KPK OTT Di OKU, Amankan 2,6 M

JAKARTA - Masuki pertengahan bulan Ramadan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap ngegas meringkus koruptor. Lembaga antirasuah itu melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) dan mengamankan uang Rp 2,6 miliar terkait dugaan korupsi dana pokok pikiran (pokir) DPRD.
Lewat penyelidikan tertutup, KPK berhasil mengendus gerak-gerik para pelaku yang kemudian membawa tim KPK ke OKU untuk melakukan OTT pada Sabtu (15/3/2025).
Lokasi pertama yang disasar adalah kediaman
NOP selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU dan A yang merupakan PNS pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Pemerintahan Kabupaten OKU.
“Petugas mengamankan uang sebesar Rp 2,6 miliar yang merupakan uang komitmen fee untuk DPRD,” sebut Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Minggu (16/3/2025).
Tim KPK secara simultan juga bergerak ke rumah dua pihak swasta yang diduga sebagai pemberi suap, yakni MFZ dan ASS.
Berikutnya, penyelidik mengamankan FJ yang merupakan Anggota Komisi III DPRD OKU, MFR selaku Ketua Komisi III DPRD OKU, dan UH selaku Ketua Komisi II DPRD OKU. “Selain itu, Tim penyelidik juga mengamankan pihak lainnya yaitu Saudara A dan Saudara S,” sebut Setyo.
Dari kegiatan tersebut, total ada delapan orang yang diamankan dan digiring petugas KPK ke Mapolres OKU, termasuk satu mobil Toyota Fortuner. Setelah pemeriksaan intensif hingga pukul 21.00 WIB, mereka diterbangkan ke Jakarta melalui Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.
Kedelapan orang ini tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu (16/3/2025) sekitar pukul 08.42 WIB. Mereka diantar mobil Toyota Innova berwarna hitam. Mereka langsung dibawa naik ke lantai atas Gedung KPK.
Dari hasil gelar perkara, KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka dugaan korupsi penyuapan dana pokir, yakni FJ, MFR, UM dan NOP. “Kemudian MFZ dan ASS (selaku pemberi suap),” urai Setyo.
Dalam konferensi persnya, KPK turut memamerkan barang bukti uang Rp 2,6 miliar dari hasil OTT tersebut. Uang tersebut terbagi atas pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu yang dibungkus plastik transparan.
Setyo juga menyampaikan pihaknya melepaskan dua orang lain yang diamankan karena tidak cukup bukti.
Mantan Direktur Penyidikan KPK ini mengatakan, peristiwa ini terjadi pada awal 2025, saat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU Tahun Anggaran 2025 yang diwarnai dengan permintaan sejumlah jatah pokir dari anggota DPRD OKU.
Beberapa perwakilan DPRD kemudian menemui pihak Pemerintah Daerah (Pemda). Pertemuan itu menyetujui jatah pokir DPRD diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum (PUPR) OKU senilai Rp 45 miliar.
Dengan pembagian Ketua dan Wakil Ketua Rp 5 miliar, sedangkan Anggota Rp 1 miliar,” sebut Setyo.
Dengan kesepakatan jatah proyek ini, DPRD pun menyepakati alokasi anggaran Dinas PUPR dalam APBD tahun 2025 yang dalam pembahasan sebelumnya Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar atau naik dua kali lipat saat APBD disahkan.
Kepala Dinas PUPR NOP kemudian mengkondisikan jatah DPRD itu ke dalam sembilan proyek. Antara lain rehabilitasi rumah dinas Bupati dan Wakil Bupati, pembangunan kantor Dinas PUPR Kabupaten OKU, serta peningkatan jalan di beberapa desa.
Proyek itu lalu ditawarkan NOP kepada dua pihak swasta, yakni MFZ dan ASS dengan komitmen fee sebesar 22 persen. “Yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD,” sebut Setyo.
Pihak DPRD yang diwakili FJ, MFR dan UH kemudian menagih fee tersebut kepada NOP. Dia menjanjikan bakal memberikannya sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Pada 13 Maret 2025, MFZ menyerahkan uang sebesar Rp 2,2 miliar kepada A, atas perintah NOP. Sementara ASS menyerahkan uang sebesar Rp 1,5 miliar. Uang inilah yang ditemukan KPK saat melakukan OTT pada Sabtu (15/3/2025).
Saat ini, para tersangka sudah ditahan di Rumah Tahanan Negara KPK dan Rutan Jakarta Timur selama selama 20 hari, mulai 16 Maret hingga 4 April 2025.
Melihat permasalah yang terjadi di OKU, Setyo mengaku, ironis karena ternyata ada konspirasi yang dilakukan antara eksekutif dan legislatif dengan memasukan pokir untuk kepentingan individu saja. Bahkan, terjadi saat Pemerintah sedang melakukan efisiensi anggaran.
Setyo juga mengingatkan, kepala daerah dan DPRD, dapat menggunakan APBD dengan baik dan benar. Dia berharap, peristiwa serupa tidak terulang di daerah lain. “Mudah-mudahan ini bisa jadi sebuah pembelajaran dan bisa menimbulkan efek jera bagi seluruh pihak,” tandasnya.
Di tempat yang sama, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu membuka peluang untuk memanggil seluruh anggota DPRD Kabupaten OKU yang diduga terlibat dalam kasus korupsi ini. Ia pun tak menutup kemungkinan memanggil Bupati OKU Teddy Meilwansyah. Sebab, KPK menduga Teddy turut hadir dalam pertemuan rencana pemufakatan jahat antara DPRD dan Kepala Dinas PUPR.
“Karena dalam penentuan besaran pokir dan lain-lain itu harus ada keputusan dari pejabat tertinggi di kabupaten tersebut,” tegasnya.
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu