TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Konglomerat Tak Tersentuh Pajak

Sri Mulyani Ayo Kejar

Oleh: AN/AY
Editor: admin
Jumat, 22 Juli 2022 | 08:50 WIB
Ilustrasi. (Ist)
Ilustrasi. (Ist)

JAKARTA - Info adanya konglomerat dengan harta triliunan rupiah tak tersentuh pajak yang disampaikan pengusaha Chairul Tanjung (CT) jangan dibiarkan berlalu begitu saja. Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Dirjen Pajak Suryo Utomo harus bisa mengungkap dan memburu konglomerat bandel tersebut.

Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati mengatakan, informasi dari CT ini harus segera direspons Sri Mulyani atau Dirjen Pajak, agar tidak menjadi polemik.

"Masa iya masih ada orang kaya nggak tersentuh pajak. Ini kan aneh," kata Anis, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Politisi perempuan asal PKS ini mengingatkan, pemerintah harus memenuhi prinsip keadilan dalam pemungutan pajak, baik keadilan horizontal maupun keadilan vertikal. Keadilan horizontal yaitu pembayar pajak dengan kondisi sama atau sejajar akan dikenai beban pajak yang sama. Keadilan vertikal yaitu ketika pembayar pajak dengan penghasilan lebih besar akan menanggung beban pajak lebih besar dibanding pembayar pajak dengan penghasilan kecil.

Hal senada disampaikan Anggota Komisi XI DPR, Kamrussamad. Kata dia, masukan yang disampaikan CT sebaiknya dijadikan bahan perbaikan. Kata dia, seperti yang disampaikan CT, Ditjen Pajak memang jangan hanya berburu di kebun binatang. Maksudnya, jangan hanya mengejar pajak kepada pengusaha yang patuh atau wajib pajak yang sudah ada.

Kata dia, berburu di kebun binatang itu, mudah dan hasilnya pasti. Ditjen Pajak juga harus mencari sasaran baru dengan memperluas basis pajak. Dan, tak kalah penting, Ditjen Pajak juga perlu memburu pengusaha bandel yang menyembunyikan atau menyamarkan kekayaannya.

"Saran dari Pak CT ini penting untuk perbaikan. Namun, alangkah baiknya kalau Pak CT juga mengungkap siapa pengusaha yang belum tersentuh pajak itu. Agar mudah memburunya dan tidak menjadi polemik," kata Kamrussamad, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Politisi Gerindra ini mengatakan, memburu pengusaha yang bandel ini penting untuk meningkatkan rasio perpajakan atau tax ratio. Kata dia, tujuh tahun terakhir ini, tax ratio cenderung menurun. Pada 2014 tax ratio pernah mencapai 13,7 persen. Setelah itu, tax ratio terus turun hingga pada 2021 9,1 persen. Ini adalah tax ratio terendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik.

"Jadi, lebih baik sebut dan ungkap pengusaha kelas kakap yang bandel pajak itu. Pasti akan bisa meningkatkan tax ratio kita," ujarnya.

Bagaimana tanggapan Sri Mulyani? Juru bicara Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo enggan berbicara banyak mengenai ini. Kata dia, soal informasi dari CT itu nanti biar Ditjen Pajak yang memberikan tanggapan.

"Mereka sedang menyiapkan," kata Yustinus, saat dikontak Rakyat Merdeka, kemarin.

Sementara itu, pengamat perpajakan yang juga eks Dirjen Pajak, Hadi Poernomo mengatakan, Ditjen Pajak sudah diberikan kewenangan luas dan luar biasa oleh Undang-undang untuk menyelesaikan persoalan seperti ini. Jadi, kata dia, laksanakan saja apa yang diamanatkan Undang-undang, terutama Pasal 35A UU 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan UU 9/2017 tentang Akses Informasi Keuangan.

"Lurus dan laksanakan peraturan perundang-undangan secara utuh dan konsisten," kata Hadi, saat dikontak, tadi malam.Pasal 35A UU 28/2007 berbunyi, setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Ditjen Pajak. Kalau data dan informasi tidak mencukupi, mereka berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara. Pasal ini memberikan pengaturan yang jauh lebih lengkap terbentuknya Nomor Identitas Tunggal (Single Indentity Number) atau SIN Pajak.  

UU 9/2017 juga memberi kewenangan yang luar biasa kepada Ditjen Pajak. Dengan UU itu, Ditjen Pajak bisa meminta laporan informasi keuangan, bukti, maupun keterangan dari lembaga jasa keuangan antara lain perbankan, pasar modal, perasuransian, atau jasa keuangan. Pentingnya penyatuan data melalui SIN ini sudah dimulai sejak 2001. 

Sayangnya, proyek SIN yang menjadi amanat rakyat ini mati suri di tengah jalan.

"Aturan perundangannya sudah ada, tinggal mau dijalankan atau tidak," ujarnya. 

Sementara, pengamat pajak dari Danny Darusallam Tax Center, Bawono Kristiaji mengatakan, saat ini sebenarnya sudah banyak upaya untuk meningkatkan partisipasi dan kepatuhan pajak dari berbagai pihak, termasuk pengusaha. Mulai dari adanya agenda perluasan basis pajak semisal integrasi NIK-NPWP, digitalisasi administrasi pajak, termasuk melalui compliance risk management, pertukaran informasi antarotoritas, akses informasi keuangan, program pengungkapan sukarela, skema pajak final untuk UKM, dan sebagainya. 

"Memang caranya tidak bisa instan, tapi saya melihat sudah on track dengan melihat dua indikator dasar yaitu jumlah wajib pajak dan kepatuhan formal yang meningkat," kata Bawono, kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group), tadi malam. 

Sekadar latar saja, saat menjadi pembicara di perayaan hari pajak, CT mengungkapkan, ada pengusaha dengan harta triliunan yang belum tersentuh pajak. CT tak menyebut siapa pengusaha itu, tapi ia memberikan sedikit bocoran. Kata dia, orang itu lebih kaya dari dia. 

"Kita tahu ada pengusaha-pengusaha yang nggak dikenal orang, usahanya juga nggak pernah diketahui, tapi saya tahu persis karena saya perbankan. Uangnya ratusan miliar dan triliunan. Uang saya dan uang dia, banyakan uang dia, tapi mereka ini belum tersentuh (pajak)," kata CT.

Dalam kesempatan itu, CT mengingatkan pentingnya digitalisasi perpajakan. Ia mengaku sudah pernah terlibat dalam membuat aturan itu. Namun, ia mengakui tak mudah karena selalu mendapat penolakan. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit