TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Tentang Sistem Pemilu

PDIP Ingin Stop Pertarungan Sesama Kader Partai

Laporan: AY
Selasa, 10 Januari 2023 | 09:48 WIB
Dierktur Rakyat Merdeka Group Kiki Iswara saat mewancarai Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto. (Foto : RM)
Dierktur Rakyat Merdeka Group Kiki Iswara saat mewancarai Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto. (Foto : RM)

JAKARTA - Situasi saat ini, kalau istilah Bung Karno disebut zeitgeist atau semangat zaman. Nggak bisa dilawan,” kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Utut Adianto. Apa maksudnya?

Utut menceritakan situasi politik terkait sistem pemilu proporsional terbuka. Yang ingin dipertahankan oleh mayoritas partai peserta pemilu. PDIP menilai, sistem ini telah menyebabkan sesama anggota partai bertempur.

Untuk memperebutkan kursi dewan, pertarungan terjadi bukan hanya melawan partai lain, tapi juga dengan calon dari partainya sendiri.

“Masa bertarung sesama teman separtai,” celetuknya.

Akibatnya, kader bagus, loyal, tapi tidak punya uang belum tentu lolos ke Senayan. Sementara yang lolos pasti punya uang.

“Senayan sekarang ini jadi kumpulannya orang kaya, pemodal besar. Yang lolos pasti punya uang. Kita harus menyetop hal-hal seperti ini,” katanya.

Pemilu dengan sistem sekarang, faktor yang bisa memenangkan pertarungan, utamanya adalah uang. Kedua, jaringan. Bagi PDIP, prilaku begini adalah antitesa dari sikap gotong royong. Mengutip teori Alvin Toffler, kekuasaan itu termanifestasi dalam tiga bentuk yaitu mind (pikiran), money (uang/ kekuatan logistik), dan muscle (otot atau massa).

“Nah, PDIP ready dengan itu. PDIP ingin mencoba memperbaiki sistem yang sekarang ini,” ujar Utut.

PDIP sedang memperjuangkan berlakunya sistem proporsional tertutup. Agar dalam pemilu, rakyat memilih partai. Dan partai aktif menempatkan kader-kader terbaik di parlemen.

Beda dengan sistem pemilu sekarang. Proporsional terbuka, berarti pemilih mencoblos orang. Maka, calon anggota dewan yang terkenal akan diuntungkan. Ibaratnya, partai hanya berfungsi sebagai event organizer.

Memang, kata Utut, sistem tertutup maupun terbuka ada plus minusnya. Namun yang pasti, sistem tertutup bisa mencegah terjadinya money politics lebih masif.

“Nggak akan ada lagi yang pasang baliho foto caleg. Nanti, yang dipasang hanya gambar partai. Orang akan memilih gambar, bukan orang,” kata dia.

Lalu, hasil perolehan suara akan dikonversikan ke jumlah kursi. Kalau dapat slot dua atau tiga kursi, misalnya, maka yang menjadi anggota dewan yang nomor urut 1 sampai 3.

“Nah, problemnya, yang nomor urut besar, kemungkinan nggak kerja. Mungkin pikirannya, ngapain turun kampanye, toh dia nggak yakin bisa masuk Senayan,” ujarnya.

Tapi di PDIP, kader tak boleh punya pikiran semacam ini. “Nomor berapa pun dia, tetap harus turun dan kerja, karena sifatnya semua kader ditugaskan,” papar Utut.

Menurutnya, PDIP sudah memperjuangkan sistem ini sejak 2010. Dan belum berhasil. Kali ini pun, tantangannya berat. Sebab, 8 partai di DPR, semuanya menolak sistem tertutup.

“Ini artinya, environment di sini sudah terbiasa, tidak mau lagi diubah,” ucapnya.

Ada yang bilang, sistem tertutup itu seperti memilih kucing dalam karung? Jawab Utut, itu pandangan keliru. Yang tahu kualitas dan kapasitas tiap kader itu, ya partai.

“Basis pemilu itu siapa sih? Dalam undang-undang kan jelas tertulis, peserta pemilu adalah partai politik. Jadi, daulatnya ada di partai. Bukan di orang per orang. Basis argumen ini kuat,” ucap Utut.

Jadi, berpeluang besar menang di Mahkamah Konstitusi ya?

Kata Utut, kalau MK memutuskan, ya harus dijalankan.

“Tapi, saya belum tahu bagaimana arahnya. Menang atau kalah, kita tunggu saja,” katanya. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo