Industri Tekstil Dalam Negeri Berguguran
JAKARTA - Senayan menyiapkan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang tekstil guna melindungi industri dalam negeri dari berbagai masalah. Saat ini banyak perusahaan tekstil lokal sedang kesulitan mempertahankan usahanya.
Anggota Komisi VII DPR Muhammad Hatta menuturkan, pihaknya tengah menyiapkan RUU baru untuk industri tekstil dalam negeri. “Ada dua undang-undang, belum diumumkan, tapi saya bocorkan. Kami sepakat di Komisi VII membuat dua undang-undang yang berhubungan dengan tekstil,” katanya dalam keterangan persnya, Jumat (15/11/2024).
Dua RUU yang dimaksud adalah RUU Perindustrian dan RUU Sandang. RUU itu akan mengatur soal industri tekstil dan persoalan kebutuhan sandang. “Jadi dua undang-undang ini sudah kami setujui di Komisi VII, sudah masuk Badan Legislasi (Baleg), sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas),” ungkapnya.
Dia menambahkan, pembahasan RUU tersebut akan lebih cepat terlaksana ketika seluruh fraksi sudah menyepakati hal yang sama. “DPR kalau sepakat seluruh fraksi, bikin undang-undang sehari jadi. Gampang itu,” imbuhnya.
Hatta berharap seluruh pihak yang terlibat bisa ikut memikirkan hajat hidup orang banyak. Apalagi dua undang-undang pertekstilan yang tengah disiapkan oleh DPR merupakan hikmah dari kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
“Sritex jadi pahlawan bagi seluruh industri karena dua undang-undang itu kami siapkan supaya tidak gampang perusahaan yang padat karya dipailitkan begitu saja,” tandasnya.
Sementara, anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto mengatakan, ‘predatory pricing’ menjadi salah satu akar masalah yang membuat persaingan usaha di dalam sektor manapun menjadi tidak sehat. Hal ini terjadi karena pemerintah Indonesia kerap kebobolan soal impor ilegal.
Fenomena ini telah menghantam keras sektor tekstil di Indonesia. Sejak 4 tahun terakhir, perusahaan-perusahaan tekstil di Indonesia sulit bertahan, termasuk PT Sri Rejeki Isman Tbk. Berdasarkan laporan Kementerian Koperasi dan UKM pada bulan Juni 2024 lalu, kerugian negara diperkirakan akibat impor tekstil ilegal membuat kehilangan pendapatan hingga Rp 6,2 triliun setiap tahunnya.
“Predatory pricing ini terjadi dan ilegal impor itu sulit diberantas. Jika dibiarkan, bahkan perusahaaan besar bisa pailit. Sebenarnya bukan tunggal karena Permendag nomor 8 (delapan) itu saja, namun sejak lama karena impor ilegal,” ujar Darmadi.
Anggota Komisi VII DPR Hendry Munief menambahkan, campur tangan pemerintah sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan Sritex dan menjaga kestabilan sektor tekstil nasional. Menurutnya, ada sekitar 50 ribu karyawan Sritex yang berpotensi kehilangan pekerjaan, serta ribuan pekerja UMKM mitra bisnis perusahaan yang juga terdampak.
Hendry bilang, dukungan pemerintah diperlukan agar investor tetap merasa aman menanamkan modal di Indonesia. “Sektor sandang harus kita lindungi agar industri tekstil lokal tidak terus tergerus,” jelas Hendry.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Perwakilan Daerah Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat David Leonardi mendesak penerapan regulasi Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk membatasi praktik dumping produk tekstil yang membanjiri pasar dalam negeri.
Kami sekarang terus berupaya kepada pemerintah supaya ada regulasi yang disebut non-tariff barrier, yaitu salah satunya adalah BMAD anti-dumping,” katanya. Tujuan dari regulasi tersebut adalah untuk mempersulit masuknya barang-barang dari luar negeri ke dalam negeri.
Sebab, saat ini industri tekstil di dalam negeri tengah dibanjiri oleh barang-barang impor. Kondisi tersebut menyebabkan krisis yang mendorong banyak PHK dan penutupan pabrik.
Untuk itu, kebijakan bea masuk anti dumping perlu diterapkan untuk melindungi industri tekstil di dalam negeri. “Karena apabila kita tidak melakukan non-tariff barrier, ini akan membahayakan untuk industri lokal,” ujar David.
Sementara, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, masalah perlindungan industri tekstil akan selesai jika Rancangan Undang-Undang Pertekstilan terbit. Aturan tersebut akan mengurangi volume impor tekstil karena memprioritaskan produksi domestik untuk kebutuhan sandang nasional.
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu