TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Guru Keberatan Fasilitas Pendidikan Dibolehkan Jadi Tempat Kampanye

Iman Zanatul Haeri: Ini Bukan Pendidikan Tapi Mobilisasi Politik

Oleh: Farhan
Jumat, 25 Agustus 2023 | 12:25 WIB
Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G. Foto: Ist
Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G. Foto: Ist

JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan tempat pendidikan untuk berkampanye, benar-benar mengkhawatirkan bagi para guru. Mereka menyuarakan protes.

Setelah Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), kini giliran Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) yang menyuarakan kekhawatirannya. Bahwa, kampanye akan mengganggu proses belajar mengajar. 

“Penggunaan fasilitas pendidikan, jika ditafsirkan sebagai penggunaan lahan dan bangunan sekolah serta universitas, jelas mengganggu pembelajaran," khawatir Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri 

Menurut Iman, klausul pemberian izin dari pihak yang bertanggung jawab, sangat bermasalah. Karena, kepala sekolah akan sulit menolak. Apalagi, jika ada perintah secara struktural dari Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan. 

“Apalagi, jika pimpinan struktural di sekolah atau daerah, sudah punya preferensi politik tertentu,” tandas Iman.

P2G pun mempertanyakan, siapa yang akan bertanggung jawab jika terjadi kerusakan fasilitas atau aset sekolah, saat digunakan untuk kampanye. Kata dia, jika persoalan itu dikembalikan ke sekolah, jelas akan membebani sekolah. 

Padahal, ingat Iman, Pemilu dan pendidikan, anggarannya berbeda. "Ini seperti anggaran pendidikan dituntut mensubsidi Pemilu yang  sudah ada anggarannya. Karena, hampir pasti,  kerusakan akan ditanggung sekolah,” tandasnya.

Sedangkan Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengatakan, putusan MK mengizinkan kampanye di lembaga pendidikan dengan izin dan tanpa atribut, merupakan hal positif. 

Namun, dia menegaskan, perlu disertakan dengan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis yang jelas dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar lembaga pendidikan tidak disalahgunakan.

Berikut wawancara dengan Iman Zanatul Haeri untuk membahas topik ini lebih lanjut.

Kenapa P2G keberatan tempat pendidikan jadi tempat kampanye?

Kami mempertanyakan kepada MK, mengapa fasilitas pendidikan dibolehkan jadi tempat kampanye. Padahal, masih banyak fasilitas  Pemerintah lain yang dapat digunakan. Jangan pendidikan dikorbankan.

Bukankah pendidikan politik juga dibutuhkan di lingkungan pendidikan?

Bagi kami, ini sangat mengkhawatirkan. Karena, akan membahayakan siswa, guru, dan orangtua. 

Membahayakan bagaimana?

Kampanye akan menjadi beban baru bagi siswa, guru, dan orangtua dalam praktik pembelajaran di sekolah. Kegiatan sekolah akan bertambah, seperti sosialisasi Pemilu atau sosialisasi kandidat. Akan menjadi beban psikologis bagi anak, termasuk guru.

Seberapa berat beban itu?

Bayangkan, ada Pemilu dan Pilkada yang akan dihadapi. Sekolah akan sibuk menjadi arena pertarungan politik praktis. Sekolah, guru, siswa, dan orangtua akan membawa politik partisan ke ruang-ruang belajar. Aktivitas pedagogi akan didistorsi menjadi aktivitas saling berebut politik kekuasaan. 

Selain itu, warga sekolah sangat rentan dimobilisasi sebagai tim kampanye, atau tim sukses para kandidat. Ini bukan pendidikan politik, melainkan mobilisasi politik yang akan berdampak buruk. Kondisi demikian juga membuat rentan terjadinya bullying di sekolah, saat sekolah jadi ruang kampanye Pemilu. 

Siswa yang pilihan politiknya berbeda dari pilihan mayoritas murid lain, rentan dirundung teman-temannya. 

Terus, bagaimana peserta didik mendapatkan pendidikan politik?

Pada lingkungan pendidikan, yang dibutuhkan adalah edukasi politik. Pendidikan politik itu bagus. Tapi, bukan  menggunakan fasilitas pendidikan hanya saat Pemilu.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo