56 Dapur MBG Dinonaktifkan Sementara

JAKARTA - Badan Gizi Nasional (BGN) terus memperbaiki pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Langkah terbaru yang dilakukan adalah menonaktifkan sementara waktu 56 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) alias dapur MBG imbas kasus keracunan.
Wakil Kepala BGN Nanik S Deyang menerangkan, penonaktifan 56 dapur MBG adalah bagian dari evaluasi menyeluruh sebagaimana diperintahkan Presiden Prabowo Subianto.
“Keselamatan masyarakat, khususnya anak-anak penerima MBG, menjadi prioritas utama," ungkap Nanik, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/9/2025).
Dapur MBG yang dinonaktifkan tersebut di antaranya SPPG Bandung Barat Cipongkor Cijambu, SPPG Bandung Barat Cipongkor Neglasari, SPPG Bandung Barat Cihampelas Mekarmukti, dan SPPG Banggai Kepulauan Tinangkung (Sulawesi Tengah).
Nanik menerangkan, saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tengah menguji sampel makanan dari 56 dapur MBG itu. Hasil pemeriksaan akan jadi dasar dalam menentukan langkah lanjutan. Apakah perbaikan, penguatan pengawasan, atau sanksi bagi mitra penyelenggara yang terbukti lalai.
Dia memastikan, BGN tak akan berkompromi terhadap persoalan yang menyangkut keselamatan penerima manfaat. "Setiap SPPG wajib mematuhi standar keamanan pangan yang sudah ditetapkan," tekannya.
Selain itu, untuk memperkuat mekanisme pengawasan di lapangan, BGN membuka kanal pengaduan masyarakat sebagai upaya meningkatkan kualitas pelaksanaan Program MBG. Dia berharap, berbagai langkah BGN ini akan menjaga kepercayaan publik terhadap program unggulan Presiden Prabowo tersebut.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ikut turun tangan dalam perbaikan pelaksanaan MBG. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta kepala daerah berperan aktif mencegah insiden keracunan MBG. Caranya, dengan menerjunkan Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan program tersebut.
Kata Tito, Dinas Kesehatan harus rutin rapat internal membahas proses bisnis, mekanisme pengecekan makanan di lapangan, sekaligus menerbitkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin turut bekerja aktif dalam perbaikan pelaksanaan MBG. Dia menegaskan, proses percepatan SLHS, sebagai salah satu syarat baru bagi dapur MBG, harus selesai dalam satu bulan.
"Kami dan Pemerintah Daerah juga akan bekerja sama dengan BGN, mengontrol proses penyiapan makanan. Mulai dari pemilihan bahan baku, pengolahan, hingga penyajian makanan," kata Menkes.
Sebelumnya, Presiden Prabowo meminta masalah keracunan MBG harus segera diatasi. Prabowo menginstruksikan jajarannya segera mencari jalan keluar. "Ini masalah besar, saya yakin kita akan selesaikan dengan baik," kata Prabowo, beberapa saat setelah tiba dari lawatan ke luar negeri, di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (27/9/2025) malam.
Prabowo menegaskan perlunya peningkatan tata kelola agar SPPG memiliki koki terlatih dan dilengkapi alat rapid test untuk memeriksa kualitas makanan. Selain itu, setiap SPPG harus memiliki alat sterilisasi food tray, memasang filter air, serta dilengkapi CCTV yang terhubung langsung ke pusat.
Dalam pidatonya pada Musyawarah Nasional VI PKS, di Jakarta, Senin (29/9/2025), Prabowo kembali memerintahkan seluruh dapur penyedia makanan dilengkapi test kit dan semua alat dicuci pakai alat modern untuk membunuh bakteri. "Sebelum distribusi, harus diuji dulu semua, dan langkah preventif lainnya," kata Prabowo.
Prabowo menerangkan, sejak diluncurkan awal tahun, penerima manfaat MBG sudah tembus angka 30 juta anak-anak sekolah, balita, dan ibu hamil. Namun, jumlah sasaran masih jauh dari target 82 juta penerima. "Kita tak bisa paksakan lebih cepat. Sekarang saja, bisa terjadi penyimpangan. Bayangkan kalau kita paksakan," ujar Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.
Penyimpangan yang dimaksud Prabowo adalah pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dilakukan sejumlah SPPG. Inilah yang menyebabkan munculnya kasus keracunan hingga berdampak kepada 5.000 lebih anak penerima MBG. "Tapi, penyimpangan, kekurangan, atau kesalahan itu 0,00017 persen," terang Prabowo.
Pekan lalu, BGN merilis, sepanjang periode Januari hingga September 2025, tercatat ada 70 insiden keamanan pangan, termasuk keracunan, yang berdampak pada 5.914 penerima MBG. Wilayah Jawa menjadi yang terparah dengan 41 kasus yang dengan 3.610 anak terdampak. Disusul Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, dan Nusa Tenggara dengan 20 kasus (997 anak terdampak), serta wilayah Sumatera dengan 9 kasus (1.307 anak terdampak).
Penyebab utama keracunan adalah kontaminasi bakteri berbahaya. Hasil uji laboratorium menemukan adanya bakteri E. coli pada air, nasi, tahu, dan ayam. Selain itu, ditemukan Staphylococcus aureus pada tempe dan bakso, Salmonella pada ayam, telur, dan sayur, serta Bacillus cereus pada menu mie. Sumber air yang terkontaminasi bakteri Coliform, PB, Klebsiella, dan Proteus juga menjadi biang keladi.
Keracunan Kembali Terjadi
Di saat evaluasi tengah berjalan, kasus keracunan kembali terjadi. Sebanyak 20 siswa SDN 01 di Pasar Rebo, Jakarta Timur, muntah-muntah usai menyantap MBG setelah berolahraga, Selasa (30/9/2025).
Salah satu guru SDN 01 Gedong, Trini, menjelaskan, para siswa tersebut langsung dilarikan ke rumah sakit. "Untuk yang di IGD RSUD Pasar Rebo ada lima orang, tapi ada 20 siswa yang mual," terangnya.
Meski demikian, dia belum berani memastikan penyebab keracunan. Lantaran masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. "Hasil belum keluar," jelasnya.
Sejumlah siswa SMPN 1 Kadungora, Garut, Jawa Barat, juga dilarikan ke Puskesmas karena diduga keracunan usai menyantap MBG. Mereka mulai berdatangan ke Puskesmas Kadungora sejak Selasa (30/9/2025) siang.
"Tadi anak saya langsung sesak," kata Wiwin, salah seorang orang tua siswa SMPN 1 Kadungora, yang mendapat laporan dari pihak sekolah, anaknya mengalami keracunan diduga akibat MBG.
Selain pelajar, seorang staf di SMPN 1 Kadungora bernama Lili ikut tumbang di sekolah usai menyantap MBG. "Langsung lemas dan mual. Tadi minum susu, terus ada beberapa makanan. Kacang edamame," ucap lelaki berumur 33 tahun ini.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Yahya Zaini meminta BGN dan para ahli gizi di setiap dapur MBG bekerja maksimal. "Kalau mereka berfungsi dengan baik, tidak akan terjadi keracunan," imbau Yahya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/9/2025).
Selain itu, pengawasan ketat oleh ahli gizi diperlukan sejak tahap awal hingga distribusi. "Kita tetap dukung MBG yang dievaluasi tata kelolanya,” tandasnya.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Opini | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu