TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Jadwal imsak
Dewan Pers

Pro-Kontra Revisi UU TNI, Sjafrie Berusaha Menenangkan

Reporter: AY
Editor: AY selected
Rabu, 12 Maret 2025 | 10:19 WIB
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin. Foto : Ist
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin. Foto : Ist

JAKARTA - Rencana pemerintah dan DPR merevisi Undang-Undang TNI menuai polemik. Menanggapi polemik tersebut, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin berusaha menenangkan. 

 

Setelah resmi masuk Prolegnas Prioritas 2025 pada Februari lalu, DPR langsung bergerak cepat membahas revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Selasa (11/3/2025), Komisi I DPR menggelar rapat perdana bersama Menteri Pertahanan untuk membahas revisi UU TNI di Gedung DPR, Jakarta. 

 

Selain Menhan, rapat juga dihadiri sejumlah pejabat yaitu Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Wakil Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto, dan Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu. Rapat dipimpin Ketua Komisi I DPR Utut Adianto.

 

Dalam rapat tersebut, Menteri Sjafrie menyoroti dinamika geopolitik, kompleksitas ancaman, serta perkembangan teknologi militer global yang menuntut TNI bertransformasi. Revisi UU TNI yang diusulkan DPR, kata dia, diperlukan untuk memberikan landasan hukum yang lebih jelas terhadap peran TNI.

 

"Ada tugas lain selain perang tanpa melanggar prinsip demokrasi dan supremasi sipil," kata Menhan. 

 

Melanjutkan paparannya, Menhan berharap revisi UU TNI ini juga mencakup modernisasi alutsista, penguatan industri pertahanan dalam negeri, serta batasan dan mekanisme pelibatan TNI di luar tugas tempur. 

 

"Kami berharap Rancangan Undang-Undang ini dapat dibahas secara aman dan lancar. Kemudian, memperoleh persetujuan bersama dari DPR sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Menhan. 

 

Menurut Sjafrie, Kementerian Pertahanan menyoroti empat substansi utama dalam revisi UU TNI. Pertama, memperkuat modernisasi alutsista dan industri pertahanan dalam negeri. Kedua, memperjelas batasan dan mekanisme pelibatan TNI dalam tugas nonmiliter. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan serta jaminan sosial prajurit. Keempat, menyesuaikan aturan kepemimpinan, jenjang karier, dan usia pensiun sesuai kebutuhan organisasi.

 

Ia juga menjelaskan beberapa pasal yang diusulkan untuk diubah. Di antaranya Pasal 3 tentang kedudukan TNI, Pasal 47 terkait penempatan prajurit di kementerian atau lembaga, serta Pasal 53 mengenai batas usia pensiun. Dalam revisi tersebut, usia pensiun tamtama dan bintara diusulkan naik dari 53 tahun menjadi 58 tahun.

 

Soal penempatan prajurit di kementerian atau lembaga, Sjafrie menjelaskan, saat ini UU TNI mengatur 15 institusi yang dapat ditempati prajurit aktif. Namun, dalam revisi UU TNI, ada ketentuan baru terkait penugasan prajurit di kementerian dan lembaga. 

 

Menurut dia, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan petunjuk bahwa prajurit yang akan ditugaskan di kementerian atau lembaga harus pensiun terlebih dahulu, atau yang disebut pensiun dini. Setelah pensiun, baru dapat diusulkan ke kementerian atau lembaga yang sesuai dengan kapabilitas dan eligibilitas mereka. 

 

"Yang terpenting, mereka tetap loyal kepada negara dan bangsa serta memegang teguh Sapta Marga dan Sumpah Prajurit," ujar Sjafrie.

 

Usai rapat, Sjafrie mengungkapkan harapannya agar pembahasan revisi UU TNI selesai di bulan Ramadan ini. Ia pun menugaskan Sekjen Kementerian Pertahanan untuk memimpin kelompok kerja yang akan membahas 3 pasal yang akan dibahas. 

 

"Kita harapkan pembahasannya selesai sebelum reses para anggota DPR," ucapnya. 

 

Dalam rapat tersebut, diputuskan Ketua Komisi I DPR Utut Adianto (PDIP) terpilih sebagai Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TNI. Wakil Ketua Panja RUU TNI diisi oleh Dave Laksono (Golkar), Budi Djiwandono (Gerindra), Ahmad Heryawan (PKS), dan Anton Sukartono (Demokrat). Anggota Panja RUU TNI ini akan berisi 18 anggota yang terdiri dari seluruh fraksi di Komisi I DPR. 

 

Ketua DPR Puan Maharani menegaskan, parlemen terbuka terhadap masukan dari masyarakat terkait revisi UU TNI yang saat ini tengah dibahas di Komisi I DPR. Ia berharap perubahan yang dihasilkan dalam RUU tersebut dapat membawa manfaat terbaik bagi bangsa.

 

"Yang akan diputuskan nanti, Insya Allah, adalah yang terbaik untuk negara," ujar Puan di DPR, Selasa (11/3/2025).

 

Puan juga mengapresiasi pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang mewajibkan prajurit TNI pensiun dini sebelum bertugas di instansi lain. 

 

"Kita akan lihat apakah aturan itu akan tetap diterapkan atau direvisi. Keputusan akhir tentu bergantung pada hasil RDP dan masukan dari masyarakat," katanya.

 

Di tempat terpisah, Panglima TNI Jenderal Agus Subianto menegaskan prajurit aktif yang kini menjabat di instansi dan lembaga lain harus pensiun dini atau mengundurkan diri.

 

"Jadi, prajurit TNI aktif yang menjabat di kementerian/lembaga lain akan pensiun dini atau mengundurkan diri dari dinas aktif ya sesuai dengan Pasal 47. Makasih," kata Agus saat ditemui di PTIK, Jakarta Selatan, Senin (10/3/2025).

 

Meski demikian, Agus tidak menyebut siapa saja anggota TNI aktif yang saat ini harus pensiun atau mengundurkan diri karena mengemban jabatan sipil.

 

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil meminta pembahasan revisi UU TNI ditunda. Mereka menyoroti usulan perubahan pada Pasal 47 ayat 2. Yakni, penambahan frasa "serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden." Koalisi menilai frasa ini berbahaya karena berpotensi memperluas cakupan jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif.

 

"Penambahan frasa tersebut sangat berbahaya karena membuka peluang bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil di luar 10 kementerian dan lembaga yang telah ditetapkan dalam UU TNI saat ini," tulis Koalisi dalam pernyataan resmi, Kamis (6/3/2025).

 

Mereka khawatir aturan ini dapat melonggarkan interpretasi dan membuka jalan bagi penempatan prajurit aktif di berbagai kementerian dan lembaga lain. Hal ini berisiko mengikis prinsip supremasi sipil dalam pemerintahan.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit