Pajak Tempat Hiburan Naik Jadi 40 Persen, Bikin Jebol Kantong Pengunjung
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta khawatir kenaikan pajak menjadi 40 persen bakal membuat industri hiburan sepi pengunjung dan tempat usaha gulung tikar. Hal itu bisa memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengatakan, industri hiburan sangat sensitif terhadap perubahan harga. Apalagi, seluruh biaya pajak ditanggung oleh pengunjung. Ini berarti, bakal ada kenaikan harga tinggi yang mesti dibayarkan oleh pengunjung.
Terlebih, industri hiburan baru saja pulih akibat pandemi Covid-19. Seharusnya sektor usaha ini diberi waktu sedikit untuk mengembalikan iklim usaha yang sehat.
“Saya bukannya mau membela tempat hiburan, tapi kalau 40 persen mati bos orang. Tempat hiburan pada tutup, banyak PHK,” kata Pras di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (17/1/2024).
Karena itu, Pras meminta Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menunda pemberlakukan kenaikan pajak hiburan ini. Pemerintah Daerah perlu mempertimbangkan berbagai aspek sebelum mengeluarkan aturan.
“Bijaklah memutuskan itu, dilihat dulu demografinya kayak apa,” imbaunya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menetapkan pajak untuk kegiatan hiburan sebesar 40 persen. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024. Kebijakan pajak hiburan ini berlaku untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar hingga spa.
Perda ini sudah diteken Penjabat Gubernur DKI Jakarta pada 5 Januari 2024 dan efektif berlaku saat itu juga. Dengan Perda ini, tarif pajak jasa hiburan di Jakarta naik 15 persen.
Dalam aturan sebelumnya, Perda Nomor 3 Tahun 2015, tarif pajak untuk diskotek, karaoke, kelab malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan Disc Jockey (DJ) dan sejenisnya hanya 25 persen.
Sementara, tarif PBJT atas makanan dan minuman, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan pada 2024 di Jakarta ditetapkan 10 persen.
Kebijakan kenaikan pajak hiburan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Dalam Pasal 58 ayat 2 menyebutkan bahwa khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, penetapan tarif batas bawah atas ini untuk mencegah penetapan tarif pajak yang race to the bottom atau berlomba-lomba menetapkan tarif pajak rendah guna meningkatkan omzet.
Hal tersebut mempertimbangkan bahwa jasa hiburan itu umumnya hanya dikonsumsi masyarakat tertentu.
Menurut Lydia, Pemerintah dan DPR telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, mendasarkan pada praktik pemungutan di lapangan, dan mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat.
“Khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu dan perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara,” kata Lydia dalam keterangan resmi, Selasa (16/1/2024).
Dia mengatakan, PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan adalah pajak daerah. UU HKPD memberi ruang kepada Pemerintah Daerah, dengan memberikan kewenangan/diskresi untuk menetapkan dan menyesuaikan tarif PDRD sesuai dengan kondisi perekonomian di wilayah masing- masing. Termasuk di dalamnya dalam menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan tertentu dalam range tarif 40-75 persen.
Selain itu, UU HKPD juga mengatur kewenangan pemerintah daerah untuk memberikan fasilitas berupa insentif fiskal guna mendukung kemudahan berusaha dan berinvestasi di wilayah masing-masing sesuai amanah pasal 101 UU HKPD.
Ditegaskan Lydia, tidak semua tarif PBJT naik menjadi 40 persen hingga 75 persen. Ada 12 jenis pajak hiburan yang justru turun.
“Poin 1-11 yang semula 35 persen, diturunkan Pemerintah menjadi paling tinggi 10 persen. Kalau poin 12, pajaknya batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Jadi, jangan digeneralisasi,” ujarnya.
Kesebelas jenis pajak itu, tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu; pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; kontes kecantikan; kontes binaraga; pameran; serta pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap.
Kemudian, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor; permainan ketangkasan; olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran; rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang; serta panti pijat dan pijat refleksi.
Nasional | 17 jam yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 17 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
Nasional | 17 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu