Indonesia Dituding AS Banyak Jual Barang Bajakan

JAKARTA - Pemerintah didorong aktif dalam mengawasi perdagangan di e-commerce terhadap produk bajakan. Pengawasan saat ini terkesan pasif dan baru bertindak jika mendapatkan laporan dari pemegang merek asli.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) menuding sejumlah platform e-commerce yang beroperasi di Indonesia menjadi wadah jual beli barang bajakan.
Sorotan itu muncul dalam ‘2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers,’ yang dirilis Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR), yang dirilis 31 Maret 2025.
Pemerintah AS mendesak Indonesia untuk lebih serius menggunakan Satgas Penegakan HKI (Hak Kekayaan Intelektual) dalam meningkatkan koordinasi antarlembaga.
Menyoal ini, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, keberadaan barang-barang bajakan di e-commerce selama ini memang sudah terjadi. Hal itu terjadi karena ada konsumen yang mengincar barang bermerek dengan harga murah.
Hal ini karena masyarakat kita, masih menganut prinsip price oriented consumer,” ucap Nailul kepada Redaksi, kemarin.
Diakui Nailul, penjualan barang tiruan atau bajakan di Indonesia turut merugikan AS sebagai salah satu penghasil produk dan brand ternama.
Terlebih Indonesia merupakan pasar yang besar bagi para brand ternama. Mau tidak mau, tegas Nailul, pelarangan penjualan barang palsu di e-commerce juga perlu dilakukan.
“Salah satu cara meminimalisir produk palsu adalah dengan kurasi oleh pengelola platform. Sehingga penjual melalui proses seleksi dahulu,” saran Nailul.
Nailul juga menyoroti, sikap Pemerintah Indonesia selama ini yang cenderung hanya menunggu laporan dari pemegang merek, sebelum menindak pelanggaran HKI.
Hal tersebut harus diubah. Pasalnya, pendekatan tersebut hanya menimbulkan kesan bahwa negara bersikap pasif terhadap pelanggaran hukum yang jelas.
“Perlu ada reposisi paradigma dari sekadar penegakan berbasis laporan menuju penertiban sistem dan proaktif,” tegasnya.
Sedangkan Sekretaris Jenderal idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia) Budi Primawan memastikan, anggota sudah menerapkan sistem pengawasan terkait produk.
Seperti flagging alias penandaan, monitoring menggunakan kecerdasan buatan atau AI (Artificial Intelligence), kerja sama dengan pemilik merek hingga edukasi para penjual.
“Pemilik merek bisa melapor melalui fitur pelaporan di masing-masing platform, jika produknya dirasa ditiru. Begitu juga dengan pengguna lainnya, apabila menemukan adanya pelanggaran,” imbaunya.
idEA berencana mendorong anggota, untuk memperketat pengawasan internal untuk mengantisipasi masuknya produk bajakan di platform e-commerce.
“Diharapkan supaya industri semakin bersih dan terpercaya, serta tetap bisa berkembang secara sehat di mata dunia,” tuturnya.
Sementara dari sisi pelaku e-commerce, Presiden Direktur Tokopedia dan TikTok E-Commerce Melissa Siska Juminto turut meyakinkan, barang-barang yang diperjualbelikan di platform dipastikan harus seorang Warga Negara Indonesia (WNI).
“Dia harus mempunyai dokumen dan memang WNI yang menjalankan. Itu untuk memastikan produk yang dijual asli dari Indonesia, bukan barang palsu atau bajakan,” kata Melissa kepada Redaksi, kemarin.
Tokopedia dan TikTok Shop, sambung Melissa, sangat menjunjung tinggi dan memiliki standar yang tinggi terkait keaslian produk.
Melissa menyebutkan, pihaknya memiliki pusat perlindungan HKI.
Setiap brand kalau ada komplain atau hal yang bermasalah, langsung melapor ke kami, dan akan langsung ditindaklanjuti,” ungkapnya.
Melissa menjelaskan, sebagai platform, pihaknya tidak bisa menilai produk ini asli atau palsu. Karena pihaknya tidak mempunyai barang.
“Kami juga sangat bergantung kepada buyer. Kalau memang ini palsu, silakan dilaporkan, akan kami langsung tindak,” tegasnya.
Ia juga memastikan, Tokopedia dan TikTok Shop telah membuat standar tinggi dan melindungi hak masing-masing brand.
Termasuk dalam mewaspadai adanya serbuan barang impor akibat perang dagang yang terjadi antara AS dan China, serta negara-negara lainnya.
“Untuk itu kami mengimbau, agar pembeli membeli langsung belanja di brand mall atau power shop yang merupakan produk lokal dan perlindungan HKI,” ujarnya.
Sebelumnya, USTR dalam laporannya mencatat, berbagai produk tiruan, mulai dari fesyen, tas, dompet, mainan hingga pakaian bermerek masih mudah ditemukan di platform-platform tersebut.
Selain e-commerce, pasar fisik seperti Mangga Dua masuk daftar pantauan prioritas. Pasar ini tercantum dalam Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy 2024.
USTR menilai, kurangnya penegakan hukum atas pelanggaran HKI di Indonesia, masih menjadi masalah utama.
AS mendorong Indonesia untuk lebih aktif memanfaatkan gugus tugas penegakan HKI, guna meningkatkan koordinasi antara lembaga dan kementerian terkait.
“Amerika juga terus mendorong Indonesia untuk menyediakan sistem perlindungan yang efektif terhadap penggunaan komersial yang tidak adil,” tulis USTR.
TangselCity | 21 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 17 jam yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu