Hakim Sindir Saksi TNI AU Sakit Tiap Dipanggil Sidang
JAKARTA - Hakim menyindir anggota TNI Angkatan Udara yang kerap mangkir menjadi saksi sidang korupsi pembelian helikopter AgustaWestland-101.
“Kalau tiap jadwal sidang sakit, itu sakitnya musiman,” sindir ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Djuyamto.
Sindiran ditujukan kepada Kolonel Korps Perbekalan (Kal) Fransiskus Teguh Santosa yang menjabat Sekretaris Dinas Pengadaan TNI AU. Sekaligus menjadi Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Ketua Panitia Pengadaan Helikopter Angkut.
Juga kepada Marsekal Pertama Heribertus Hendi Haryoko, Kepala Dinas Pengadaan TNI AU yang menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek heli.
Djuyamto curiga dengan surat keterangan sakit yang disampaikan keduanya saksi. Pekan lalu keduanya juga kompak mengirim surat keterangan sakit.
Menurutnya, kehadiran keduanya saksi dibutuhkan untuk pembuktian perkara Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway.
Dengan nada jengkel, Djuyamto memutuskan melanjutkan sidang tanpa mendengarkan keterangan kedua saksi itu. “Apa boleh buat, inilah risiko panggilan. Kita formalitas memang harus dipenuhi,” ujarnya.
Sebelumnya, Jaksa KPK Arif Suhermanto menyampaikan telah memanggil Fransiskus Teguh Santosa dan Heribertus Hendi Haryoko untuk hadir dalam sidang kali ini. Namun, keduanya lagi-lagi beralasan sakit. Mereka juga ogah mengikuti sidang secara daring.
Menurut Arif, surat panggilan yang ditembuskan ke Dinas Hukum (Diskum) TNI AU. Dengan cara ini, pihaknya mendapat respons. Fransiskus Teguh Santosa mengabarkan masih sakit.
“Sedangkan untuk Heribertus yang ada di Malang menyampaikan sakit sampai tanggal 20, kami tawarkan Zoom dari rumah yang bersangkutan mengatakan tidak mungkin,” kata Arif.
Padahal, seminggu sebelumnya, keduanya menyatakan siap memberikan kesaksian dalam sidang lewat sambungan daring.
Bahkan jaksa telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Malang dan Madiun tempat keduanya berdomisili untuk memfasilitasi sidang secara daring. Namun ketika jadwal sidang tiba, keduanya kompak berdalih sakit.
Arif juga menyampaikan telah memanggil mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna serta mantan Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) KSAU, Marsekal Muda (Purn) Supriyanto Basuki.
Tapi lagi-lagi, keduanya kompak mangkir. Meski sudah ada perintah pemanggilan paksa dari majelis hakim.
“Terkait saksi Agus Supriatna sudah berkomunikasi dengan Diskum TNI AU dan belum dapat informasi dari Diskum TNI AU terkait posisi yang bersangkutan. Kemudian Suprianto Basuki sama dengan Agus Supriatna (tidak ada kabar),” kata Arif.
Jaksa KPK juga berusaha menghadirkan Agus Supriatna dengan meminta bantuan tim kuasa hukumnya. Namun permintaan itu ditolak.
Adapun dua saksi lainnya yakni Wahyu Wicaksono selaku Kepala Pemegang Kas (Pekas) TNI AU periode 2015-Februari 2017 dan Kepala Urusan Pembayaran TNI AU, Joko Sulistiyanto sedang dinas di Aceh.
Arif menambahkan, satu saksi dari pihak swasta yang sudah mangkir 8 kali dalam sidang, yakni Staf Bagian Keuangan PT Diratama Jaya Mandiri Angga Munggaran. Ia tidak diketahui keberadaan.
“Untuk Angga Munggaran masih diupayakan panggilan ke yang bersangkutan dan surat dikirim di Bogor diterima istri, tapi tidak bertemu secara langsung,” ujar Arif.
Sidang ini kemudian dilanjutkan dengan menghadirkan ahli kerugian negara. Lantaran tidak ada satupun saksi fakta yang hadir.
Dalam perkara ini, Irfan Kurnia Saleh didakwa merugikan keuangan negara Rp738.900.000.000 dalam pembelian helikopter AW-101 untuk TNI AU pada 2016.
Irfan menangguk keuntungan dari proyek ini sebesar Rp183.207.870.911,13. Kemudian korporasi Agusta Westland 29.500.00 dolar Amerika; perusahaan Lejardo. Pte.Ltd., 10.950.826,37 dolar Amerika.
Agus Supriatna juga disebut kecipratan Rp17.733.600.000. Yang disamarkan sebagai Dana Komando. Penarikan dana ini dilakukan saat pembayaran termin pertama pembelian heli.
Jaksa membeberkan pada 25 Agustus 2016, Irfan menagih pembayaran sebesar 60 persen atau setara Rp443.340.000.000.
Tagihan disetujui Kepala Dinas Aeronautika TNI AU Ignatius Tryandono. Lalu memerintahkan Pemegang Kas TNI AU Wisnu Wicaksono melakukan pembayaran kepada PT Diratama Jaya Mandiri.
Wisnu Wicaksono menerbitkan cek bernilai Rp436.689.900.000. Yang kemudian dicairkan Irfan di BNI Kantor Cabang Pembantu Mabes TNI AU Cilangkap, Jakarta Timur.
Sesuai kesepakatan, Irfan harus menyisihkan 4 persen atau setara Rp17.733.600.000 sebagai Dana Komando untuk Agus Supriatna.
Sehingga Irfan hanya menyetorkan uang Rp418.956.300.000 ke rekening PT Diratama Jaya Mandiri. Sisanya ditarik tunai Wisnu atas perintah Agus Supriatna. Dananya kemudian didepositokan di Bank BRI.
Deposito atas nama Dewi Liasaroh asisten rumah tangga Bayu Nur Pratama, Funding Officer BRI Kantor Cabang Mabes TNI AU Cilangkap.
Menurut jaksa, rekening tersebut juga akan digunakan Agus sebagai tempat penampungan bunga deposito. rm.id
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 19 jam yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu