TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Kemacetan Di DKI Serasa Di Neraka

Reporter: AY
Editor: admin
Jumat, 03 Februari 2023 | 08:47 WIB
Kemacetan disalah satu jalan di DKI Jakarta pada sore hari. (Ist)
Kemacetan disalah satu jalan di DKI Jakarta pada sore hari. (Ist)

JAKARTA - Kemacetan di Ibu Kota kembali serasa seperti di neraka. Kondisi lalu lintas belakangan ini sama dengan kemacetan sebelum pandemi Covid-19.

Lalu lintas bak neraka adalah satire yang banyak disampaikan publik dan warganet saat mengeluhkan kemacetan sebelum Covid. Memburuknya kondisi lalu lintas di DKIdiketahui dari data TomTom Traffic Index, situs pemantau lalu lintas kota besar dunia. Kemacetan di Ja­karta yakni mencapai angka 65 persen. Kondisi ini sudah sama seperti sebelum Covid.

Untuk mengatasi kemacetan, Penjabat Gubernur DKIJakarta Heru Budi Hartono meminta, PTTransjakarta menambah ar­mada bus untuk mempersingkat waktu tunggu dan mengurangi penumpukan penumpang. Hal ini diharapkan dapat menarik minat masyarakat beralih ke transportasi umum.

“Nanti, saya akan undang jajaran Transjakarta untuk me­nambah bus,” kata Heru, di Jakarta Utara, Selasa (31/1).

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Latif Usman menilai, kemacetan saat ini lebih buruk dari sebelum pandemi Covid-19. Sebab pada 2019, indeks kemacetan Jakarta di angka 53 persen.

“Kalau sudah di angka 50 persen sudah sangat mengkha­watirkan. Berarti Jakarta itu sudah tidak nyaman,” kata Latif usai rapat bersama Komisi B DPRD DKIJakarta.

Dia mengungkapkan, indeks kemacetan di Jakarta pada 2020 sekitar 36 persen. Dan, pada 2021 menurun 34 persen. Jakarta bera­da di ranking 46. Kondisi itu ter­jadi karena mobilitas masyarakat dibatasi. Namun, pada kuartal pertama tahun 2022, indeks kemacetan di Jakarta meningkat, mendekati 50 persen.

“Tahun 2023 ini, saya perkiraan sudah di atas 50 persen,” ujar Latif.

Akibat kemacetan yang se­makin parah, lanjut Latif, diper­kirakan pengendara mengalami kerugian sekitar 30 menit dalam perjalanannya. Dan, kerugian negara mencapai lebih dari Rp 70 triliun akibat kemacetan di Jakarta pada kuartal pertama dan kedua tahun 2022. Oleh sebab itu, kondisi ini menjadi perhatian Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya beserta stake­holder terkait.

Dia menyebut, selama 2022 ter­catat sudah ada 22 juta pergerakan kendaraan dengan asumsi jumlah penduduk 10,7 juta orang.

Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan menilai, kemacetan semakin parah karena selama lima tahun pembangunan sistem layanan transportasi pub­lik massal mengalami stagnasi.

“Tiga tahun sebelum pandemi dan dua tahun selama pandemi tidak ada kebijakan signifikan terkait pengembangan layanan Transjakarta,” kritikAzas.

Sebaliknya, kata dia, terjadi pengurangan armada Transjakarta yang beroperasi selama penerapan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Azas mendukung rencana penambahan armada bus Transjakarta. Penambahan armada penting untuk mengurangi penumpukan penumpang di halte dan kepadatan di dalam bus Transjakarta.

Azas meminta, jalur Transja­karta disterilkan. Sebab, akibat banyak kendaraan pribadi menerobos jalur khusus, Transjakarta ikut kena macet. Kondisi ini mem­buat banyak pengguna Transjakarta akhirnya kembali meng­gunakan kendaraan pribadi.

“Penambahan armada saja tidak cukup. Jalur Transjakarta harus diseterilkan agar pengguna nyaman,” katanya.

Menurut dia, menambah ar­mada Transjakarta merupakan pilihan mudah. Karena, sudah ada 600 unit armada Transja­karta yang bagus tapi belum dioperasikan karena pandemi.

Untuk sterilisasi jalur Transjakarta, dia menyarankan Transjakarta menggandeng aparat kepolisian untuk mem­perkuat petugas penjaga jalur Transjakarta.

Dijelaskan Azas, dalam menerapkan lalu lintas harus diber­lakukan hirarki pemakaian jalan. Pejalan kaki menempati hirarki teratas, lalu kendaraan non motor, kemudian transpor­tasi publik dan terakhir kendaraan bermotor pribadi.

Itu artinya, petugas harus menjaga jalur Transjakarta lebih dibandingkan menjaga jalur reguler jalan raya. Petugas harus membuat jalur transportasi umum Transjakarta lebih lancar dibanding jalur reguler kendaraan bermotor pribadi.

“Berarti menjaga jalur Transjakarta adalah prioritas utama,” tandasnya.

Minimnya armada dan belum sterilnya jalur Transjakarta kerap dikeluhkan penumpang. Mereka mencurahkan hal itu di akun media sosial (medsos) PTTransjakarta atau Pemprov DKIJakarta.

“Dua poin utama yang harus jadi prioritas: jalur busway harus steril dan armada busway diperbanyak. Jika dua poin ini tidak bisa diterapkan, maka su­dah pasti jarak tunggu busway akan lama dan akan terus terjadi penumpukkan penumpang,” tu­lis @robbie_1609.

“Armadanya tetap harus terus bertambah ya, biar nggak membludak di jam-jam sibuk,” kata @aditian.nugraha. “Tam­bahin armada Tije nya biar enak, nggak lama buat nunggu, sekalinya dpt penuh juga,” pinta @siyogii_.

“Bus nomor 12 sedikit sekali armadanya. Nunggu sangat lama, selalu penuh, mohon ditin­daklanjuti,” usul @yosefadella. “Untuk armada bus S21 arah Ciputat diperbanyak lagi. Agak lama nunggunya,” harap @adriansyah5614.

“5 tahun Transjakarta begitu-begitu saja. Jalurnya nggak steril, kurang armada, cuma haltenya saja yang sebagian dibagusin, tapi toh hanya buat selfie-selfiean,” ucap @Budi.

“Satpol PP dikerahkan di perempatan jalan dan U-turn saat jam sibuk, karena pengen­dara sering pada saling serobot akhirnya mengunci, jumlah Polantas juga terbatas. Semoga bisa membantu sedikit mengurai kemacetan,” saran @Bagas­Waras. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit