Soal Korban Pinjol Bunuh Diri
Bos AdaKami Ngaku Selalu Patuhi Aturan OJK Dan AFPI
JAKARTA - PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) berjanji bakal memenuhi perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menginvestigasi kasus korban bunuh diri yang menyeret nama perusahaan tersebut.
Melalui postingan akun @rakyatvspinjol di Twitter (X) pada Minggu (17/9), viral ada peminjam AdaKami yang bunuh diri karena terlilit utang dan diteror debt collector.
Korban berinisial ‘K’ yang diduga laki-laki disebutkan meminjam uang melalui AdaKami sebesar Rp 9,4 juta. Parahnya, dia harus mengembalikan pinjaman tersebut senilai Rp 18 juta hingga Rp 19 juta.
Atas hal itu, Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega Jr mengaku, pihaknya sudah melakukan investigasi sejak berita viral ini muncul.
Hingga Jumat (22/9), AdaKami belum juga menerima informasi lengkap terkait identitas korban dari akun X tersebut, untuk dapat mengkaitkannya dengan terduga oknum Desk Collector (DC).
AdaKami juga masih berusaha mendapatkan identitas pemilik akun yang lebih dahulu menulis informasi korban di media sosial.
Bernardino bilang, pihaknya sudah dipanggil wasit lembaga keuangan untuk menjelaskan duduk perkaranya. Dari hasil pemanggilan tersebut, AdaKami telah melakukan investigasi awal untuk mencari debitur berinisial ‘K’ yang marak diberitakan.
“Namun kami belum menemukan debitur yang sesuai dengan informasi yang beredar,” jelas Bernardino di Jakarta, Jumat (22/9).
Sebagai perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending berizin OJK, AdaKami selalu patuh terhadap peraturan dan perintah otoritas. Pihaknya juga masih terus melakukan investigasi mendalam mengenai kebenaran berita tersebut.
Menurut Bernardino, AdaKami hingga kini masih menelusuri identitas korban yang dimaksud, seperti nama lengkap, nomor KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan nomor telepon seluler, yang sebenarnya sangat dibutuhkan untuk menindaklanjuti pemeriksaan apakah korban benar debitur AdaKami, yang memiliki tunggakan. Dan untuk melacak rekam proses penagihan.
Hal ini sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam hal penegakan proses KYC (Know Your Customer) seluruh pengguna layanan AdaKami.
“Verifikasi identitas korban akan membuktikan kebenaran berita yang beredar,” katanya.
Ditegaskan Bernardino, dalam menjalankan praktik bisnis, khususnya yang terkait penagihan, AdaKami menerapkan sesuai SOP (Standard Operating Procedure) dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Antara lain, tidak melakukan penagihan dengan intimidasi, kekerasan fisik dan mental ataupun cara-cara yang menyinggung SARA atau merendahkan harkat, martabat serta harga diri penerima pinjaman. Baik itu secara langsung maupun lewat dunia maya terhadap diri peminjam, harta benda, kerabat, rekan dan keluarganya.
“Bahkan tim penagihan AdaKami wajib mendapatkan sertifikasi Agen Penagihan dari AFPI atau OJK,” sebut Bernardino.
“Sekali lagi, terkait berita viral ini, AdaKami akan menindak tegas pelaku penagihan yang tidak beretika dan tidak sesuai dengan code of conduct yang telah ditetapkan regulator,” tegas Bernardino.
“Apabila terbukti terjadi tindakan pelanggaran penagihan dengan kekerasan seperti yang dilaporkan, AdaKami siap mengeluarkan surat peringatan sampai dengan pemutusan hubungan kerja, bila perlu menjalankan upaya hukum,” ucapnya.
Bernardino mengatakan, jika ada pihak yang memiliki informasi terkait identitas debitur yang dimaksud, dimohon segera menghubungi AdaKami melalui call center di 15000-77 atau email hel[email protected] dengan melampirkan bukti yang lengkap.
Menyoal ini, Sekjen AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan, pihaknya turut mendampingi proses investigasi yang dilakukan AdaKami, untuk memastikan kebenaran dari berita viral tersebut.
Selain itu, AFPI juga mengecek praktik bisnis yang dilakukan AdaKami apakah sudah sesuai dengan code of conduct yang diberlakukan industri fintech P2P lending.
“AFPI turut melakukan investigasi bersama AdaKami. Karena kasus seperti ini bisa saja terjadi ke anggota-anggota lainnya,” ungkap Sunu.
Dia mengatakan, jika memang dari hasil investigasi tidak terbukti adanya kesalahan dari AdaKami, yakni informasi yang beredar tidak dapat dibuktikan kebenarannya, maka kasus ini menjadi preseden buruk bagi industri. Karena merusak kepercayaan masyarakat.
“Padahal pembiayaan digital melalui fintech lending dapat mengakses masyarakat underserved dan unbanked,” kata Sunu.
Terpisah, Peneliti Ekonomi Digital dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mendorong OJK segera mengeluarkan regulasi ketat. Khususnya dalam menentukan kembali batasan pendapatan yang dapat meminjam di pinjaman online.Termasuk faktor yang tidak kalah penting adalah soal suku bunga yang rendah.
Namun terkadang, pinjol tidak memberikan informasi rinci besaran bunga yang harus dibayarkan saat mempromosikan produknya,” sebut Nailul kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) kemarin.
Yang dia lihat, dalam iklan pinjol hanya menampilkan bunga mulai 0,1 persen hingga 0,4 persen tanpa menampilkan apakah itu harian, mingguan atau bulanan. Namun jika harian sebesar 0,4 persen, maka satu bulan sebesar 12 persen.
“Dalam kasus terakhir itu menyebutkan, pembayarannya mencapai dua kali lipat dari utang pokok. Karena itu, perlu ada pihak yang bertanggung jawab terhadap informasi tersebut,” tegasnya.
Seharusnya, kata dia, ada reformulasi ulang assessment di pinjol dengan menambahkan data keuangan sebagai penilaian kredit. Karena reformulasi ini bisa memperbaiki bahkan menekan tingkat gagal bayar di masyarakat.
Langkah OJK
Sebelumnya, OJK telah memanggil AdaKami pada Rabu (20/9) dan Kamis (21/9). Pemanggilan dilakukan untuk meminta klarifikasi dan konfirmasi berita yang beredar di media sosial dan media massa, mengenai adanya korban bunuh diri akibat teror penagihan, dan tingginya bunga atau biaya pinjaman.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa mengatakan, pihaknya mengambil sejumlah tindakan.
Antara lain, memerintahkan kepada AdaKami membuka kanal pengaduan bagi masyarakat yang memilki informasi mengenai korban bunuh diri.
“Dan AdaKami melaporkan penanganan pengaduan tersebut kepada OJK,” ucap Aman.
OJK juga mewajibkan seluruh fintech lending menyampaikan informasi biaya layanan dan bunga secara jelas kepada konsumen. Dan melakukan penagihan dengan cara yang baik sesuai dengan peraturan OJK.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 18 jam yang lalu