Memprihatinkan, Korban Predator Anak Di Jepara Mencapai 31 Anak

JAKARTA - Kasus predator seksual terhadap anak di Jepara, Jawa Tengah (Jateng), memicu keprihatinan banyak pihak. Diharapkan, itu menjadi kasus terakhir dan tidak terulang di daerah lain.
Anggota Komisi IX DPR Ashabul Kahfi menyatakan, kasus predator anak yang terjadi di Jepara merupakan tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan. Pasalnya, jumlah korban dalam kasus itu mencapai 31 anak.
“Saya sangat prihatin, bahkan marah, dengan terungkapnya kasus predator seksual di Jepara. Ini bukan sekadar kejahatan,” ujar Kahfi dalam keterangannya dikutip, Senin (5/5/2025).
Politisi PAN ini menegaskan, kasus di Jepara harus jadi peringatan banyak pihak. Di tingkat pusat, Pemerintah harus lebih gencar memberikan perlidungan kepada generasi bangsa melalui berbagai kebijakan, utamanya dari ancaman kekerasan hingga pelecehan seksual.
Saya tegaskan, negara harus benar-benar hadir. Jangan setengah hati. Anak-anak adalah masa depan kita. Kalau kita biarkan dan kasus seperti ini terus berulang, berarti kita gagal sebagai bangsa,” tegasnya.
Kahfi mengatakan, di tingkat Pemerintah Daerah (Pemda) para kepala daerah harus membentuk unit Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di semua desa dan kelurahan. Hal itu harus segera dilakukan, jangan menunggu hingga adanya korban.
“Kita harus berani bicara soal pendidikan seksual yang sehat. Ini penting. Tanpa tabu. Tanpa stigma. Anak-anak kita harus tahu cara melindungi diri mereka sendiri. Orang tua dan guru juga perlu diedukasi. RT, RW semua harus paham tanda-tanda kekerasan seksual. Intinya, jangan beri ruang untuk predator seksual di negeri ini,” jelasnya.
Terkait para korban di Jepara, Kahfi mendesak Komnas Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kepolisian, segera mengambil langkah-langkag konkret, utamanya soal pemulihan para korban.
Pertama, pastikan pemulihan psikologis anak-anak korban berjalan dengan serius. Bukan cuma sekali dua kali trauma healing lalu selesai. Harus ada pendampingan jangka panjang.
Kedua, kejar pelaku sampai ke akar. Periksa juga kemungkinan adanya jaringan atau penyebaran konten ilegal.
Selain itu, Kahfi juga meminta pelaku di hukum seberat-beratnya dengan pasal berlapis sesuai dengan kesalahan yang diperbuatnya.
“Ini bukan cuma soal penegakan hukum. Ini soal penegakan nurani. Kalau perlu, kita revisi kebijakan, kita perketat aturan karena anak-anak kita harus dilindungi,” tandasnya.
Komisioner Komnas Perempuan Dahlia Madanih menyampaikan, pihaknya terus memantau perkembangan kasus predator seksual anak di Jepara. Dari sisi hukum, hukuman bagi pelaku direkomendasikan diperberat/ditambah 1 per 3 dari pidana yang dilakukan.
Sebab, lanjut Dahlia, pelaku sudah memenuhi empat unsur dalam Pasal 15 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Di antaranya, dilakukan lebih dari 1 kali kepada lebih dari 1 korban, dilakukan terhadap anak, dan menggunakan sarana elektronik.
Tak hanya itu, harus dilihat juga unsur berikutnya, yakni bila korban mengalami luka berat, berdampak psikologis berat, atau menular (misalnya dari informasi kepolisian, ada korban yang berniat bunuh diri),” ujarnya.
Tak hanya itu, harus dilihat juga unsur berikutnya, yakni bila korban mengalami luka berat, berdampak psikologis berat, atau menular (misalnya dari informasi kepolisian, ada korban yang berniat bunuh diri),” ujarnya.
Tidak kalah penting, lanjut Dahlia, pihak kepolisiaan juga harus memberikan perlindungan dan pemulihan yang bida digunakan serta diakses oleh korban.
“Seluruh proses hukum yang digunakan harus mengacu pada hukum acara di TPKS, guna memberi perlindungan dan pemulihan secara komprehensif dan terpadu kepada para korban,” imbuhnya.
Komisioner KPAI Diyah Puspitarini meminta kepolisian menerapkan pasal berlapis kepada pelalu atau predator anak di Jepara. Pihaknya juga telah meminta pekerja sosial turun ke lapangan untuk mendalami motif pelaku.
KPAI juga meminta adanya usaha pelacakan menyeluruh terhadap anak-anak korban yang mungkin belum terungkap.
“Sebab, ini sangat terencana. Kami minta kepolisian menjerat pelaku dengan pasal 340 KUHP dan juga Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 76E juncto 81,” tuturnya.
Diketahui, kepolisian berhasil membongkar kasus predator seksual terhadap anak di Jepara, Rabu (30/4/2025). Dalam kasus ini aparat berhasil meringkus pelaku.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio menjelaskan, dari pengakuan tersangka, aksi pencabulan hingga pemerkosaan kepada anak dilakukan sejak September 2024 di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Dari 31 korban, sebagian diperkosa oleh tersangka.
Bejatnya lagi, dari hasil pemeriksaan, tersangka merekam setiap aksi pencabulan terhadap para korban. Bahkan tersangka menyimpan di file dengan nama-nama para korban.
“Bagi warga yang menjadi korban, monggo melaporkan kepada kepolisian terdekat, bisa Polda Jateng, Polres Jepara. Monggo, silakan,” ujar Dwi.
Kasus predator seksual di Jepara ramai diperbincangkan netizen di media sosial X. Bahkan, sejumlah netizen mengusulkan agar pelaku dihukum seumur hidup atau hukuman mati.
“Di lingkungannya, pelaku terkenal pendiam. Sekarang, siapa sangka dibalik kediamannya, ada sifat iblis,” cuit akun @Pai_C1.
“Hukum manusia bejat itu dengan hukuman yang setimpal dan bikin kapok. Mati!” cetus akun @negativisme.
“Plisss lah... Hukuman buat predotor diberatin, makin kesini makin banyak kasus. Ngeri banget, kalau nggak ada efek jera bagi para pelaku,” harap akun @tytriyana_16.
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu