Memulai Sesuatu Dengan Niat Yang Luhur
SERPONG - Niat yang luhur untuk selalu menyadarkan diri merupakan salah satu upaya untuk merawat kemabruran ibadah. Penciptaan kondisi batin yang diawali dengan niat dan tekad yang suci, merupakan unsur yang amat penting dalam merawat kemabruran ibadah.
Niat yang luhur bukan diucapkan, tapi dihayati dan diresapi sedalam-dalamnya hingga terasa, sesungguhnya usaha dan pekerjaan yang kita lakukan adalah berbagi (share) dengan Tuhan. Keunggulan yang kita miliki ialah kekuatan niat.
Kita tidak boleh lupa, diri kita sebagai manusia berduplikasi dengan unsur mineral (jasadiyyah), tumbuh-tumbuhan (nabatiyyah), dan hewan (hayawaniyyah). Kita berada setingkat di atas binatang karena unsur spiritual (ruhiyyah). Dengan mengingat itu semua, maka segenap tantangan bisa diatasi.
Kita sadar betul, yang membedakan kita dengan binatang hanyalah unsur spiritualitas itu. Perbuatan yang kita lakukan tanpa melibatkan niat dan perencanaan yang matang, maka itu adalah perbuatan binatang (animal working). Jika perbuatan itu dilakukan melalui niat dan perencanaan yang matang, maka itulah perbuatan manusia (human working).
Jika perbuatan yang dilakukan di samping dengan niat dan perencanaan matang, juga dilakukan dengan melibatkan unsur spiritualitas kita yang lebih dalam, maka perbuatan itu disebut perbuatan yang berkeilahian (Divine working). Divine working inilah yang akan menghadirkan berkah dalam kehidupan kita.
Jika diilustrasikan pada perbuatan suami isteri yang tidak melibatkan niat dan spiritualitas, melainkan hanya nafsu semata, maka sesungguhnya yang berhubungan suami isteri itu adalah binatang (animal sexuality). Akibatnya pun bisa ditebak, yang lahir dari perbuatan itu adalah “anak binatang”.
Jangan melulu menyalahkan anak-anak remaja sekarang diwarnai dengan tawuran dan pekelahian, karena mereka itu adalah produk animal working. Apapun produk animal working aaka berpotensi merugikan orang lain, sungguhpun menguntungkan dirinya sendiri.
Penyingkiran dunia spiritual di dalam prilaku manusia bukan hanya merugikan diri sendiri, tapi juga akan merugikan orang lain. Bahkan, lebih parahnya akan dialami alam raya. Despiritualisasi dan dehumanisasi setiap dunia usaha, sebagaimana yang menggejala di dalam masyarakat, sudah sangat memprihatinkan.
Ada kecenderungan semua paradigma didominasi oleh unsur kebinatangan kita. Pertimbangan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan keagamaan sudah tergerus oleh nilai-nilai fragmatisme.
Segalanya diukur berdasarkan untung-rugi, bukan lagi wajar atau tidak wajar, baik atau tidak baik, benar atau salah. Akal-budi atau akhlaqul karimah tidak lagi aktif di dalam masyarakat. Bahkan, banyak orang tega berpesta dan membangun istana di atas puing-puing kehancuran saudaranya.
Jika pola kehidupan sudah seperti itu dan tidak ada usaha untuk mengatasinya, itu pertanda ‘lampu kuning’ bagi dunia kemanusiaan kita. Jika demikian adanya, alam raya pun enggan menerima kehadiran kita sebagai khalifahnya.
Bahkan sebaliknya, ia akan menunjukkan pembangkangannya dengan berbagai cara. Termasuk di antaranya dengan anomali cuaca yang sulit diprediksi, bencana alam merajalela, gunung-gunung batuk berjamaah, dan virus asing bermunculan di mana-mana. Jika hal-hal seperti ini muncul, maka mungkin inilah yang disebut Nabi sebagai tanda-tanda kecil (‘alama al-shugra) hari kiamat akan tiba.
TangselCity | 9 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 12 jam yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu