Tata Kelola Sampah DKI Belum Optimal, TPST Bantargebang Nyaris Over Kapasitas
JAKARTA - Tata kelola sampah di Jakarta masih belum optimal. Indikasinya, sampah dibuang langsung ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, belum susut, mencapai 7 ribu ton per hari.
Berdasarkan data capaian kinerja pengelolaan sampah di Sistem Informasi Pengelolaan Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), timbunan sampah di Jakarta meningkat jadi 3,14 juta ton pada 2023 dari sebelumnya 3,11 juta ton pada 2022. Kemudian, jumlah sampah yang dikelola turun dari 2,29 juta ton menjadi 2,27 juta ton pada 2023.
Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta Muhammad Aminullah mengatakan, efektivitas pengolahan sampah bisa dianggap efektif jika bisa mengurangi jumlah sampah yang diolah di dalam kota Jakarta.
“Belum bisa dibilang efektif. Produksi sampah masih sekitar 8.000 ton, masuk bantargebang sekitar 7.000 ton. Pengelolaan bisa dibilang efektif kalau sampah yang masuk Bantargebang bisa ditekan,” ujar Aminullah, baru-baru ini.
Setengah dari total sampah Jakarta adalah sampah organik. Menurutnya, sampah organik seharusnya bisa dikelola dengan cara paling sederhana.
Terkini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan Groundbreaking atau peletakan batu pertama proyek pembangunan fasilitas pengolahan sampah Refuse Derived Fuel (RDF) Plant Jakarta di Rorotan, Jakarta Utara. Menurut Walhi, Pemerintah seharusnya membuat kajian dulu terhadap dampak lingkungan secara komprehensif sebelum melakukan pembangunan.
RDF sama seperti Incinerator, menggunakan pembakaran. Pembakaran sampah berpotensi melepas polutan dan menambah emisi,” jelas Aminullah.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Joko Agus Setyono menyebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus mengembangkan sistem pengelolaan sampah terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Joko mengungkapkan, TPST Bantargebang adalah satu-satunya fasilitas pemrosesan akhir sampah milik Pemprov DKI Jakarta yang telah beroperasi sejak 1989.
“Pada 2023, volume sampah harian mencapai 7.360 ton dengan ketinggian landfill melebihi 50 meter, sehingga TPST ini hampir mencapai kapasitas maksimalnya,” kata Joko.
Joko bilang, berbagai program pengolahan sampah di tingkat hulu sudah berjalan. Seperti program berbasis Rukun Warga (RW), ekonomi sirkular melalui bank sampah, pusat daur ulang Jakarta Recycle Centre, pengelolaan sampah kawasan dan perusahaan, pengendalian sampah plastik, pengumpulan sampah terjadwal, serta pengolahan sampah organik melalui komposting dan budidaya maggot Black Soldier Fly (BSF).
“Kemudian pada tahap tengah, Pemprov DKI Jakarta mengelola Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan Tempat Penampungan Sementara Reduce, Reuse dan Recycle (TPS3R), sampah di badan air, Pembangunan RDF Plant dalam kota berkapasitas 2.500 ton/hari, serta pengelolaan sampah di Kepulauan Seribu,” terang Joko.
Selanjutnya di tahap hilir, Pemprov DKI Jakarta mengoptimalkan fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan RDF Plant di TPST Bantargebang, termasuk program landfill mining.
Pada 2023, PLTSa Merah Putih di TPST Bantargebang berhasil mengolah 16.037 ton sampah dan menghasilkan energi listrik sebesar 1.106 Megawatt Hour (MWh). Selama 2024, RDF Plant TPST Bantargebang berhasil mengolah sampah dari landfill mining dan sampah baru dengan nilai kalori 2.800-4.100 kilokalori per kilogram (kkal/kg). Hal ini diwujudkan melalui sinergi dengan PT Indocement Tbk dan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk sebagai pengguna utama RDF.
Joko bilang, Pemprov DKI Jakarta akan terus memperluas kerja sama dengan sektor swasta, komunitas, dan akademisi untuk mengembangkan inovasi teknologi. Serta program edukasi guna meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
“Dukungan dan kolaborasi dari Pemerintah Pusat, sektor swasta, komunitas, serta akademisi akan memperkuat pengelolaan sampah Jakarta yang lebih baik, terintegrasi, ramah lingkungan dan berkelanjutan,” ucapnya.
Dengan berbagai upaya tersebut, lanjut Joko, pihaknya menargetkan pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan sebesar 70 persen pada 2025.
“Sejalan dengan target nasional dalam Kebijakan Strategi Nasional (Jakstranas),” pungkasnya.
Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Yuke Yurike mendukung pengolahan sampah dengan metode RDF Plant. Yuke malah mendorong Pemprov meningkatkan teknologi pengelolaan sampah ramah lingkungan itu di setiap wilayah kota.
Menurut Yuke, teknologi itu harus merata dimiliki seluruh wilayah mengingat sampah Jakarta sudah mencapai 7.500 ton per hari.
“Semoga lima tahun mendatang setiap kotamadya ada fasilitas RDF,” kata Yuke.
Selain itu, Yuke mengimbau Pemprov DKI menggencarkan edukasi kepada masyarakat terkait pengelolaan sampah mandiri. Sebab, kesadaran serta keterlibatan masyarakat sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Sosialisasi dan edukasi, sambung politisi PDI Perjuangan itu, bisa dilakukan lewat kampanye di media sosial.
“Melalui media sosial, seminar, dan pelatihan di tingkat RT dan RW,” tutur Yuke.
RDF Plant merupakan teknologi yang mampu mengubah sampah menjadi energi, memulihkan bahan yang dapat didaur ulang, mengurangi emisi karbon, dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Metode ini juga berpotensi menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena menghasilkan produk ramah lingkungan, seperti pengganti batu bara. Pembangunan RDF Plant yang sudah terealisasi berada di Rorotan, Jakarta Utara, dan di TPST Bantar Gebang.
Pos Tangerang | 9 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu