CT Kenang Perintah SBY Soal Penghematan
Biarkan Kantong Pemerintah Tipis, Asal Kantong Rakyat Tebal

JAKARTA - Mantan Menko Perekonomian Chairul Tanjung (CT) mengomentari soal efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, efisiensi itu penting, tapi harus tepat agar tidak salah sasaran. Dia pun mengenang perintah Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal efisiensi anggaran.
“Biarkan kantong pemerintah tipis, asal kantong rakyat tetap tebal,” kata CT meniru perintah SBY.
Pernyataan itu disampaikan CT dalam diskusi panel The Yudhoyono Institute bertajuk “Membangun Ketahanan: Ekonomi Kawasan dalam Dunia yang Terfragmentasi” di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Minggu (13/4/2025). Diskusi ini juga menghadirkan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu, ekonom Chatib Basri, dan Hermanto Siregar, dengan Raden Pardede sebagai moderator.
Dalam paparannya, Bos Trans Corps itu menilai perang tarif yang diterapkan Presiden AS Donald Trump terhadap sejumlah negara berpotensi berdampak serius bagi Indonesia. Jika tidak diantisipasi dengan cepat, tekanan tersebut bisa menyeret perekonomian domestik ke arah pelemahan.
Kenaikan tarif dinilai akan menekan permintaan global dan menjatuhkan harga komoditas. Padahal sektor ini menjadi andalan ekonomi Indonesia. Dampaknya, investasi bisa menurun, fiskal tertekan, dan dunia usaha terdorong melakukan efisiensi yang berisiko memicu PHK.
CT mencatat, tanda-tanda pelemahan sudah terlihat. Harga minyak turun, timah anjlok hingga 17 persen dalam sepekan. Hanya emas yang naik karena dianggap sebagai aset aman.
Dalam kondisi seperti ini, CT menekankan perlunya langkah strategis untuk meredam dampak eksternal agar ekonomi nasional tetap stabil. Ia mendukung efisiensi anggaran pemerintah, asalkan menyasar pos-pos yang tidak mendesak agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
“Saya setuju betul dan mendukung, penghematan itu perlu, tapi yang memang tidak diperlukan. Jangan yang diperlukan, dilakukan penghematan,” ujarnya.
CT kemudian mengenang masa saat dirinya berada di kabinet pemerintahan Presiden SBY. Sebagai Menko Perekonomian, saat itu dirinya mendapat arahan yang menurutnya sangat membekas. Dia diminta untuk memastikan agar efisiensi anggaran yang dilakukan Pemerintah, tidak membuat kantong rakyat tipis.
Menurutnya, pesan itu bermakna penting agar pemerintah menjaga daya beli masyarakat tetap stabil. Ia mengingatkan, pemangkasan kebijakan yang menyentuh sektor dalam negeri bisa berdampak negatif pada pelaku usaha dan ekonomi nasional.
Nah, kalau dipotong-potong yang khususnya di dalam negeri, itu berakibat daya belinya juga akan turun. Dan kalau daya beli turun, ya, itu berpengaruh lagi kepada spiral ekonomi,” tuturnya.
Senada disampaikan ekonom dan Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri. Ia menyampaikan pentingnya melindungi ekonomi domestik di tengah ketidakpastian global akibat perang tarif. Menurutnya, salah satu langkah krusial adalah mendorong belanja fiskal untuk menggerakkan permintaan.
“Kalau waktu kecil diajarkan hemat pangkal kaya, dalam pemulihan ekonomi itu belanja pangkal pulih. Kalau orang belanja, maka permintaan akan terjadi,” ujarnya.
Chatib menjelaskan dorongan permintaan akan mendorong dunia usaha untuk meningkatkan produksi dan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Namun, insentif harus diberikan dengan prioritas yang jelas, mengingat keterbatasan anggaran negara.
“Fokus pada sektor yang dapat menciptakan banyak lapangan kerja. Misalnya, pariwisata karena dampaknya sangat besar pada ekonomi,” tambahnya.
Chatib juga menekankan pentingnya perlindungan sosial untuk memperkuat daya beli masyarakat yang sudah melemah sejak sebelum gejolak akibat kebijakan Trump. Salah satu faktor penyebabnya adalah dominasi pekerja informal, yang umumnya memiliki upah rendah.
“Perlindungan sosial seperti BLT, Program Keluarga Harapan (PKH), atau percepatan program Makan Bergizi Gratis (MBG) sangat penting untuk memperkuat daya beli masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, Chatib juga mengingatkan pentingnya konsolidasi dengan mitra regional, terutama ASEAN. Di tengah krisis, negara cenderung lebih mementingkan diri sendiri, yang dapat memicu instabilitas. “Oleh karena itu, konsolidasi di dalam ASEAN menjadi sangat penting,” pungkasnya.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 3 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 6 jam yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu