TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Januari Hingga Agustus, Industri Tekstil Telah PHK 46 Ribu Pekerja

Oleh: Farhan
Sabtu, 07 September 2024 | 10:03 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pada sektor industri tekstil, kembali ramai dibicarakan.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melaporkan, karyawan yang terkena PHK mencapai lebih dari 46 ribu orang, sejak Januari hingga Agustus 2024. Paling banyak terjadi di Jawa Tengah (Jateng).

"Agustus kemarin, Jawa Tengah masuk nomor satu tertinggi PHK-nya. Diikuti Jakarta, lalu Banten," ucap Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/9/2024).

Indah merinci, total PHK di Indonesia mencapai 46.240 orang. Di Jawa Tengah, sambungnya, sektor yang terdampak secara dominan, yakni industri manufaktur padat karya.

"Untuk di Jawa Tengah, sektor yang tadi Bu Menteri (Menaker)bilang terdampak PHK, yakni manufaktur, tekstil, garmen dan alas kaki," ujar Indah.

Lebih lanjut, kata Indah, DKI Jakarta menjadi provinsi kedua terbanyak PHK setelah Jawa Tengah. Total angka PHK yang terjadi di Jakarta sebanyak 7.400 orang.

"Kalau di Jakarta kebanyakan jasa. Banyak juga restoran, kafe," ujar Indah.

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP Rahmad Handoyo menilai, ada beberapa faktor yang menyebabkan banyak industri tekstil gulung tikar. Salah satunya, adalah produk tekstil impor yang membanjiri pasar di Indonesia.

Sedangkan, Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Ananat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay menilai, pelaku atau pengusaha industri tekstil, harus mampu bersaing dengan produk asal luar negeri. Bahkan, dia menargetkan produk tekstilIndonesia yang bisa masuk ke luar negeri.

Untuk membahas topik ini lebih lanjut, berikut wawancara dengan Saleh Partaonan Daulay

kembali terjadi. Bagaimana pandangan Anda?

Saya merasa prihatin, dan kita perlu meningkatkan kewaspadaan mengenai hal ini. Sebab, kita masih membutuhkan lapangan pekerjaan yang lebih luas untuk masyarakat.

Kasus PHK di industri tekstil dalam negeri, kembali terjadi. Bagaimana pandangan Anda?

Saya merasa prihatin, dan kita perlu meningkatkan kewaspadaan mengenai hal ini. Sebab, kita masih membutuhkan lapangan pekerjaan yang lebih luas untuk masyarakat.

Kalau ada PHK seperti ini, akan ada tantangan tersendiri. Sebab, mereka yang di-PHK pasti membutuh­kan pekerjaan baru. Oleh karena itu, ini harus diwaspadai.

Banyak yang menilai, penyebab PHK di industri tekstil, karena ban­jir produk impor. Ada tanggapan?

Saya kira, persaingan industri tek­stil di Indonesia sekarang ini sangat ketat. Sebetulnya, persaingan itu bukan dari dalam negeri saja, tapi ada juga industri dari luar negeri atau impor. Memang berat sekali.

Kita tahu berapa banyak produk yang masuk ke Indonesia. Itu bisa kita temukan di pasar modern. Bahkan, sekarang ada di pasar tradisional. Ini tantangan bagi kita.

Bagaimana solusinya agar indus­tri dalam negeri tidak gulung tikar?

Kita memikirkan agar produk-produk dalam negeri menjadi lebih kompetitif dibandingkan produk yang masuk dari luar negeri. Sehingga, orang tidak lagi memilih barang dari luar negeri. Sebab, dengan kualitas yang sama atau bahkan lebih baik, sehingga masyarakat memilih produk dalam negeri.

Terobosan lain agar industri tekstil dalam negeri bisa bertahan, seperti apa?

Saya melihat, tekstil produk dalam negeri harus bisa dijual di luar negeri. Maka, barang-barang yang diproduk­si di Indonesia, tidak hanya dipakai di Indonesia. Tetapi, dipakai juga di negara lain.

Anda yakin itu bisa menekan angka PHK?

Kalau produk dalam negeri dipakai di negara lain, maka industri tekstil ti­dak tutup, justru akan terus berlanjut. Nah, kalau kita bandingkan dengan produk China, di Amerika itu ada produk China. Produk China itu luar biasa, banyak bertebaran di beberapa negara, sehingga industri mereka tetap jalan. Dengan syarat, produk itu harus berstandar internasional. Bagi Indonesia, itu seharusnya tidak sulit.

Bagaimana pasar di luar negerinya?

Kita harus membuka pasarnya. Dengan begitu, kita bisa memanfaat­kan tenaga kerja Indonesia yang ada di sana. Kalau tidak ada pasarnya, nanti kerepotan.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo