Soal Pagar Laut Di Pesisir Tangerang, Prabowo Ikut Turun Tangan
TANGERANG - Presiden Prabowo Subianto ikut menyoroti pagar laut sepanjang 30 kilometer (km) di pesisir Tangerang, Banten. Prabowo pun memerintahkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono untuk menyegel pagar laut yang membentang dari Desa Muncung hingga Pakuhaji itu.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pung Nugroho Saksono, di lokasi pagar laut, Kamis (9/1/2025) malam.
"Instruksi Pak Presiden, dan saya diperintah Pak Menteri untuk langsung melakukan penyegelan. Kami hadir di sini untuk melakukan penyegelan karena sudah meresahkan masyarakat, sudah viral, dan negara tidak boleh kalah," kata Pung.
Apa dasar penyegelan? Pung menegaskan, pemagaran ini tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Keberadaannya juga mengganggu nelayan dalam mencari ikan.
"Pagar tersebut kami cek di KKP tidak ada KKPRL-nya, jadi perizinannya tidak ada. Berdasarkan wawancara dengan nelayan juga menggangu mereka," ujar Pung.
Lantas, siapa pelaku pemagaran? Menurut Pung, KKP masih mendalaminya. Intinya, KKP memberikan waktu maksimal 20 hari agar pagar laut segera dibongkar. Jika tidak, maka pembongkaran dilakukan langsung oleh petugas KKP.
"Kami cari informasi, kalau sudah ketemu, pasti akan kami lakukan tindakan lebih lanjut," tegasnya.
KKP memberikan waktu 10-20 hari bagi pemilik pagar misterius untuk melakukan pembongkaran. "Kalau tidak dibongkar, maka KKP akan bongkar," imbuhnya.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, polemik pemagaran laut di perairan Tangerang sedang diusut KKP. "Akan dicek semuanya," ucap AHY, di Bendungan Karian, Lebak, Banten, Jumat (10/1/2024).
Sementara, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, telah menurunkan tim dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) untuk mengecek serta mendalami persoalan tersebut. Hasilnya, aktivitas itu tidak mengantongi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya informasi telah mengantongi izin dari KKP di area pemasangan pagar laut itu. Untuk itu, pihaknya langsung menyegel pagar laut tersebut. “Dan itu karena tidak ada langsung dilakukan tindakan penyegelan dan itu memang sesuai dengan prosedur kami begitu," kata Trenggono dikutip dari akun Instagram @kkpgoid, Jumat (10/1/2025).
Selain penyegelan, Trenggono menegaskan, akan terus mendalami pelaku serta motif di balik kegiatan ilegal tersebut. Sebab, setiap kegiatan pembangunan di ruang laut harus mengantongi izin dari KKP.
"Nah selanjutnya tentu kita akan melakukan penelusuran kira-kira siapa yang memasang, lalu miliknya siapa tujuannya apa dan seterusnya,” katanya.
Dia juga mengatakan, 3.888 nelayan dan sekitar 500-an penangkar kerang terdampak pagar laut di pesisir Tangerang. Pagar sepanjang 30,16 km itu terbentang di wilayah perairan 16 desa atau 6 kecamatan.
Hal itu diakui oleh para nelayan. Heru, salah seorang nelayan di Pulau Cangkir, Kronjo, Tengerang, mengaku dirinya mengalami kerugian besar akibat kejadian ini. Heru bilang, perkakas yang biasa digunakannya untuk mencari nafkah hilang. Jumlah tangkapan juga berkurang.
Pas ada pagar itu, kita nih nelayan susah cari ikan. Joran yang kita tebar nyangkut terus ke pagar yang terbuat dari bambu itu," ucap Heru kepada wartawan.
Lebih lanjut, aktivitas nelayan yang mencari ikan di pinggir pantai juga terhambat. Karena jaring yang mereka tebar selalu nyangkut di bagian pemagaran. "Perjalanannya kan belok-belok, kan pasti itu agak sulit, agak sulit. Jorannya nyangkut-nyangkut. Terus ikan yang biasa 10 kg, terus jadi 2 kg ikan,” tambah Heru, kecewa.
Ditambah lagi, bahan bakar untuk kapal yang biasanya hanya 10 liter, kini menjadi 20 liter. Lantaran jalannya yang berbelok-belok sehingga memakan waktu lebih lama. Sehingga banyak nelayan yang memilih untuk tidak mencari ikan terlebih dahulu.
“Pulang-pulang yang ada kami rugi, jadinya nggak bisa bayar utang, nggak bisa bayar warung. Jadi sekarang mendingan ngojek. Pokoknya buat nyanbung hidup,” sedihnya.
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 21 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 19 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 15 jam yang lalu
Olahraga | 6 jam yang lalu