TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Minta Hakim Batalkan Cuti Massal, DPR Janji Tampung Aspirasi

Oleh: Farhan
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 10:29 WIB
Ilustrasi. Foto : Ist
Ilustrasi. Foto : Ist

JAKARTA - Senayan meminta para hakim membatalkan aksi cuti massal pada 7-11 Oktober mendatang. DPR berjanji akan menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk mendengarkan aspirasi para hakim yang menuntut kenaikan kesejahteraan tersebut.

Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal meminta para hakim menunjukkan sikap negarawan dan membatalkan wacana cuti massal atau mogok sidang yang akan digelar pada pekan depan.

“Kalau ada keinginan ­untuk mogok, apa pun, ya kami ­sendiri, ayo kita semua tunjukkan kenegarawanan,” katanya di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (4/10/2024).

Dia meminta jangan sampai aksi itu menghambat masyarakat yang sedang mencari keadilan.

Meski begitu, Cucun menilai rencana mogok kerja para hakim juga tidak akan terjadi. “Saya husnudzon lah, tidak mungkin terjadi,” imbuhnya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu berjanji DPR akan memperjuangkan tuntutan para hakim. Hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam rapat bersama Komisi III yang merupakan mitra dari Mahkamah Agung (MA).

“Kita ini bukan hanya wakil rakyat, wakil-wakil yang menyuarakan dari para hakim juga. Nanti kita bicara di Komisi III menyampaikan apa yang jadi keinginan para hakim tersebut,” ujarnya.

Ketua Fraksi Partai Gerindra MPR Habiburokhman menga­takan, DPR akan menggelar RDPU dengan para hakim terkait masalah kesejahteraan mereka.

Dia mengakui kondisi hakim di daerah-daerah cukup memprihatinkan.

“Saya setiap kali kunker ke daerah terenyuh melihat hakim itu mereka banyak yang ­tinggal di rumah-rumah kos, saya prihatin,” ungkapnya.

Bahkan, ada hakim yang meninggal dunia karena kese­hatannya tidak terjaga. Dia jugra prihatin karena para hakim jauh dari keluarga.

“Mau pulang ke rumah secara rutin karena penempatannya di luar kota jauh dari kediamannya kan ongkos tiket mahal, tidak sanggup untuk setiap minggu pulang,” katanya

Menurut Habiburokhman, kondisi tersebut patut segera diperbaiki karena hakim merupakan penegak keadilan yang perlu disejahterakan.

“Ini agak mengerikan juga ya nasib para penegak keadilan ini. Kami berkomitmen mening­katkan kesejahteraan hakim,” ujarnya.

Dia menambahkan, pening­katan kesejahteraan hakim sejalan dengan visi misi Pre­siden ter­pilih Prabowo Subianto. “Itu juga kan di visi misinya ­Prabowo. Kami akan mengundang mereka sama-sama mencari solusi,” tandasnya

Sebelumnya, ribuan hakim akan melakukan Gerakan Cuti Bersama Se-Indonesia seba­gai bentuk protes hakim atas sikap pemerintah yang belum mem­prioritaskan kesejahteraan hakim.

Juru Bicara Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia Fauzan Arrasyid mengatakan, aturan mengenai gaji dan tunjangan jabatan hakim yang saat ini berlaku mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012. Sementara PP tersebut belum disesuaikan dengan kondisi terkini.

“Hal ini membuat gaji dan tunjangan yang ditetapkan 12 tahun lalu menjadi sangat berbeda nilainya dibandingkan dengan kondisi saat ini,” katanya.

Fauzan mengungkapkan, gaji pokok hakim saat ini masih sama dengan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) biasa. Padahal, ­tanggung jawab dan beban mereka lebih besar. Kondisi ini mengakibatkan penghasilan hakim merosot drastis ketika mereka pensiun.

“Akibatnya, banyak hakim yang merasa bahwa peng­hasilan tidak lagi mencerminkan ­tanggung jawab dan beban kerja yang mereka emban,” sebutnya.

Tidak hanya hakim karier, Forum Solidaritas Hakim Ad Hoc juga mendesak adanya revisi tentang PP Nomor 5 Tahun 2013 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Ad Hoc.

Hakim ad hoc juga memiliki nasib yang tidak jauh berbeda dengan para hakim karier,” ujar Juru Bicara Forum Solidaritas Hakim Ad Hoc, Ibnu ­Anwarudin.

Hakim ad hoc adalah hakim yang diangkat oleh presiden dan memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu serta kedudukannya diatur undang-undang.

Mereka tergabung dalam satu majelis dengan hakim karier yang memeriksa dan mengadili perkara Tipikor, Perselisihan Hubungan Industrial, Hak Asasi Manusia dan Bidang Perikanan.

Menurut Ibnu, saat ini hakim ad hoc tidak memiliki gaji tetap dari Pemerintah dan mereka hanya mendapatkan tunjangan kehormatan yang nilainya bervariasi tergantung tingkat penga­dilan. Bahkan itu pun masih dipotong dengan pajak penghasilan.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo