Keanehan Jadi “New Normal”
SERPONG - Keanehan apa yang belum terjadi negeri ini?
Lihat saja. Ada jaksa dan hakim ditangkap karena memperjualbelikan tuntutan dan vonis, polisi menjual narkoba, hakim agung ditangkap, menteri mengkorup bantuan untuk orang miskin, proyek rumah ibadah dan kitab suci pun dikorupsi.
Ini bukan lagi sekadar pagar makan tanaman, tapi, “pagar makan pagar”, memakan dan menghancurkan dirinya sendiri, bahkan pagar dan tanaman orang lain.
Senin (20/3) lalu misalnya, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Guntur Hamzah divonis melanggar etik karena secara sepihak mengubah putusan. Itu sesuatu yang luar biasa bagi seorang hakim yang punya marwah dan palu penentu arah perjalanan sebuah bangsa.
Apakah hal yang sangat luar biasa itu sudah dianggap banal dan “biasa-biasa” saja? Kalau itu dianggap biasa, bisa di maklumi. Karena, pernah ada kasus yang lebih luar biasa lagi: penangkapan Ketua MK Akil Mochtar. Akil ditangkap 2013, dan divonis hukuman seumur hidup terkait kasus penyuapan dan pencucian uang.
Bukankah kejadian luar biasa, penangkapan ketua MK itu, menjadi salah satu puncak keanehan tapi nyata? Lalu mengapa jejak-jejak keanehan serta “efek jera” dari kasus itu, seperti tak berbekas?
Sungguh sulit dimengerti. Itulah anehnya. Atau, jangan-jangan justru sangat mudah dipahami dan tidak aneh, mengingat berbagai kerusakan itu sudah dianggap lazim dan banal?
Karena itu, ketika jutaan rakyat membutuhkan bantuan (dan bantuan itu pun ada yang diselewengkan), beberapa peja bat dan keluarganya justru pamer harta dan kemewahan. Kenapa? Karena dianggap wajar dan biasa? Karena “pejabat lain juga melakukan hal yang sama”?
Di sinilah perlunya keteladanan di semua lini, organisasi dan lembaga. Karena, seperti yang juga sering disampaikan para pejabat, “ikan busuk dimulai dari kepalanya”.
Ketika kebusukan itu dianggap biasa, dan rasa malu menghilang, yang memegang kendali dan punya kuasa merasa bebas melakukan apa saja, apalagi kontrol tak lagi berfungsi, maka, saat itulah semuanya menjadi “new normal”.
Bahkan, melanggar aturan dan merombak aturan sesuai kepentingannya, dianggap biasa saja. Keadilan menjadi lelucon, rakyat dianggap bodoh, hukum bisa diatur semaunya. Tak ada lagi kontrol. Tak ada lagi rasa sungkan dan malu. Lahirlah budaya baru, “new normal” yang dianggap lazim. Saat itulah terjadi kerusakan yang sempurna.
Seperti nasihat para ulama, Ramadan yang dimulai hari ini, menjadi bulan menahan segala hawa nafsu, bulan refleksi, introspeksi dan evaluasi. Bulan kalibrasi ulang, bukan hanya secara individu, tapi juga dalam berbangsa dan bernegara.
Selamat menjalankan ibadah puasa. rm.id
Nasional | 17 jam yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 17 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
Nasional | 16 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu