TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Buwas Beberin Alasan Impor Ke Parlemen

Permintaan Beras Loncat 5 Kali Lipat

Reporter: AY
Editor: admin
Rabu, 05 April 2023 | 10:59 WIB
(Foto : Istimewa)
(Foto : Istimewa)

JAKARTA - Perum Bulog tidak pernah melakukan impor beras selama empat tahun terakhir. Kebijakan itu kembali dilakukan uantuk memenuhi cadangan stok yang menipis karena digunakan untuk melakukan Operasi Pasar.

Penugasan impor beras se­banyak 2 juta ton kepada Perum Bulog menjadi salah satu opsi yang diambil Pemerintah mela­lui Badan Pangan Nasional (Ba­panas) untuk menjaga Cadangan Beras Pemerintah (CBP).

Terlebih, Bulog juga mendapat penugasan untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) kepada 21,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Sayangnya, stok CBP yang dikuasi Bulog per 31 Maret 2023 hanya tercatat sebesar 233.661 ton. Artinya, stok di gudang Bulog tidak cukup untuk menjalankan penu­gasan yang diberikan Pemerintah.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, sudah empat tahun pihaknya tak pernah melakukan impor beras untuk memenuhi CBP.

“Tahun 2022, tepatnya Agus­tus, ada lonjakan permintaan atau kebutuhan beras dan ber­dampak pada cadangan beras karena kami harus melakukan Operasi Pasar. Hal itu menyedot cadangan di Bulog,” ungkap Budi Waseso dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR, di Jakarta, Senin (3/4).

Buwas, sapaan Budi Waseso, menjelaskan, rata-rata kebutuhan atau konsumsi beras biasanya sebesar 30 ribu ton per bulan. Namun saat itu kebutuhannya melonjak sampai 180-190 ribu ton per bulan (lima kali lipat). Kondisi ini masih berlangsung hingga saat ini.

“Lonjakan kebutuhan itu dari Pasar Induk Cipinang. Rata-rata 30 ribu sampai 35 ribu ton per bulan, itu stabil. Lalu, ada lonjakan permintaan, dan kami Operasi Pasar untuk menekan inflasi,” bebernya.

Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri ini mengakui, berdasarkan pantauan harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG), harga beras masih lebih tinggi dari yang ditetapkan Pemerintah.

Sebagai gambaran, harga beras di tingkat konsumen sampai Feb­ruari 2023, tercatat mengalami ke­naikan hingga Rp 12.700 per kg.

Alhasil, petani penggilingan lebih memilih menjual hasil produksinya ke pasar umum.

Itulah mengapa akhirnya dipu­tuskan harus impor, tambah Bu­was.

“Saat itu, tahun 2022 tidak ada (produksi atau panen). Dan CBP keluar terus, kita impor waktu akhir Desember lalu,” katanya.

Menurut mantan Kepala Ba­dan Narkotika Nasional (BNN) ini, beras impor tersebut pun saat ini sudah habis disalurkan untuk memenuhi kebutuhan Operasi Pasar, penanggulangan bencana dan lainnya.

Dan stok beras yang dikuasai Perum Bulog sampai 31 Maret 2023 sebesar 245.223 ton. Rin­ciannya, terdiri atas stok CBP sebesar 233.661 ton dan beras komersial sebanyak 11.561 ton.

Dan saat ini, pihaknya kembali mendapatkan penugasan melaku­kan program bansos untuk 21,3 juta KPM, yang sasarannya sesuai data Kementerian Sosial (Kemensos).

“Ini sudah diputuskan saat rapat dengan Presiden. Setiap bulan membutuhkan antara 210 sampai 215 ribu ton per bulan. Sementara sisa stok (CBP) kami tinggal 245 ribu ton,” katanya.

Ia memastikan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya pe­nyerapan beras atau hasil panen dalam negeri. Namun serapan tersebut hasilnya hanya sekitar 80 ribuan ton.

“Kami masih berharap dapat bantuan dari penggilingan dan mitra. Wilmar misalnya, yang berjanji akan menjual atau men­suplai 60 ribu ton ke Bulog sam­pai Mei mendatang,” terangnya.

Sayangnya, hal ini belum terealisasi karena para mitra tersebut juga belum mendapatkan gabah dari para petani.

“Kami terus lakukan peman­tauan di lapangan, kalau ada langsung kami serap, sesuai HPP (Harga Pembelian Pemerintah),” katanya.

Selain itu, pelaksanaan panen raya tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sebab panen raya tak terjadi serentak di selu­ruh wilayah.

Sehingga, ketika Jawa Timur mengalami panen, langsung diserap oleh beberapa wilayah lain.

Terpisah, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan, lewat Bapanas, pada Jumat (24/3) lalu, Pemerintah memang menugaskan kepada Bulog untuk mengimpor beras sebanyak 2 juta ton sampai akhir Desember 2023.

Dari jumlah itu, kata dia, 500 ribu ton di antaranya harus diimpor segera untuk mem­perkuat CBP.

"Jumlah (CBP) saat ini amat kecil. Padahal, mulai Maret hingga Mei Bulog harus menyalurkan bantuan sosial (bansos) beras untuk 21,35 juta keluarga kurang mampu,” ujarnya, mela­lui pesan singkat kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) kemarin.

Menurutnya, diperlukan se­banyak 630 ribu ton beras untuk menjalankan program bansos tersebut. Mengingat, masing-masing keluarga akan mendapat­kan beras 10 kilogram (kg).

Ia menyadari, bila Bulog harus mengandalkan penyerapan atau pengadaan dari dalam negeri, mustahil beras sebanyak itu bisa disediakan lewat mekanisme pembelian yang ada.

Meskipun Bapanas telah me­naikkan HPP untuk GKP di petani jadi Rp 5.000 per kg dan beras di gudang Bulog Rp 9.950 per kg. Karena harga gabah dan beras di pasar masih lebih tinggi dari HPP.

Di samping itu, Bapanas dan Kementerian Koordinator Perekonomian telah berupaya mengumpulkan puluhan peng­gilingan besar dan menengah guna membantu memperbesar serapan beras Bulog

“Mereka diminta berkomit­men untuk membantu Bulog. Tapi komitmen yang mampu diikat tidak besar, hanya 60 ribu ton,” katanya.

Ia khawatir, kalau CBP terus terkuras untuk program Stabi­lisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras seperti saat ini, maka volumenya akan habis.

Terlebih, sejak Januari hingga 24 Maret 2023, pasar sudah disuntik beras oleh Bulog lewat Operasi Pasar (OP) sebesar 543.472 ton.

Ia menilai, kalau jumlah CBP terbatas, Pemerintah tidak lagi memiliki instrumen intervensi yang bisa digerakkan setiap saat untuk men oreksi kega­galan pasar.

Akibatnya, penguasa dominan di pasar sangat memungkinkan akan mendikte harga pasar.

“Ini tentu harus dicegah. Da­lam konteks ini, keputusan impor bisa dipahami. Apalagi pengadaan dari dalam negeri tidak lagi memungkinkan, impor bisa jadi opsi,” ungkapnya.

Hanya saja, yang harus dipas­tikan adalah jumlah impor harus terukur. “Dan waktu kedatangannya, juga jangan meleset,” ingat Khudori. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit