Rakyat Bukan Objek Perjudian Politik
SERPONG - Ini namanya senjata maka tuan. Lalu, tuan yang lain memakan senjata itu.
Ya, ini tentang perdebatan UU Pemilu, khususnya pasal “Presiden boleh berkampanye dan berpihak dalam pemilu”.
Perdebatan ini berpangkal ketika undang-undang Pemilihan umum disahkan Jumat dini hari (21/07/2017), di gedung DPR, Senayan. Hampir tujuh tahun lalu.
Salah satu poin penting dalam UU tersebut yakni dihapusnya netralitas presiden dan wapres dalam pemilu. Presiden dibolehkan untuk berkampanye. artinya, bisa memihak.
Saat itu, ada enam Fraksi yang mendukung; Fraksi PDI Perjuangan, Golkar, Hanura, PKB, PPP dan Nasdem. Sedangkan empat Fraksi yang tidak setuju; Gerindra, PAN, PKS dan Demokrat.
Keempat Fraksi ini melakukan walk out (WO). Keluar dari ruang sidang. termasuk anggotanya yang duduk di kursi pimpinan.
Sidang kemudian dipimpin Setya Novanto (belum tersangkut kasus e-KTP). Pandangan akhir Pemerintah disampaikan Mendagri Tjahjo Kumolo.
Pembahasan UU ini berlangsung selama sembilan bulan. Saking alotnya, pengesahan dilakukan dini hari.
Belakangan kita tahu, formasi Fraksi yang setuju dan tidak setuju UU itu, berubah. Koalisinya diacak ulang. Pecah Kongsi.
Sekarang, pasal “presiden boleh berkampanye” itu ibarat senjata makan tuan. Sebaliknya, yang tadinya tidak setuju, sekarang justru menikmati pasal tersebut. Begitulah akhirnya.
Dari sini kita belajar bahwa kepentingan sesaat bisa berubah setiap saat. Kapan pun. Kawan bisa jadi lawan. Lawan bisa jadi kawan. Tidak ada yang abadi kecuali kepentingan.
Di sinilah pentingnya sikap bijak dan pandangan jauh ke depan saat mengambil keputusan atau merancang serta mengesahkan UU. Pikirkan nasib bangsa dan generasi selanjutnya. Jangan hanya memikirkan kepentingan pribadi, keluarga atau kelompok.
Bangsa ini tidak akan berjalan maju kalau para elit politik mengutak-atik kebijakan dan UU demi kepentingan sempit dan sesaat.
Dengarkanlah sungguh-sungguh berbagai masukan dari rakyat. Karena, UU dibuat untuk kepentingan rakyat, bukan untuk ratusan anggota DPR atau kolega-koleganya.
Lagi pula, tidak ada yang tahu, suatu saat, UU atau kebijakan yang diambil DPR atau pemerintah, bisa menjadi “senjata makan tuan”. Juga bisa merugikan anak-cucu dan rakyat serta generasi yang akan datang.
Kecuali, kalau kekuasaan itu bisa digenggam selama-lamanya dan sekuat-kuatnya. Dan, semua orang bisa dikontrol seketat-ketatnya, dengan berbagai macam cara. Itu bukan perkara mudah. Butuh pengorbanan. Bahkan bisa menelan banyak korban.
Tentu saja, itu tidak kita harapkan. Kita tidak menginginkan bangsa ini hidup dalam kondisi chaos yang terkontrol. Panas dalam. Api berkobar-kobar dalam sekam.
Karena itu, bijaklah. Pandanglah jauh ke depan. Cermat dan hati-hatilah dalam membuat dan mengesahkan UU serta kebijakan. Karena, hari ini bisa untung, besok bisa buntung. Suka dan duka, kawan dan lawan, bisa bertukar posisi.
Yang tidak berubah hanya rakyat. Di situlah pentingnya konsistensi dan perjuangan merawat serta menumbuhkan demokrasi. Jangan jadikan rakyat dan demokrasi sebagai obyek perjudian politik.
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 6 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu