Ekonomi RI Diprediksi Melebihi AS Dan China

JAKARTA - Di tengah perlambatan ekonomi global, Indonesia justru menunjukkan ketangguhan. Pertumbuhan ekonomi nasional diprediksi lebih tinggi dibanding Amerika Serikat (AS) dan China pada 2025.
Konsumsi rumah tangga yang kuat serta struktur ekonomi berbasis permintaan domestik, menjadi faktor utama yang menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah tekanan global.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menilai, tantangan ekonomi global pada tahun ini sangat kompleks. Hal itu tercermin dari melemahnya proyeksi pertumbuhan ekonomi sejumlah negara maju, termasuk AS dan China.
Berdasarkan proyeksi Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), pertumbuhan ekonomi global tahun ini hanya mencapai 2,8 persen. Sedangkan AS sekitar 1,8 persen dan China 4 persen.
“Indonesia diproyeksikan tumbuh lebih tinggi, yakni sebesar 4,7 persen,” ujar Destry dalam acara Outlook Ekonomi DPR yang digelar di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (20/5/2025).
Menurutnya, stabilitas pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif lebih baik dibandingkan dengan banyak negara lain. Pada kuartal I-2025, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar 4,87 persen.
“Angka itu juga lebih tinggi dibandingkan Malaysia yang tumbuh 4,4 persen dan Thailand 3,1 persen,” bebernya.
Mantan anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Sosial (LPS) itu menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang kuat oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh mendekati 5 persen, tepatnya 4,89 persen. Konsumsi inilah yang menjadi faktor utama ketahanan ekonomi Indonesia.
Struktur ekonomi kita berbasis pada permintaan domestik. Konsumsi masyarakat, investasi dan pengeluaran Pemerintah berkontribusi lebih dari 90 persen terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB),” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan, sejumlah faktor kebijakan moneter sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. Seperti inflasi dan stabilitas nilai tukar.
Dia menekankan pentingnya koordinasi kebijakan lintas lembaga. Termasuk menghadapi dinamika global yang turut memengaruhi kondisi domestik.
“Namun, semua itu harus ditopang oleh pengawasan sektor perbankan yang kuat dan sistem keuangan yang prudent. Ini akan menjadi dorongan bagi sektor riil di tengah tekanan global. Maka dari itu, pengawasan yang ketat menjadi krusial,” tutur Misbakhun.
Dia menegaskan, pengawasan terhadap industri perbankan merupakan tanggung jawab BI.
Sementara, pertumbuhan ekonomi yang sehat juga memerlukan industri jasa keuangan dan asuransi kredit yang solid dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan penting.
Politisi Golkar itu menambahkan, LPS juga memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas sektor keuangan.
Menurut Misbakhun, LPS harus memastikan bahwa seluruh proses bisnis dalam industri jasa keuangan berjalan dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi.
“Kami di parlemen ingin menciptakan iklim politik yang suportif, kondusif dan kolaboratif. Ini menjadi tanggung jawab kami untuk mengkonsolidasikan para pemangku kepentingan dalam satu langkah dan irama yang sejalan,” pungkasnya.
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Nasional | 10 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu