Solusi Atasi Macet Jabodetabek, Pramono Perluasan Akses Transjakarta

JAKARTA - Rencana Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memperluas akses transportasi umum dengan mengembangkan Transjakarta menjadi Transjabodetabek, mendapatkan dukungan. Meski langkah tersebut bakal mengalami kendala karena operasi Transjakarta masih disubsidi.
Menurut pengamat tata kota Yayat Supriatna, perlu otoritas tunggal yang memiliki wewenang lebih luas untuk mengatur dan mengelola seluruh sistem transportasi secara terpadu di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
“Pasalnya, saat ini belum ada badan yang memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan mengintegrasikan seluruh moda transportasi di Jabodetabek,” jelas Yayat di Jakarta, Senin(24/2/2025).
Meski Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), yang berada di bawah naungan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), telah memiliki beberapa program dan inisiatif. Seperti JR Connexion Jabodetabek dan subsidi Buy The Service (BTS), kewenangan mereka masih terbatas.
Sementara, lanjut Yayat Kemenhub juga memiliki peran mengatur transportasi. Yakni mengatur besaran subsidi yang diberikan kepada angkutan massal, termasuk Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek.
Yayat menilai, integrasi tarif kombinasi KRL, Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT) dan Transjakarta membutuhkan koordinasi teknis dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
“Jika sepenuhnya subsidi layanan diberikan ke Pemprov, otomatis kelembagaan Jabodetabek sepenuhnya menjadi kewenangan Pemprov,” katanya.
Yayat juga mempertanyakan apakah Dewan Aglomerasi yang diusulkan dalam Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ), nantinya memiliki wewenang untuk mengatasi masalah integrasi transportasi di Jabodetabek.
Dibutuhkan penjelasan terkait tugas dan tanggung jawab Dewan Aglomerasi di bidang transportasi,” kata Yayat.
Ada beberapa operator utama integrasi layanan Jabodetabek saat ini, yakni PT KCI, PT Trans Jakarta, LRT Jabodebek dan JR Connexion.
Menurutnya, tarif kombinasi antar-layanan KRL, MRT, LRT Jabodetabek, LRT Jakarta, Trans Jakarta, JR Connexion, serta perhitungan tarif untuk jarak antar-kota harus dipertimbangkan.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, ketidakadaan otoritas transportasi di Jabodetabek menjadi salah satu tantangan dalam mewujudkan integrasi tarif dan sistem transportasi di Jabodetabek.
Sepanjang tidak ada lembaga yang punya otoritas memiliki kewenangan lintas wilayah administrasi antar Pemda, integrasi tarif tidak mudah diimplementasikan,” ujar Sudaryatmo.
Pembentukan otoritas ini, menurutnya, membutuhkan produk hukum yang jelas dan dukungan dari Pemda.
“Otoritas kan butuh produk hukum. Apakah Pemerintah rela sebagian kewenangannya diambil oleh otoritas tersebut?” tanyanya.
Selain kelembagaan, ketidakseragaman rute dan trayek angkutan umum serta model bisnis operator angkutan umum, juga menjadi tantangan dalam integrasi transportasi Jabodetabek.
“Perlu ada rute atau trayek angkutan umum yang berbasis kepada kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Sudaryatmo juga menekankan pentingnya melibatkan perusahaan swasta dalam integrasi transportasi.
“Saya harap kalau nanti integrasi terbentuk tidak hanya BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), tetapi perusahaan swasta juga dilibatkan, sehingga jangkauannya bisa lebih luas,” harapnya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengatakan, salah satu permasalahan utama Jakarta adalah padatnya mobilisasi masyarakat pada pagi dan sore hari.
Sebab, banyak masyarakat yang tinggal di area sub-urban seperti Bekasi, Bogor, Depok, Tangerang, dan sekitarnya melakukan mobilisasi menuju dan keluar Jakarta.
“Kami tidak bisa menyelesaikan persoalan Jakarta hanya di wilayah Jakarta saja. Karena itu, perlu aturan bersama-sama (dengan wilayah lain),” ujar Pramono dalam pidato perdananya pada rapat paripurna di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta, Kamis (20/2/2025).
Pramono menuturkan, untuk mewujudkan hal tersebut, Pemprov memerlukan diskusi secara details dan mendalam dengan DPRD serta stakeholder terkait lainnya. Setelah mendapatkan persetujuan dari DPRD, barulah Pemprov dapat mengeksekusi rencana pengembangan Transjakarta bersama para pemimpin daerah lain terkait.
Kami akan meminta persetujuan dari saudara-saudara sekalian agar (rencana) ini bisa diterapkan bersama-sama,” kata politisi PDIP itu.
Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta Ismail mendukung perluasan rute Transjakarta. Kebijakan tersebut sudah pernah diupayakan oleh PT Transjakarta. Namun terkendala masalah komunikasi dan koordinasi dengan pemangku wilayah.
Meski demikian, Ismail menyambut hangat perluasan jangkauan wilayah rute Transjakarta masuk dalam program prioritas sebagai sarana transportasi publik. Hal ini bisa mengurai kemacetan arus lalu lintas di Jakarta.
“Saat ini peluang untuk direalisasikan karena sejalan dengan ide gubernur yang akan memberikan dukungan penuh. Termasuk memanfaatkan regulasi tentang aglomerasi sebagai dasar hukum,” ujar Ismail saat dihubungi, Jumat (21/2/2025).
Menurut Ismail, moda transportasi publik seperti Transjakarta memiliki beberapa keunggulan. Antara lain, jumlah armada yang memadai baik kecil, sedang maupun besar.
Selain itu, memiliki manajemen layanan yang sudah teruji dan terus dikembangkan untuk melayani masyarakat Jakarta.
“Ini momentum yang tepat. Transjakarta bisa lebih proaktif menjemput para commuter dari wilayahnya masing-masing,” ungkap Ismail.
Pos Banten | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 16 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu