TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

1 Oktober Yang Sakti

Oleh: Prof. Tjipta Lesmana
Sabtu, 01 Oktober 2022 | 08:09 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

JAKARTA - Tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 10 pagi, saya mendengar siaran berita RRI di rumah. Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion Cakrabirawa yang mengawal istana Presiden di Jakarta mengumumkan 2 komunike kepada rakyat Indonesia.

Pertama, ia telah bertindak untuk mencegah berkuasanya suatu coup kontra revolusioner yang dilakukan oleh jenderal-jenderal tentara dan dibantu oleh CIA Amerika Serikat yang merencanakan “suatu demonstrasi kekuasaan” pada Hari Angkatan Bersenjata pada tanggal 5 OKtober.

Komunike kedua mengumumkan bahwa Letkol Untung telah membentuk suatu Dewan Revolusioner yang beranggotakan 45 orang untuk menyusun pemerintahan negara sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan baru. Komunike itu tidak menyebut nama, apalagi kedudukan Presiden Soekarno.

Dewan Revolusioner dipimpin oleh Dr. Subandrio, Wakil Perdana Menteri I, Menteri kesayangan Soekarno. Komunike itu juga mengumumkan dihapuskannya semua pangkat militer di atas Kolonel. Artinya, pangkat tertinggi militer terhitung hari itu, ditetapkan maksimal Kolonel, tidak ada Jenderal lagi.

Jadi, Untung cs. mengaku berhasil menggagalkan percobaan kudeta yang dilancarakan oleh sejumlah Jenderal reaksioner dengan dukungan Amerika, lalu membentuk Dewan Revolusioner untuk menjalankan pemerintahan baru.

Karena sering membaca buku politik, saya sudah punya feeling keanehan mendengar warta berita ini yang singkat tapi sangat substantif isinya. Apa yang sedang terjadi? Apa itu Dewan Revolusioner? Apakah Dewan menggantikan kabinet? Lalu, ke mana Presiden Soekarno? Kenapa namanya tidak disebut dalam Dewan Revolusioner itu? Kenapa semua pangkat militer diturunkan, dengan Kolonel sebagai pangkat tertinggi? Apakah para jenderal, terutama Jenderal A.H. Nasution, mau diturunkan pangkatnya jadi Kolonel?    

Seharian itu, saya pasang kuping di radio, mengikuti terus menit demi menit berita-berita selanjutnya dari RRI. Perkembangan politik hari itu berkembang super-cepat.

Rupanya, 1 Oktober 1965 negara kita diguncang oleh aksi kudeta yang kemudian diketahui dilancarkan oleh PKI dibantu anasir-anasir militer pimpinan Letkol Untung dari Batalion Cakrabirawa, pasukan elite Istana Negara dan Brigadir Jenderal Soepardjo.

Pagi buta 1 Oktober 1965 pasukan Untung dibantu oleh pemuda-pemuda yang tergabung dalam organisasi Pemuda Rakyat telah melancarkan operasi kilat melumpuhkan sejumlah Jenderal pimpinan Angkatan Darat dengan cara kejam: ditangkap dan diculik paksa dari rumah kediamannya masing-masing, kemudian dilempar ke Lubang Buaya, di daerah Halim Perdanakusuma.   

Mereka yang menjadi korban tindakan brutal pasukan Letkol Untung: Jenderal Achmad Yani, Menteri/Kepala Staf Angkatan Darat, Mayjen Suprapto, Asisten II Men/Pangad, Mayjen M.T. Haryono, Asisten III Men/Pangad, Brigjen D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad, Mayjen S. Parman, Asisten I/Menpangad, dan Letnan Tendean, ajudan Jenderal A.H. Nasution; Nasution sendiri lolos dari kepungan para pemberontak, melompati pagar Gedung sebelah rumah, Kedutaan Besar Pakistan di Jalan Teuku Umar.

Mayjen Soeharto, Panglima Kostrad, dengan cepat bertindak untuk melumpuhkan aksi kudeta. Tanggal 1 Oktober sore, Pasukan Kodam Siliwangi pimpinan Mayjen Ibrahim Adjie bersama pasukan Kostrad pimpinan Mayjen Soeharto menyerbu Kawasan Halim Perdanakusuma dan dengan cepat melumpuhkan pasukan Untung di sekitar Lubang Buaya. Beberapa instansi penting pemerintah seperti RRI dan TVRI dengan kilat dikuasai kembali oleh tentara.  

DN Aidit, Ketua Partai Komunis Indonesa (PKI), berhasil ditangkap di sebuah kota di Jawa Tengah. Subandrio secara kilat diseret ke pengadilan Mahmillub pimpinan Kolonel Ali Said, S.H. Tanggal 25 OKtober 1966 ia dijatuhi hukuman mati.

Kudeta 1965, jelas, suatu aksi militer untuk menghancurkan Pancasila dan menggantinya dengan ideologi komunisme, walaupun ada versi lain yang mengatakan G30S/PKI sesungguhnya digerakkan oleh Soeharto untuk merebut kekuasaa. Masak iya?         

Singkat kata, jika TNI ketika itu tidak bertindak super-cepat menumpas G30 S/PKI, ideologi Pancasila niscaya sudah “jadi almarhum”.

Tanggal 1 Oktober oleh pemerintah Orde Baru kemudian ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Tanggal 1 Oktober juga memiliki nilai sejarah luar biasa bagi bangsa China.

Pada 1 Oktober 1949 pukul 15:00, Ketua Mao Je-dong didampingi sejumlah rekan seperjuangannya, memproklamirkan negara Republik Rakyat China yang berazaskan komunisme, di Lapangan Tian An-men setelah mengakhiri perang saudara puluhan tahun melawan pendudukan Jepang dan pemerintahan nasionalis China pimpinan Chiang Kai Sek.

Sejarah kemerdekaan RRT mungkin berawal dari tahun Tevolusi 1911 ketika terbentuknya pemerintahan sementara, kemudian pembantaian Shanghai, perang sino-Jepang I dan II, pembantaian Nanjing dan seterusnya.

Mao Je-dong dan Chiang Kai-Sek adalah dua tokoh musuh bebuyutan karena perbedaan paham ideologi yang sangat tajam: Yang satu sejak awal memeluk komunisme, lainnya nasionalisme.

Sejarah RRT mungkin memiliki banyak persamaan dengan sejarah Indonesia, penuh liku-liku yang pahit dan korban jiwa. Bedanya, kita dijajah satu negara selama 3 abad, yaitu Belanda. China dijajah oleh sejumlah negara asing sebelum terlibat perang saudara dengan sesama bangsa, yaitu kelompok nasionalis pimpinan Chiang Kai-sek.

Maka, China selama puluhan tahun, bahkan ratusan tahun dicabik-cabik oleh perpecahan dan pergantian dinasti yang tiada henti-hentinya.

Bangsa asing, khususnya Amerika, sejak awal tampaknya tidak menghendaki persatuan China karena “perspektif ketakutan” di mata asing bahwa China yang bersatu dan kuat akan membahayakan perdamaian internasional.

Maka, RRT pun berkali-kali digoyang setelah merdeka pada 1 Oktober 1949. Revolusi Kebudayaan berlangsung 10 tahun, menelan korban jutaan rakyat.

Revolusi ini diinisiasi oleh Ketua Mao. Ia menuding anasir-anasir kapitalistis telah mengotori komunsme China dan segala aspek kehidupannya.

Maka, Revolusi Kebudayaan dilancarkan untuk membersihkan anasir-anasir borjuis di semua aspek kehidupan di China. Siapa saja yang “distempel” telah menyimpang jauh tingkah-laku dan pendangannya dari ideologi komunisme, langsung disuruh kerja paksa, dicuci otaknya atau dieksekusi mati…….

Reviolusi Kebudayaan berakhir pada 1976, hampir bertepatan dengan wafatnya Ketua Mao. Pada pertengahan decade 80-an, China diguncang lagi oleh tuntutan mahasiswa akan kebebasan. Lapangan Tian An-men pada 1985-1986 dibanjiri aksi-aksi demo yang kian hari kian membesar.

Tatkala Deng melihat aksi kebebasan mahasiswa, pelajar dan guru sudah berada pada tingkat bahaya, ia perintahkan tentara untuk melumpuhkan ” aksi kebebasan yang sudah kebablasan itu. Konon sekitar 3 juta penduduk tewas oleh tindakan keras Tentara pembebasan China.

Setelah mengalami transisi beberapa kepemimpinan, China bangkit kembali, bahkan dengan kecepatan luar biasa, dibawah pimpinan Deng Xiao-ping. Semua orang dari manca negara kemudian mengakui China mengalami loncatan kemajuan yang luar biasa. Kini China boleh dikatakan negara kuat di bidang ekonomi, teknologi maupun militer.

Amerika Serikat pun tampak “keteter” dengan kekuatan RRT. Ancaman perang terbuka antara kedua negara menghantui dunia internasonal dipicu oleh dua masalah panas: Taiwan dan South China Sea yang diklaim milik Beijing..

Di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jin-ping, China seolah bertambah jaya dan tidak takut dengan negara mana pun.

Hari ini, 1 Oktober 2022, Presiden Xi tentu akan tampil di Lapangan Tian An-men, dengan wajah berseri-seri menyampaikan pidato kenegaraannya yang berapi-api untuk merayakan Hari Kemerdekaan RRT yang ke-73. Menantang Amerika Serikat, sekaligus mengajak dunia internasional untuk tidak takut pada AS?!            

Di berbagai negara lain, 1 Oktober, juga memiliki arti khusus bagi bangsa atau masyarakatnya. Bagi saya dan isteri, 1 Oktober juga membawa kebahagiaan tersendiri. Lima tahun yang lalu, Tuhan yang Maha Baik memberkati keluarga kami dengan 2 (dua) cucu kembar ganteng dan pintar: Arveludo dan Ardeleon.

Sejak mereka lahir 5 tahun yang lalu kami sering sekali momong, bermain-main sambil menggembleng mereka dengan pendidikan, termasuk pendidikan Pancasila walaupun masih sumir pengetahuan yang kami “masuki” ke benaknya dan perilakunya.

Kita wajib melaksanakan dan mempertahankan Pancasila. Siapa saja, kelomok mana saja yang mencoba-coba mengganti Pancasila dengan ideologi lain, apa pun alasannya, harus dilawan mati-matian! (rm.id)

Komentar:
Berita Lainnya
Dahlan Iskan
Datuk ITB
Sabtu, 23 November 2024
Foto : Ist
Jangan Ada Lagi Makelar Proyek
Sabtu, 23 November 2024
Dahlan Iskan
Kokkang Ibunda
Jumat, 22 November 2024
Dahlan Iskan
Critical Parah
Rabu, 20 November 2024
Dahlan Iskan
Tafsir Iqra
Selasa, 19 November 2024
Dahlan Iskan
Medali Debat
Senin, 18 November 2024
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo