TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Kasus Kekerasan Seksual Di Jakarta Naik Drastis

Reporter: Farhan
Editor: AY
Selasa, 21 Januari 2025 | 09:31 WIB
Ilustrasi. Foto ; Ist
Ilustrasi. Foto ; Ist

JAKARTA - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jakarta meningkat tajam pada 2024. Dari data itu, yang bikin miris, kasus kekerasan seksual juga mengalami lonjakan.

 

Data Jaringan Pemantau Pendi­dikan Indonesia (JPPI) mencatat, pada 2024 terjadi 573 kasus kekerasan di lingkungan pendidi­kan. Angka ini melonjak lebih dari 100 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 285 kasus.

 

Dari ratusan kasus tersebut, kekerasan seksual yang paling banyak. Yakni, sebanyak 42 persen. Jika dirinci per wilayah, Jakarta menempati urutan kelima sebagai provinsi dengan kasus kekerasan tertinggi dengan 30 kasus atau 4,9 persen.

 

Pemberdayaan Perem­puan dan Perlindungan Anak (PPPA) DKI Jakarta juga men­catat, pada 2024 terjadi pening­katan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, yakni ter­jadi 2.041 kasus. Angka tersebut meningkat drastis dibandingkan 2023, yakni 1.682 kasus.

 

Kasus kekerasan mayoritas terjadi di rumah. Yakni, 1.198 atau 58,7 persen. Posisi kedua, di lingkungan sekolah, dengan 180 kasus. Data ini juga mengungkapkan, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, terutama pelecehan seksual, mengalami peningkatan. Mirisnya, kasus tersebut terjadi di lingkungan sekolah.

 

Untuk mencegah dan menangani kasus pelecehan seksual. Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Ja­karta merumuskan sejumlah lang­kah strategis yang akan diterapkan di seluruh satuan pendidikan. Langkah ini merupakan bentuk komitmen Disdik DKI Jakarta untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman.

 

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdik DKI Jakarta, Sarjoko membeberkan, langkah pertama, menerapkan kebijakan pence­gahan dan penanggulangan kekerasan di seluruh sekolah mengacu pada Peraturan Gu­bernur Nomor 86 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan bagi Peserta Didik di Satuan Pendidikan.

 

Kedua, program sekolah ra­mah anak akan dioptimalkan di seluruh satuan pendidikan.

 

“Program ini mengutamakan pencegahan kekerasan melalui pendidikan karakter, pelatihan guru serta pelibatan orangtua dan masyarakat dalam menciptakan budaya sekolah yang inklusif dan bebas dari kekerasan,” kata Sarjoko, Kamis (16/1/2025).

 

Ketiga, Disdik DKI Jakarta memperkuat pengawasan dan pelaporan di lingkungan seko­lah. Hal ini sesuai arahan melalui Surat Edaran Kepala Dinas Pen­didikan Nomor e-0061/SE/2023, yang menekankan pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan.

 

Tim ini, dijelaskan Sarjoko, melibatkan komite sekolah, pengawas pendidikan dan pihak berwenang untuk memantau potensi kekerasan.

 

“Layanan hotline pelaporan kekerasan juga akan disediakan untuk memastikan penanganan cepat dan aman,” jelasnya.

 

Langkah keempat, pelatihan guru dan tenaga kependidikan untuk memahami pendekatan non-kekerasan dalam mendisip­linkan siswa. Pelatihan ini men­cakup keterampilan menangani konflik dan membangun komu­nikasi yang efektif dengan siswa.

 

Kelima, Disdik mendorong kerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi kepemudaan dan komunitas pendidikan untuk mengadakan kampanye anti-kekerasan.

 

“Seminar yang menanamkan nilai toleransi dan empati akan diperbanyak untuk mendukung budaya anti-kekerasan di seko­lah,” ujarnya.

 

Dia menegaskan, langkah-lang­kah strategis ini dirancang sebagai respons terhadap banyak kasus serupa sebelumnya. Langkah ini diharapkan dapat memastikan sekolah menjadi tempat yang aman bagi siswa, guru dan seluruh pemangku kepentingan.

 

“Dinas Pendidikan berkomit­men mewujudkan lingkungan pendidikan yang bebas dari kekerasan,” janji Sarjoko.

 

Perbanyak CCTV

 

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Ja­karta Abdul Aziz mendorong Dis­dik memperbanyak pemasangan kamera pengawas atau Closed Circuit Television (CCTV) di lingkungan sekolah. Tujuannya, untuk mencegah kasus perundungan dan pelecehan seksual.

 

Disarankannya, pemasangan CCTV di setiap sudut, sehingga bisa mendeteksi potensi tindak kekerasan atau pelecehan seksual.

 

Namun, diingatkan dia, pema­sangan CCTV tersebut memer­lukan petugas pemantau selama 24 jam.

 

Selain itu, Anggota Komisi E ini meminta Disdik mem­buat Standard Operating Pro­cedure (SOP) penanganan kasus perundungan dan pelecehan sek­sual. Yakni, pemberian sanksi tegas kepada pelaku, sehingga dapat menimbulkan efek jera.

 

Selama ini, Abdul Aziz me­nilai, penanganan kasus perundungan dan pelecehan seksual tidak tegas.

 

“Korban harus dilindungi dan mendapat pendampingan advo­kasi hukum secara pasti,” kata Abdul Aziz.

Komentar:
Eka
ePaper Edisi 21 Januari 2025
Berita Populer
03
04
07
Miris, Traffic Light Dibiarkan Mati Total

Pos Banten | 4 jam yang lalu

08
09
Tenis Australia Terbuka 2025

Olahraga | 1 hari yang lalu

GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit