Cebong Dan Kampret Tirulah Messi-Mbappe
JAKARTA - Semua yang nonton final Piala Dunia 2022 Qatar antara Argentina dan Prancis tentu tahu, bagaimana sengitnya Lionel Messi dan Kylian Mbappe berduel di lapangan hijau Stadion Lusail Qatar hingga Senin (19/12) dini hari. Keduanya mati-matian membela Timnas negara masing-masing sampai bergesekan. Namun, saat Argentina menang, Mbappe dan Messi kembali bersanding. Para “cebong” dan “kapret” harusnya meniru Messi dan Mbappe.
Pertandingan final berlangsung sengit. Bahkan, sampai harus berakhir dengan adu penalti karena skornya imbang 3-3. Dalam adu penalti ini, Prancis harus mengakui keunggulan Argentina dengan skor 4-2.
Jelas ekspresi sedih dan kecewa tak dapat disembunyikan Mbappe. Namun ia secara ksatria menerima kekalahan tersebut dengan lapang dada. Keduanya terlihat saling mengucapkan selamat.
Pertarungan sengit yang hampir mirip juga pernah terjadi di kancah politik Indonesia. Terutama di Pilpres 2019. Dimana kontestasi yang dimenangkan oleh Jokowi ini, hanya selisih tipis dengan Prabowo: 55,50 Persen berbanding 44,50 persen.
Tapi pertarungan keras di Pilpres 2019 itu masih menyisakan polarisasi hingga saat ini. Pembelahan cebong dan kampret awet sampai sekarang. Politik kebencian pun terus digaungkan.
Padahal, kontestasi antara Jokowi dan Prabowo sudah lama usai. Bahkan keduanya saat ini sudah tampil mesra. Prabowo dan cawapresnya saat itu, yakni Sandiaga Uno sudah lama digandeng masuk ke dalam Kabinet Indonesia Maju.
Tapi di akar rumput, permusuhan antar kedua kubu yakni cebong dan kampret belum tercerabut begitu saja.
Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan mengumpamakan, gelaran Piala Dunia seperti Pilpres. Menurutnya mendukung sesuatu tak perlu terlalu berlebihan. “Makanya Pilpres itu jangan bertengkar. Menang sini atau menang sini nggak apa-apa nanti, biasa saja,” kata Zulhas.
Politisi senior PDIP, Hendrawan Supraktikno berharap, politik Indonesia yang panas bisa belajar pada final Piala Dunia.
“Final bola mengajari kita, bagaimana setelah proses latihan panjang dengan kesabaran dan kepatuhan yang luar biasa, Argentina menang dan Prancis bisa bersikap ksatria menerima kekalahannya,” kata Hendrawan, tadi malam.
Ia optimis, Pilpres 2024 mendatang akan lebih baik dan kondusif dibanding sebelumnya. Apalagi setelah melihat komitmen Ketum PBNU dan Ketum Muhammadiyah yang terus menggaungkan politik kebangsaan dan persatuan. “Itu hadiah terbesar,” sambungnya.
Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra mengatakan, ketika Pilpres 2019, Demokrat partai pendukung Prabowo-Sandi yang pertama mengucapkan selamat kepada Jokowi di saat pihak lain belum bisa menerima kekalahan.
Soal politik identitas yang kerap dikambing hitamkan sebagai biang kerok polarisasi, nilainya hanya alat. Pemicu utamanya, kata Herzaky adalah politik kebencian. Selain itu, wasit yang adil dan pemain yang sportif sangat menentukan kondusifnya suatu pertandingan.
Pengamat politik, Ray Rangkuti berpandangan, faktor pertama yang menentukan kondusifitas politik Indonesia adalah tingkat kedewasaan. Ia mencontohkan, semua pihak di final Argentina vs Prancis itu menyadari bahwa pertandingan itu hanya 2 kali 45 menit, plus extra-time dan penalti.
“Selebihnya adalah pertemanan. Kalau pertndingan itu tidak dibumbui identitas, itu mudah bagi siapapun setelah bertanding menjadi berangkulan. Kalau dibarengi identitas itu sangat sulit berangkulan. Kemarin kan enggak ada isu rasial dan identitas,” kata Ray tadi malam.
Ia mengimbau agar siapapun yang berkontestasi di Pilpres 2024 mendatang fokus pada adu gagasan dan visi misi, bukan memprovokasi kebencian. rm.id
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 13 jam yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 22 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu