Hewan Kurban Cukup, Tapi Tetap Waspada Krisis PMK
JAKARTA - Ketersediaan hewan ternak menghadapi Idul Adha tahun ini dijamin mencukupi. Hewan kurban dipasok dari daerah yang bukan termasuk zona merah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Anggota Komisi IV DPR Luluk Nur Hamidah menghitung, kebutuhan hewan ternak pada tahun ini sebesar 1.722.982 ekor, naik 5-6 persen dibanding tahun 2021 sebesar 1.640.093 ekor. Meski begitu, pemerintah diminta mendirikan crisis center nasional untuk PMK.
Luluk bilang, anggaran yang dibutuhkan untuk mengatasi PMK ini cukup besar. Anggaran itu buat vaksin, pembentukan satgas, bantuan vitamin, penanganan, dan lain sebagainya.
“Kami masih meminta rincian yang lebih detail terkait dengan fungsi pengawasan ini,” kata dia.
Sebelumnya, Komisi IV mendukung kebutuhan anggaran tahun 2022 Kementan untuk penanganan PMK sebesar Rp 4.415.730.025.000. Dukungan itu diberikan saat Rapat Kerja dengan Kementerian Pertanian (Kementan) Senin (13/6).
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menambahkan, sosialisasi kudu terus dilakukan pemerintah dengan membuat iklan layanan masyarakat di media sosial atau pun televisi. Bagaimana cara penanganan PMK seperti saat maraknya wabah Covid-19.
Koordinasi dari semua jajaran, lanjut dia, juga menjadi hal yang sangat penting, agar penanganan wabah PMK bisa dilaksanakan dengan cepat tidak perlu saling menunggu.
Selanjutnya, gugus tugas dan juga satgas yang sudah terbentuk agar segera bekerja.
Bila perlu, lanjutnya, di setiap jalur perbatasan baik antar provinsi, pulau, ataupun kabupaten, bahkan kecamatan ini dijaga.
"Jadi ketika ada PMK di suatu desa ini tidak menyebar ke desa sebelahnya,” kata legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah IV itu.
Sementara, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan penyakit PMK tidak menular ke manusia dan juga aman dikonsumsi manusia.
Namun dari rujukan yang diketahuinya, masyarakat diimbau untuk tidak mengkonsumsi jeroan hewan ternak.
Selain itu, kata Tulus, hewan kurban juga harus sudah tersertifikasi dalam keadaan sehat dan bebas dari PMK. Wabah PMK pada hewan ternak diduga dikarenakan perubahan orientasi kebijakan impor daging.
“Dulu, orientasi dari undang-undang peternakan menganut rezim country based, sekarang zone based,” kata dia.
Yang dimaksud dengan country based, menurut Tulus, adalah mengimpor daging dari negara yang betul-betul bebas PMK.
Sedangkan saat ini pemerintah menggunakan kebijakan zone based atau berdasarkan zona, seperti mengimpor daging dari negara seperti dari India.
India, kata dia, belum seluruhnya bebas dari wabah PMK, hanya beberapa negara bagian saja yang telah bebas dari wabah tersebut.
"Pemerintah harus berani meninjau ulang untuk kemudian kembali ke country based. Kalau memang ini munculnya berasal dari daging dari daerah-daerah yang zona merah tadi,” usul dia.
Langkah investigatif diperlukan untuk mendeteksi asal wabah PMK. Pasalnya, Indonesia dalam waktu cukup lama sudah terbebas dari wabah penyakit ternak tersebut, karena impor sapi bakalan atau daging dari zone based yang belum bebas PMK.
Namun demikian, Tulus memaklumi kebijakan pemerintah dengan zone based memang dimaksudkan untuk menurunkan harga daging sapi. Sebab pada saat ini masih bergantung pada impor dari negara tertentu, seperti Australia atau New Zealand.
“Dengan membuka zone based itu artinya aksesnya lebih banyak, tapi kalau kemudian dari zona itu ada penyakit PMK, risikonya seperti ini,” pungkasnya. (rm id)
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu