TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Kolaborasi Atasi Macet, DKI-Banten Matangkan Perluasan Rute MRT

Reporter & Editor : AY
Senin, 14 April 2025 | 11:20 WIB
Solat Jumat bersama. Wagub DKI Rano Karno (kanan) saat melakukan kunjungan balasan ke Pemprov Banten diterima Gubernur Banten Andra Soni.  Foto : Ist
Solat Jumat bersama. Wagub DKI Rano Karno (kanan) saat melakukan kunjungan balasan ke Pemprov Banten diterima Gubernur Banten Andra Soni. Foto : Ist

SERANG - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan Pemprov Banten matangkan rencana perluasan rute Mass Rapid Transit (MRT) dan Transjabodetabek. Draf perencanaan kini mulai menyentuh urusan teknis.

 

Jumat (11/4/2025), Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Rano Karno mengunjungi Kan­tor Pemprov Banten di Kota Serang, membahas rencana kolaborasi antara dua daerah.

 

Kedatangan Rano merupakan kunjungan balasan. Sebelumnya, Gubernur Banten Andra Soni mengunjungi Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (9/4/2025).

 

Dalam pertemuan itu, Pra­mono dan Andra Soni sepakat memperluas rute MRT dari Lebak Bulus ke Balaraja.

 

Rano menjelaskan, kedua provinsi makin serius memba­has kolaborasi untuk mengatasi kemacetan. Selain MRT, kedua provinsi membahas perluasan rute Transjabodetabek.

 

“Kalau dulu Transjakarta su­dah melayani hingga mencapai kota penyangga Jakarta, seka­rang kita akan memperpanjang menjadi Transjabodetabek,” kata Bang Doel, sapaan akrab Rano Karno.

 

Bang Doel bilang, ke depan Transjabodetabek akan melin­tas wilayah Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.

 

Untuk teknis dan skema alur integrasi Transjabodetabek ini, lanjut Bang Doel, ia akan diskusi dulu dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta.

 

“Nanti kami akan hitung dulu, pool-nya ada di mana saja,” ujarnya.

 

Gubernur Banten Andra Soni menyambut baik rencana terse­but. Andra Soni menyebut, hubungan antar daerah penyangga diharapkan dapat terus terjalin dengan baik. Kata dia, permasalahan yang dialami oleh Ja­karta juga terjadi di Banten, seperti kemacetan dan banjir.

 

“Jakarta pagi hari macet, kemudian sore hari kami yang kebagian macet. Kalau Jakarta kebanjiran, kami juga kebanjiran,” ucap Andra Soni.

 

Dia berharap, koordinasi Banten dan Jakarta bisa menghasil­kan kolaborasi positif, baik di tingkat kebijakan pembangunan infrastruktur maupun kebijakan administrasi.

 

Tambah Rute Ke Citayam

 

Ketua Komisi B Dewan Per­wakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Nova Harivan Paloh mengusulkan Transjabodetabek menambah rute hingga ke Bo­jonggede dan Citayam, Kabu­paten Bogor, Jawa Barat. Menu­rutnya, penambahan rute tersebut bisa mengurangi kemacetan dan polusi udara di Jakarta.

 

Saya baru saja melakukan kunjungan kerja ke Dinas Per­hubungan (Dishub) Bogor. Mereka sebenarnya menginginkan agar Transjakarta memiliki jalur, yang salah satunya melewati kawasan tersebut. Artinya, bus dari Bojonggede bisa langsung menuju Stasiun Manggarai,” kata Nova, Sabtu (12/4/2025).

 

Nova menyampaikan, Stasiun Manggarai sudah sangat padat. Terutama pada jam sibuk pagi dan sore hari saat orang pergi dan pulang kerja. Dia berharap, dengan adanya pilihan transportasi massal baru dari Transjabodeta­bek, warga Jakarta yang tinggal di daerah penyangga bisa lebih mudah mengakses pusat kota.

 

Rute ini bisa membantu mengurai penumpukan penumpang di Manggarai pada jalur kereta. Penumpang jadi bisa lebih terse­bar,” ujarnya.

 

Nova juga mengusulkan, Transjabodetabek rute Citayam dan Bojonggede diutamakan beroperasi pada jam sibuk. Lang­kah ini untuk menghindari keru­gian yang dialami Pemprov DKI Jakarta. Karena, pembayaran kepada operator menggunakan sistem rupiah per kilometer.

 

Nova mengungkapkan, Dinas Perhubungan (Diahub) DKI Jakarta telah melakukan kajian mengenai rute baru Transja­karta ini. Ke depan, Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov Jawa Barat dapat bekerja sama untuk merealisasikan wacana rute baru transportasi massal ini.

 

Rute ini tidak harus meng­gunakan jalur khusus, bisa me­manfaatkan jalur biasa. Yang penting adalah pengembangan konsep Transit Oriented Development (TOD),” pungkasnya.

 

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Ma­syarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowar­no menilai, perluasan layanan transportasi massal merupakan rencana bagus. Namun, pengem­bangan transportasi publik ini akan memakan anggaran cukup besar, apalagi untuk MRT.

 

Menurut Djoko, meski memi­liki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) cukup besar, di atas Rp 80 triliun setiap tahun, Pemprov DKI tidak akan sanggup menggarap proyek MRT.

 

“Butuh suntikan dari Pemerintah Pusat, tapi sebaiknya jangan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN lebih baik untuk membenahi transportasi umum di luar Jawa,” kata Djoko, Minggu (13/4/2025).

 

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata me­nyarankan, Pemprov DKI lebih memfokuskan pengembangan Transjabodetabek untuk wilayah penyangga. Menurutnya, kajian pengembangan Transjabode­tabek ini juga sudah dilakukan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).

 

Dia menekankan, dia, pengem­bangan layanan Transjabodetabek ini harus menjangkau kawasan perumahan sehingga dapat mengalihkan pengguna kendaraan pribadi menggunakan angkutan umum.

 

Djoko bilang, saat ini beban masyarakat, khususnya generasi muda, cukup berat dalam men­jangkau hunian. Selain harus membeli rumah yang harganya semakin mahal, juga harus mem­beli kendaraan bermotor. Pasal­nya, kawasan perumahan yang ditempati tidak memiliki fasili­tas transportasi umum menuju tempat kerja.

 

Padahal sebelum era 1990-an, Pemerintah menerapkan kebijakan pembangunan ka­wasan perumahan diimbangi ada layanan transportasi umum, seperti angkutan kota, bus umum atau bus Damri. Namun, saat ini, layanan angkutan kota ke pemu­kiman itu kian terkikis. Bah­kan sudah banyak yang hilang, meskipun kawasan perumahan masih tetap ada. Akibatnya, masyarakat ketergantungan dengan ojek. Di Jabodetabek, lanjutnya, komposisi angkutan umum hanya tersisa 2 persen, mobil 23 persen dan sepeda mo­tor mencapai 75 persen.

 

Ini dampak tidak sinkron antara pembangunan kawasan perumahan dengan layanan transportasi,” katanya.

 

Dia menilai, rencana perluasan layanan Transjabodetabek akan sangat membantu mengurangi penggunaan pribadi ke Kota Jakarta.

 

“Penerapan jalan berbayar atau ERP (electronic road pric­ing) juga perlu dipertimbangkan untuk mengendalikan mobilitas kendaraan pribadi di Jakarta,” tandasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit