Korban Dokter Cabul Priguna Bertambah, Pelaku Harus Dihukum Berat!

BANDUNG - Kasus pemerkosaan oleh Dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) terhadap sejumlah keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, dikecam banyak pihak. Mereka menuntut pelaku dihukum berat, agar tidak terulang.
Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Audrey Kartisha mendorong pihak kepolisian bertindak tegas dan mengusut tuntas, kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan Priguna Anugerah Pratama (31), dokter PPDS Fakultas Kedokteran Unpad. Dia juga meminta kepolisan mengantisipasi sejumlah sekenario yang mungkin dilakukan pelaku, untuk lolos dari jerat hukum, salah satunya mengajukan kesepakatan damai dengan korban.
"Perlu dicatat, perdamaian antara pelaku dan korban tidak bisa menghapuskan pertanggungjawaban pidana pelaku atas perbuatan yang dilakukan," tegas Audrey dalam keterangannya, dikutip Minggu (13/4/2025).
Dia menjelaskan, payung hukum untuk menyelesaikan perkara kekerasan seksual telah dituangkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pasal 23 UU tersebut menyatakan, perkara kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak.
Sebab itu, Audrey meminta kepolisian tetap menjalankan proses pidana terhadap pelaku, terlepas dari ada atau tidak adanya kesepakatan damai antara kedua pihak. "Jangan sampai, konsep keadilan restoratif atau restorative justice dimaknai secara salah. Kasus TPKS harus dibawa ke ranah hukum," cetusnya.
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Dahlia Madani juga mengutuk kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan Priguna Anugerah Pratama. Menurut dia, Komnas Perempuan mendukung tindakan korban pemerkosaan dokter Priguna, yang berani melapor ke pihak kepolisian.
Langkah itu harus diikuti dengan penanganan kasus yang adil oleh polisi. Ini masa-masa sulit bagi korban, mengalami kekerasan seksual di tempat yang semestinya didedikasikan untuk penyembuhan dan perawatan. Sungguh di luar nalar dan kemanusiaan, dan pasti sangat berat untuk korban dan keluarganya," ujarnya.
Selain memberikan dukungan penuh kepada korban, lanjut Dahlia, Komnas Perempuan juga mengapresiasi respon cepat yang diambil oleh RSHS Bandung, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Unpad yang telah memberhentikan tersangka dari program PPDS.
Sementara, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Surawan mengatakan, hingga saat ini total korban dari aksi biadab yang dilakukan Priguna berjumlah tiga orang. Menurut dia, pelaku menjalankan aksinya dengan dalih melakukan uji alergi dengan menyuntikkan cairan anestesi kepada korban sebelum membawa mereka ke lokasi yang sama, untuk melakukan tindakan pencabulan.
Surawan memastikan, kasus tersebut tidak akan menggunakan pendekatan restoratif. Pasalnya, tindakan tersebut dilakukan secara berulang. "Nggak ada pencabutan laporan korban yang kami proses hukumnya. Damainjuga nggak ada upaya, karena ini perbuatan berulang,” tegasnya.
Lebih lanjut, Surawan menyatakan, Polda Jabar akan menjerat Priguna dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 64 KUHP tentang perbuatan berulang, yang dapat memperberat ancaman hukuman. "Pelaku terancam pidana maksimal 17 tahun penjara," imbuhnya.
Kuasa hukum Priguna, Ferdy Rizky Adilya, menyampaikan, kliennya sangat menyesali perbuatannya dan telah menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak yang terdampak atas kasus ini. "Dengan penuh penyesalan, klien kami menitipkan permohonan maaf yang tulus kepada korban, keluarga korban, dan masyarakat Indonesia atas kejadian ini," ujarnya.
Diketahui, kasus dugaan pelecehan seksual oleh dokter residen PPDS Unpad terungkap setelah akun Instagram tentang PPDS, @ppdsgramm, mengunggah tangkapan layar berisi informasi terkait kasus tersebut.
Assalamualaikum dok, izin saya mendapat informasi bahwa ada 2 Residen Anestesi PPDS FK ***** melakukan pemerkosaan kepada penunggu pasien dengan menggunakan obat bius. (Terdapat bukti CCTV lengkap). Keluarga pasien menuntut secara hukum kepada 2 Residen, dan *****," tulis tangkapan layar itu.
Kemudian, tangkapan layar tersebut dibagikan ulang di media sosial X oleh akun @txtdarijasputih. Unggahan itu pun viral dan mendapat sorotan dari pengguna media sosial, dengan lebih dari 4,7 juta tayangan, dan 19 ribu komentar. Akun X itu kemudian membagikan ulang kronologi kasus tersebut berdasarkan pesan yang dikirim kepada Instagram @ppdsgramm.
Dalam unggahan itu disebutkan, pasien yang dirawat di ICU dan ditemani oleh anak perempuannya. Setelah pasien melakukan operasi dan membutuhkan darah, pelaku menawarkan crossmatch (pemeriksaan kecocokan darah) kepada anak pasien dengan iming-iming proses lebih cepat.
Dibawalah pasien ke gedung MCHC lantai 7. Which is gedung baru. lantai 7-nya masih kosong," tulis tangkapan layar dari unggahan itu. Di lantai 7, korban diminta menganti baju dengan baju pasien dan dipasangkan akses IV dengan zat midazolam.
Setelah itu, pelecehan seksual pun terjadi sekitar tengah malam. Pelaku sempat menunggu korban hingga sadar. Korban baru sadar sekitar pukul 4 atau 5 pagi dan terlihat sempoyongan saat berjalan di lorong lantai 7. Setelah itu, korban mengeluh sakit tidak hanya pada tangan, tapi juga pada bagian vitalnya.
Selain mengecam kejahatan tersebut, netizen juga mendorong aparat penegak hukum untuk memberikan sanksi maksimal kepada pelaku. "Kalau hukum yang resmi tidak bisa beresin, pelaku diserahkan saja ke masyarakat. Biar hukum rimba yang beresin," cuit akun @aditxtida.
Biadab! Sudah seharusnya pelaku dapat hukuman kebiri," tulis akun @Cortingg. "Ini memalukan profesi dokter, mencoreng kemanusiaan, dan kesusilaan. Pelaku layak dihukum paling berat, kalau perlu dikirim ke sel isolasi nusakambangan," timpal akUN @4812390712.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 4 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 7 jam yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu