Gubernur Dipilih DPRD, Mayoritas DPR Bisa Setuju
JAKARTA - Wacana gubernur kembali dipilih DPRD mendapat sambutan positif di Parlemen. Jika melihat peta politik saat ini, usulan tersebut berpotensi disetujui mayoritas anggota DPR.
Usulan agar gubernur dipilih DPRD disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam sambutannya, di HUT ke-60 Partai Golkar, di Sentul, Bogor, Kamis (12/12/2024). Menurut Kepala Negara, pemilihan langsung memakan biaya yang sangat besar. Anggaran tersebut sebaiknya dialokasikan untuk kebutuhan masyarakat.
Selain itu, Prabowo juga menyoroti biaya yang harus dikeluarkan para calon gubernur dalam pemilihan langsung. Karena itu, Prabowo meminta partai politik untuk mempertimbangkan kembali mekanisme pemilihan gubernur melalui DPRD.
Wacana ini mendapat respons dari parlemen dan partai politik. Hampir semua partai politik menyetujui usulan tersebut. PDIP sebagai partai oposisi pun tidak mentah-mentah menolak. Partai yang dinakhodai Megawati Soekarnoputri itu hanya memberikan catatan.
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menyatakan, usulan Prabowo tersebut akan dipertimbangkan dalam penyusunan paket Undang-Undang Politik melalui mekanisme Omnibus Law yang akan digarap Komisi II DPR. Menurut Rifqi, Omnibus Law paket UU Politik itu nantinya akan mencakup beberapa bab, termasuk aturan tentang pilkada dan pemilu, regulasi partai politik, serta hukum acara terkait sengketa kepemiluan.
"Bagi Komisi II DPR, hal ini (usulan gubernur dipilih DPRD) menjadi penting sebagai salah satu bahan untuk kami melakukan revisi terhadap Omnibus Law Politik," kata politisi Partai NasDem ini, Minggu (15/12/2024).
Rifqi memastikan, pemilihan gubernur oleh DPRD tetap konstitusional sesuai Pasal 18 UUD 1945. Pasal tersebut menyebutkan, kepala daerah dipilih secara demokratis, tanpa menyebutkan harus dipilih langsung seperti presiden.
Dia memahami alasan di balik usulan gubernur dipilih DPRD. Salah satunya adalah untuk mengatasi maraknya praktik politik uang dalam pemilihan langsung. Namun, Rifqi menekankan pentingnya merumuskan aturan yang tepat terkait wacana ini.
Jangan sampai praktik korupsi dan politik uang malah bergeser ke partai politik maupun DPRD," wanti-wantinya.
Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan menyampaikan hal senada. Politisi Golkar ini setuju jika gubernur dipilih DPRD. Namun untuk pemilihan bupati/wali kota tetap dipilih secara langsung.
Menurut dia, dalam desain undang-undang desentralisasi disebutkan, otonomi daerah itu ada pada pemerintahan kabupaten/kota, sehingga selayaknya tetap dilakukan pemilihan langsung.
"Sedangkan provinsi menjalankan tugas pembantuan atau dekonsentrasi dari perpanjangan tangan pemerintah pusat,” kata Irawan, saat dikonfirmasi, Minggu (15/12/2024).
Karena itu, Irawan mengusulkan agar perubahan sistem pemilihan kepala daerah bisa dibahas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Paket Politik (Omnibus Law Politik), yang meliputi RUU Pemilu, RUU Pilkada, dan RUU Partai Politik, yang masuk dalam Program Legislasi Nasional 2024-2029. “Sehingga, yang disampaikan Pak Prabowo soal kepala daerah dipilih melalui DPRD menjadi langkah awal pembahasan RUU Paket Politik,” kata Irawan.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin, menyambut baik wacana Presiden Prabowo tersebut. Ia menilai, wacana tersebut sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan lebih efisien dibandingkan pemilihan langsung.
Saya secara prinsip setuju, karena ini efisien dan melaksanakan sila keempat, musyawarah untuk mufakat, demi demokrasi kita," ujar Cak Imin, usai Meet and Greet bersama kader PKB terpilih, di Hotel Patra Jasa, Semarang, Minggu (15/12/2024).
Menko Pemberdayaan Masyarakat ini mengakui, wacana tersebut menuai pro dan kontra, termasuk kritik dapat merusak demokrasi. Namun, pemilihan langsung kerap menjadi proses yang melelahkan. "Kita sudah mencoba enam kali pemilihan langsung, dan itu adalah demokrasi prosedural yang cukup melelahkan," kata Cak Imin.
Politisi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, tawaran Prabowo itu sebenarnya merupakan wacana lama. Indonesia pun pernah menggunakan sistem pilkada lewat DPRD. Menurut dia, dengan kondisi sekarang, wacana ini perlu didiskusikan bersama.
"Yang disampaikan Bapak Presiden itu sesuatu yang baik. Sebagaimana kita ketahui bahwa anggaran dari pilkada langsung itu luar biasa," kata Riza, di Jakarta, Sabtu (14/12/2024).
Sementara itu, Ketua DPD PDIP Djarot Saiful Hidayat menyatakan, konstitusi memungkinkan pemilihan kepala daerah dilakukan melalui mekanisme perwakilan. Namun, ia menekankan pentingnya kajian mendalam terhadap usulan gubernur dipilih DPRD. Kajian tersebut dapat membuka peluang munculnya variasi mekanisme pemilihan kepala daerah. Jadi, tidak selalu harus langsung oleh masyarakat, tetapi juga melalui sistem perwakilan.
Djarot menjelaskan, mekanisme tersebut bisa disesuaikan dengan indeks demokrasi di masing-masing daerah. “Sebagai contoh, di DKI Jakarta yang memiliki indeks demokrasi tinggi, pemilihan kepala daerah secara langsung masih memungkinkan,” ujar Djarot, di Jakarta, Sabtu (14/15/2024).
Menurutnya, pilkada perwakilan atau pemilihan kepala daerah lewat DPRD dapat diterapkan pada daerah yang berindeks demokrasi rendah. Djarot mengakui, ada beberapa wilayah yang dinilai belum siap menggelar demokrasi secara langsung lewat pilkada.
Dari kalangan pakar, Prof Jimly Asshiddiqie secara tegas menyatakan dukungan terhadap usulan Prabowo. Menurutnya, tata cara pemilihan kepala daerah yang diatur dalam UUD 1945 memberikan fleksibilitas dalam penerapan sistem demokrasi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
“Soal tata ulang sistem pilkada, saya dukung pernyataan Presiden agar kepala daerah dipilih saja oleh DPRD. Dalam UUD 45, yang penting kepala daerah dipilih secara demokratis, bisa langsung, tapi bisa juga tidak langsung,” ujar Jimly, Minggu (15/12/2024).
Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Siti Zuhro, menyampaikan, Indonesia pernah menerapkan berbagai metode pemilihan kepala daerah. Mulai dari penunjukan langsung, pemilihan melalui DPRD, hingga pilkada langsung. Masing-masing sistem tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Siti mengungkapkan, Kementerian Dalam Negeri telah mulai mengkaji sistem pemilihan kepala daerah secara langsung sejak 2020. Kajian tersebut melibatkan berbagai elemen, seperti LSM, akademisi, dan intelektual, melalui forum diskusi kelompok. Dari kajian tersebut disampaikan pentingnya memilih mekanisme pemilihan yang meminimalkan risiko dan dampak negatif, serta mampu mendorong terwujudnya pemerintahan yang berlandaskan prinsip good governance.
"Makanya, opsi-opsi ini mulai mengerucut," kata Siti, Minggu (15/12/2024).
Siti menyampaikan, pilkada langsung yang berlangsung sejak 2005 memiliki dampak cukup serius terhadap birokrasi dan tatanan sosial. "Birokrasi daerah menjadi terfragmentasi dan tidak fokus. Selain itu, modal sosial serta kearifan lokal kita tergerus," ujarnya.
Siti juga menyoroti maraknya praktik negatif dalam pilkada langsung, seperti politik uang dan fokus yang hanya mengandalkan perolehan suara tanpa memperhatikan nilai-nilai budaya bangsa.
Apakah ini artinya gubernur kembali dipilih DPRD? Siti menyebut, mungkin saja. Apalagi, mayoritas fraksi di DPR mendukung pemerintah. Selain itu, mekanisme pilkada langsung selama ini memiliki banyak dampak negatif.
Namun, ia mengakui bahwa sistem pemilihan melalui DPRD juga memiliki kelemahan, terutama dalam hal partisipasi publik. "Setiap opsi tentu ada kelemahannya. Karena itu, harus dihitung secara cermat, agar sistem yang dipilih benar-benar memberikan manfaat bagi demokrasi lokal yang substantif," pungkasnya.
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 21 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Ekonomi Bisnis | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu