Jokowi Senang Campur Cemas
JAKARTA - Pergantian tahun 2022 tinggal menghitung hari. Menyambut tahun baru 2023, Presiden Jokowi mengungkapkan rasa senang. Namun, juga rasa cemas. Apa yang bikin senang dan cemas Jokowi?
Saat memberikan sambutan di acara Penyerahan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Klaster, di Istana Negara, kemarin, Jokowi mengaku senang karena Indonesia masih memiliki peluang dalam menjaga pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun, Jokowi kembali mengingatkan untuk waspada menghadapi ancaman resesi global pada 2023 mendatang. "Saya tidak menakut-nakuti, hanya mengingatkan bahwa tantangan ekonomi yang kita hadapi ke depan itu, tidak semakin mudah," kata Jokowi.
"Tahun depan, ini tinggal 2 minggu, dunia masih dihantui oleh pandemi Covid-19, masih dihantui oleh ketidakpastian ekonomi global," katanya.
Eks Wali Kota Solo ini mengingatkan, situasi geopolitik yang tidak menentu bisa memicu krisis keuangan, energi, pangan, dan berujung pada resesi global. Jokowi pun mengajak masyarakat untuk bersyukur karena ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 5,72 persen pada kuartal III-2022.
"Inflasi masih bisa dikendalikan di 5,4 persen," tambahnya.
Jokowi juga melihat masih ada peluang bagi Indonesia, meskipun dunia sedang dalam situasi sulit. Indonesia memiliki peluang untuk tumbuh dan yang paling penting pertumbuhan itu bisa menjaga daya beli masyarakat, membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya, sektor riil, utamanya UMKM juga masih bergerak dengan cepat.
Selain itu, Jokowi juga melihat masih adanya daya beli masyarakat Indonesia. Hal itu terlihat dari antrean di warung-warung makan.
Presiden mengungkapkan, dirinya kerap melihat warung, restoran dan pedagang kaki lima (PKL) di malam hari yang dipenuhi antrean.
Artinya, daya beli itu ada. Sekali lagi ekonomi tetap tumbuh positif dan salah satu caranya adalah ingin terus memperkuat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang telah terbukti menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi negara kita Indonesia," katanya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar menyampaikan, dunia akan dihadapkan pada kenaikan tingkat inflasi dan risiko resesi tahun depan. Berita buruknya, otoritas moneter tidak memungkinkan untuk mengatasi keduanya sekaligus.
Apabila harga melambung tinggi, dan dibarengi pelemahan ekonomi, Pemerintah harus turun tangan mengatasi hal tersebut dengan mendorong pertumbuhan. "Tahun depan dua hal itu terjadi sekaligus. Inflasinya tinggi, resesinya berat. Jadi mau naikkan tingkat bunga, makin resesi. Tidak naikkan tingkat bunga, inflasinya naik terus," urai Mahendra.
Selain itu, tahun depan masih dihadapkan pada konflik geopolitik yang akan mempengaruhi logistik dan rantai pasok di tingkat global. Berita baiknya, para analis hingga lembaga multilateral memprediksi ekonomi Indonesia dan kawasan Asia Tenggara akan tetap tumbuh positif di kisaran 5 persen year on year (yoy).
“Bagaimana ini kok bisa? Jawabannya adalah karena kita memiliki pasar dalam negeri dan pasar kawasan yang besar. Pasar dalam negeri ini yang harus dioptimalkan aspek konsumsinya, aspek investasinya, aspek belanja pemerintahnya," kata Mahendra.
Ia berpesan agar Indonesia harus menstimulasi sumber pertumbuhan baru di daerah. Tujuannya, sebagai bekal menghadapi ketidakpastian perekonomian global pada tahun-tahun mendatang.
Bagaimana tanggapan pengamat? Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira justru meramal ekonomi Indonesia bakal melambat di kisaran 4,3 persen tahun depan. Sedangkan inflasi berada kurang lebih di angka 5,5 persen.
Konsumsi tertekan naiknya harga pangan dan energi. Dampaknya jika konsumsi melambat, maka investasi cenderung menggantung realisasi.
Tahun politik juga bagai dua sisi mata uang. Investor biasa wait and see. Di sisi lain, akan ada kenaikan tinggi pada sektor percetakan, periklanan, jasa transportasi dan makanan minuman.
Bhima menyarankan, agar Pemerintah mengamankan stok pangan, termasuk alokasi subsidi pupuk. Harga BBM juga perlu diturunkan, dan diupayakan tidak naik lagi sepanjang 2023. Untuk mencegah tekanan akibat naiknya suku bunga, maka program KUR bisa diperluas dengan plafon lebih besar.
"Jaga tahun Pemilu tetap kondusif dari sisi keamanan. Pertarungan politik harus pada ranah gagasan, bukan SARA. Karena itu yang diharapkan pelaku ekonomi," pungkasnya. rm.id
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 21 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 20 jam yang lalu
Olahraga | 7 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 16 jam yang lalu