Terjadi 556 kejadian kebakaran di wilayah DKI Jakarta.

Adapun rincian objek yang terbakar, yaitu bangunan pe­rumahan sebanyak 131 ke­jadian, sampah 118 kejadian, tumbuhan 88 kejadian, bangunan umum dan perdagangan 71 kejadian, instalasi luar gedung 69 kejadian, kendaraan 21 ke­jadian, lapak 9 kejadian, ban­gunan industri 5 kejadian, dan lainnya 39 kejadian.

Faktor dugaan penyebab ter­jadinya kebakaran pada musim kemarau ekstrem 2023 antara lain, karena listrik 225 kejadian, membakar sampah 143 kejadian, rokok 53 kejadian, gas 32 ke­jadian dan lainnya 100 kejadian.

Berdasarkan data tersebut, penggunaan listrik masih men­jadi faktor terbesar penyebab terjadinya kebakaran di Jakarta. Namun, faktor akibat memba­kar sampah dan rokok, trennya mengalami kenaikan. Pada bulan Agustus meningkat menjadi 64 kejadian dan meningkat lagi di September menjadi 79 kejadian.

Naiknya jumlah kasus ke­bakaran yang disebabkan oleh kegiatan membakar sampah ataupun puntung rokok karena banyak material kering yang mudah sekali terbakar.l

“Ketika sampah dibakar, ben­da-benda tersebut dapat dengan cepat menghasilkan api yang besar, ditambah dengan angin kencang,” jelas Satriadi.

Selain itu, musim kemarau berdampak pada kurangnya sumber air yang merupakan bahan utama dalam melakukan pemadaman kebakaran.

Karena itu, Gulkarmat DKI Jakarta mengimbau masyarakat untuk tidak membakar sampah saat cuaca panas ini. Gulkarmat DKI Jakarta telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Gulkar­mat di tingkat kelurahan untuk memaksimalkan pencegahan kebakaran.

“Satgas Gulkarmat dibentuk untuk membantu mencegah, menanggulangi kebakaran, dan penyelamatan di tingkat kelura­han,” ungkapnya.

Untuk meminimalisir dam­pak kebakaran, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo mendukung program Gerakan Masyarakat Pu­nya Alat Pemadam Api Ringan (Gempar).

Program kepemilikan APAR, lanjutnya, akan diterapkan ke­pada Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurut Rio, kepe­milikan APAR oleh ASN bisa menjadi pionir atau pelopor untuk warga sekitar agar sadar dan peduli terhadap pencegahan kebakaran.

“Satu keteladanan, simbolik oleh ASN yang diinstruksikan memiliki APAR. Kalau satu orang ASN paling tidak bisa merealisasikan tingkat keteladanan di wilayahnya,” ucap Rio.

Rio berharap, Dinas Gulkar­mat menggandeng Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain­nya untuk mensosialisasikan program Gempar, sehingga tidak memerlukan waktu lama agar seluruh rumah memiliki APAR.

“Kalau ASN, Kelembagaan Masyarakat, Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Fo­rum Komunikasi Kewaspadaan Dini (FKDM), Dasawisma, Lurah dan Camat ikut sosial­isasi, saya rasa 1 sampai 2 juta rumah di tahun ini bisa memiliki APAR,” tandasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo