Mau Diborong KAI
PT INKA Punya Peluang Poles Kualitas Kereta
JAKARTA - Keputusan Pemerintah dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) membeli Kereta Rel Listrik (KRL) buatan PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA, sudah tepat, meski lebih mahal dibandingkan buatan Jepang. Langkah ini bentuk dukungan nyata Pemerintah terhadap industri dalam negeri.
Pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, perbedaan harga jual sudah seharusnya tidak membuat Pemerintah atau KAI lebih mengedepankan pengadaan kereta melalui impor.
“Kalau harga kereta buatan INKA lebih mahal, tentu harus dilihat mahalnya karena apa?” ujar Djoko kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) kemarin.
Menurut Djoko, selisih harga kereta buatan INKA dengan Jepang bisa terjadi karena ada komponen yang diimpor INKA dari luar negeri.
“Tidak semua bisa dibuat sendiri. Ada komponen tertentu yang harus dibeli dari luar, dan itu wajar,” katanya.
Djoko menegaskan, memesan kereta buatan anak bangsa, walau lebih mahal, tetap saja memberikan banyak manfaat untuk perekonomian Indonesia.
“Lebih baik kereta buatan sendiri, perputaran uangnya juga tetap di dalam negeri. Kita harus dukung industri dalam negeri,” katanya.
Ia meyakini, dengan terus melakukan produksi kereta, kemampuan INKA akan terus meningkat. Sehingga kekurangan-kekurangan yang ada pada produksi sebelumnya, bisa terus diperbaiki.
“Kita tahu, INKA sudah memproduksi kereta LRT (Lintas Raya Terpadu), ini kan sebuah pengalaman yang menunjukkan industri kita juga bisa kok membuat kereta sendiri,” tuturnya.
Karenanya, ia berharap, Pemerintah memberikan dukungannya dengan menyetujui usulan Penyertaan Modal Negara (PMN) Tahun 2024 untuk PT KAI sebesar Rp 2 triliun.
Di kesempatan terpisah, Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Usaha KAI John Robertho memaparkan, pihaknya akan melakukan penambahan KRL melalui pembelian 24 rangkaian kereta (trainset) baru dari INKA. Dan lewat impor hanya 3 rangkaian kereta baru asal Jepang pada 2024.
Pihaknya juga akan melakukan retrofit atau peremajaan sejumlah kereta kepada INKA.
Menurut John, hal ini perlu dilakukan, seiring dengan proyeksi pertumbuhan jumlah penumpang KRL Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) yang terus meningkat.
Hingga akhir 2023, kata dia, anak usaha KAI yaitu PT Kereta Commuter Indonesia (KAI Commuter) akan mengangkut sebanyak 274 juta penumpang. Dengan rata-rata okupansi pada jam sibuk mencapai 129 persen dan 71 persen pada waktu normal.
“Jumlah penumpang pada 2024 diprediksi menembus 345 juta orang, dengan rata-rata okupansi penumpang pada jam sibuk melonjak hingga 163 persen dan 89 persen pada jam normal,” jelas John dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, di Jakarta, Rabu (20/9).
Bahkan, tren pertumbuhan penumpang masih akan terus berlanjut hingga puncaknya di 2027, dengan proyeksi 410 juta penumpang.
itu, pihaknya membutuhkan tambahan sarana untuk memenuhi pelayanan KRL Jabodetabek agar okupansi penumpang saat jam sibuk tidak terlalu padat.
Ia pun membeberkan, berdasarkan proposal harga yang diberikan JR East (perusahaan kereta api Jepang) pada 30 Juni 2023, satu kereta atau gerbong KRL baru dibanderol seharga Rp 18,8 miliar, dengan asumsi kurs 1 yen adalah Rp 104,44. Sehingga satu trainset yang terdiri atas 12 kereta atau gerbong akan dipatok seharga Rp 225,6 miliar.
Dengan demikian, jika PT KAI akan membeli tiga trainset baru, dana yang diperlukan mencapai Rp 676,8 miliar.
Di samping itu, pihaknya juga akan membeli 24 rangkaian kereta baru dari PT INKA.
Berdasarkan kontrak pengadaan 16 trainset yang telah ditandatangani antara PT KAI, PT INKA, dan PT KAI Commuter (KCI) pada 9 Maret 2023, nilainya sebesar Rp 4 triliun.
Dilihat dari materi paparan KAI, tertulis harga 1 gerbong buatan INKA sekitar Rp 19,95 miliar. Sehingga satu trainset buatan INKA yang terdiri atas 12 kereta atau gerbong dipatok seharga Rp 239,37 miliar.
Namun, sesuai kontrak tersebut, 16 trainset ini akan selesai bertahap, yaitu pada 2025 sebanyak 8 trainset dan pada 2026 sebanyak 8 trainset.
Berdasarkan perhitungan tersebut, sambung dia, total dana yang akan dikeluarkan untuk membeli 24 rangkaian kereta baru adalah sebesar Rp 5,74 triliun.
Tak hanya itu, pihaknya juga akan melakukan peremajaan kereta existing (retrofit) yang juga dilakukan oleh INKA.
“Kami akan meretrofit 19 rangkaian kereta, dengan biaya Rp 117,66 miliar per trainset. Sehingga untuk retrofit diproyeksikan mencapai Rp 2,23 triliun,” katanya.
John menegaskan, peremajaan armada KRL Jabodebek sudah sangat dibutuhkan, mengingat 98 persen trainset yang dimiliki KAI Commuter telah berusia di atas 30 tahun.
Untuk itu, perseroan mengajukan usulan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 2 triliun untuk 2024 dan Rp 1,5 triliun masing-masing di tahun 2025 dan 2026.
Selain PMN, sambung dia, untuk memenuhi kebutuhan pendanaan peremajaan dan pembelian KRL, pihaknya juga melakukan pinjaman sebesar Rp 3,46 trilin dan dana internal sebanyak Rp 0,19 triliun.
“Kami memohon dukungan Komisi VI DPR, bahwa saat ini terdapat urgensi kebutuhan pengadaan sarana KRL untuk KAI Commuter,” ungkap John.
Ditanya soal keputusan membeli lebih banyak trainset besutan INKA yang lebih mahal Rp 13,8 miliar daripada buatan Jepang, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi punya jawabannya.
“Saya tanya balik, mau (tidak) kita punya kekuatan untuk membangun industri dalam negeri?” tandasnya usai Seminar Nasional Strategi Green Financing Sektor Transportasi untuk Daya Saing Perkeretaapian Berkeadilan, di Jakarta, Rabu (20/9).
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 10 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 10 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu