TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Mega Singgung “Pemimpin Ganteng”

Kali Ini, Demokrat Tidak Membalas

Laporan: AY
Senin, 26 Juni 2023 | 08:47 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Biasanya, Partai Demokrat langsung sensi saat “dicolek” PDIP. Tapi, kali ini tidak. Buktinya, saat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyinggung soal “pemimpin ganteng” yang merujuk kepada Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY, Demokrat tidak membalas.

Mega menyinggung soal “pemimpin ganteng” itu saat berpidato di hadapan ratusan ribu kader PDIP, dalam Puncak Peringatan Bulan Bung Karno, di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Sabtu (24/6). Saat itu, Mega menceritakan kekalahannya dari SBY di Pilpres 2004.

“Waktu Ibu mau jadi presiden lagi, terus ada ibu-ibu bilang gini ‘aduh Ibu maaf, sebetulnya saya mau milih ibu lagi, tapi saya kok kepingin milih yang ganteng’. Pusing kepala saya,” ucap Mega, dalam pidatonya.

Dalam Pilpres 2024, Mega meminta para kader untuk tidak memilih Capres hanya berdasarkan penampilan semata. Menurutnya, pemimpin Indonesia harus dilihat secara lahir batin. Sebab, yang diperlukan adalah pemimpin yang punya pengalaman, baik di lembaga legislatif maupun eksekutif.

Presiden ke-5 RI ini menambahkan, pimpinan yang visioner dan punya rekam jejak prestasi adalah dua hal penting yang harus dipertimbangkan masyarakat saat memilih Presiden di 2024. “Saya ingatkan, lima menit coblosnya, lima tahun ngerasain senang atau susahnya. Hati-hati loh,” wanti-wanti Mega.

Sebelum-sebelumnya, jika disindir seperti ini, Demokrat langsung bereaksi. Tidak jarang berlanjut ke saling serang dan menjelekkan. Ketua Bappilu Demokrat Andi Arief bahkan beberapa kali terlibat “perang” dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang diawali dari sindiran seperti itu.

Tapi kali ini, Demokrat kalem saja. Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Rachland Nashidik justru memuji kepemimpinan Mega.

Soal kekalahan Mega, Rachland menyebut, bukan hanya disebabkan sosok SBY yang gagah dan tampan, tapi lebih karena masih kuatnya budaya patriarki di masyarakat. Menurutnya, saat itu masyarakat Indonesia masih banyak yang tidak mau dipimpin perempuan.

Soal prestasi, dia menyebut, Mega sangat baik. Untuk urusan menurunkan debt to equity ratio dan angka kemiskinan, prestasi Mega bahkan melebihi Presiden Jokowi.

“Ibu Mega adalah pendekar reformasi. Dan kalau mau jujur, prestasi pemerintahannya, meski hanya singkat, melebihi prestasi Pak Jokowi,” ungkap Rachlan, dalam keterangan persnya.

Dia lalu berbicara soal SBY. Menurutnya, SBY bisa menang dua kali di Pilpres saat melawan Mega bukan hanya karena faktor ganteng. Tapi SBY juga cerdas, berpengalaman, dan kharismatik. Dia pun meminta semua pihak mengambil pelajaran dari masa lalu dan tidak saling menyudutkan. Sebab, yang paling dibutuhkan saat ini adalah pemimpin yang terbuka hatinya untuk bekerja sama dengan semua pihak demi kemajuan bangsa.

Tak soal dia perempuan atau lelaki. Tak soal bila ia berbeda keyakinannya dari Anda. Tak soal dia ganteng atau buruk muka. Asal ia terbukti cakap dan tidak menutup diri dari orang lain,” pungkas Rachlan.

Juru Bicara DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyampaikan, sebaiknya para pemimpin negeri ini tidak saling menjatuhkan sama lain. Sebab yang paling bagus untuk kemajuan bangsa adalah menjalin persatuan dan kesatuan.

Dia menerangkan, PDIP dan Demokrat punya sejarah panjang. Meskipun sikap politiknya kerap berseberangan, namun jika dua kekuatan ini disatukan, bisa jadi poros baru yang ditakuti pihak-pihak lain. Karenanya, ada pihak-pihak yang mencegah kerja sama PDIP dengan Demokrat. “Ada pihak-pihak yang mencoba ambil keuntungan elektoral dengan mengadu,” ungkap Herzaky.

Herzaky menyatakan, perbedaan dalam politik adalah hal biasa. Hal itu bisa memperkaya konsep dan gagasan untuk memecahkan masalah yang dihadapi Indonesia ke depan. Oleh karena itu, proses rekonsiliasi menjadi penting untuk dilakukan PDIP dan Demokrat. Terlebih lagi beberapa waktu lalu, Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah memulai komunikasi politik.

Pertemuan putri Mega dan putra SBY itu dinilai Herzaky jadi langkah politik yang positif untuk menciptakan suatu terobosan. Pertemuan tersebut juga diharapkan dapat memecah kebekuan antara SBY dan Mega.

Herzaky menyatakan, SBY dan Mega merupakan dua pemimpin syarat pengalaman yang bisa menjadi contoh dan bukti hidup untuk menurunkan ilmunya kepada generasi penerus bangsa. “Keduanya penuh kebijaksanaan dan bisa jadi tempat kita belajar, akan bermanfaat bagi siapapun pemimpin negeri dan masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai, sikap Demokrat yang tak membalas sindiran Mega ini didorong keinginan rekonsiliasi yang kuat. Apalagi sebelumnya SBY sampai bermimpi naik kereta bareng Mega.

Namun, dia melihat, peluang pertemuan SBY-Mega ini masih jauh. “Saya kira sinyal mimpi SBY untuk rekonsiliasi bertepuk sebelah tangan. Sehingga arahan untuk bertemu antara SBY dan Mega kemungkinannya kecil,” ujar Agung, semalam.

Soal potensi koalisi antara PDIP dan Demokrat, Agung melihat, masih terbuka lebar. Karena kerja sama politik antar kedua partai dibangun untuk memperkuat basis pemilih masing-masing dalam menghadapi Pemilu 2024.

“Apalagi ujung tombak komunikator politiknya adalah Puan dan AHY yang selama ini punya relasi positif,” pungkasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo