Suara Ganjar-Mahfud Lebih Rendah Dari Suara Partai
Caleg PDIP Ketar-ketir Tak Dilantik Mega
JAKARTA - Berdasarkan hitung cepat berbagai lembaga survei, PDIP kembali mencatatkan sejarah menjadi partai yang 3 kali berturut-turut menang Pemilu Legislatif. Namun, di Pilpres 2024, justru jagoan yang diusung PDIP, Ganjar Pranowo-Mahfud MD malah berada di urutan buncit. Kondisi ini membuat caleg Banteng ketar-ketir. Karena suara Ganjar lebih rendah dari suara partai, caleg Banteng bisa terancam tak dilantik Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Padahal, sejak akhir tahun lalu, DPP PDIP sudah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh caleg. Surat yang dikeluarkan pada 16 Desember 2023 itu, diteken langsung oleh Mega dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Isinya, berupa instruksi kepada seluruh Caleg untuk ikut memenangkan Ganjar-Mahfud di dapilnya masing-masing.
"Bagi caleg yang perolehan suaranya tidak linear dengan suara pasangan Ganjar-Mahfud, maka DPP mempertimbangkan caleg tersebut tidak akan dilantik sebagai anggota dewan terpilih Pemilu 2024," tulis surat tersebut.
Lantas, ketika sekarang suara Ganjar lebih rendah dari suara partai, apakah surat itu masih relevan? Politisi PDIP Aria Bima tak menampik tentang surat tersebut. Karena surat tersebut, saat ini Aria mengaku cukup ketar-ketir. Sebab, dirinya bisa saja tak dilantik sebagai caleg terpilih.
Padahal, Aria yang tercatat sebagai caleg PDIP dari dapil Jateng V (Solo, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali) sejauh ini berpeluang lolos ke Parlemen. Politisi yang beberapa periode sudah duduk di DPR itu, meraih suara yang bagus untuk mengamankan tiket ke Senayan.
"Karena itu instruksi partai yang bisa membuat saya tidak bisa dilantik," ungkap anggota Komisi VI DPR ini.
Sementara di Jawa Tengah yang selama ini dikenal sebagai kandang Banteng, justru Ganjar keok. Kondisi anomali ini, diakui Aria, masih misteri. Dirinya pun terus melakukan investigasi tentang penyebab suara Ganjar lebih rendah dari partai.
"Dan kalau saya tidak menyampaikan ini, saya tidak bisa menemukan, bisa-bisa Aria Bima tidak dilantik karena itu adalah instruksi ketua umum," katanya, khawatir.
Saat kampanye lalu, anggota Komisi VII DPR ini mengklaim sudah bekerja keras. Tak hanya mengamankan kursi ke DPR, Aria juga kerahkan mesin partai untuk solid memenangkan Ganjar-Mahfud. Ditambah dengan kampanye yang dilakukan istri dan anak Ganjar, Siti Atikoh dan Alam Ganjar. "Inilah yang saya sebut anomali,” ungkapnya.
Aria berjanji, dirinya akan terus berusaha maksimal untuk dapat mengungkapkan ketimpangan suara penghitungan Pilpres ini. Ia bahkan mengaku sudah menelpon Ketua DPC PDIP Solo, FX Hadi Rudyatmo hingga mendatangi langsung kepala desa setempat. “Dari pada saya tidak dilantik, ya saya kerja dulu, kenapa ini terjadi,” tuturnya.
Hal senada juga disampikan Hendrawan Supratikno. Politisi senior PDIP tidak percaya, Ganjar-Mahfud bisa kalah di kandang Banteng. Menurutnya, terjadi anomali dan pola sistemik yang terjadi di lapangan.
Awalnya, kader PDIP hanya menduga soal mobilisasi bansos untuk paslon tertentu, campur tangan aparat, BUMN, tekanan kepala desa. Namun, ada yang lebih dahsyat lagi.
"Belakangan diketahui ada sistem perhitungan suara KPU yang memiliki bias sistemik. Jadi kami merasa terdapat cacat dari hulu ke hilir (end-to-end). Ekosistem Pemilu kita cacat berat," tuturnya.
Apalagi, Hendrawan sudah maksimal berupaya memenangkan Ganjar-Mahfud di dapilnya. Bahkan, ia menilai pertarungan di Jawa Tengah menjadi yang paling bergengsi.
Dengan kondisi saat ini, tim ahli dari PDIP sedang mencermati dan menilai apa yang sesungguhnya terjadi. "Desain elektoral apa yang mengandung cacat elementer seperti ini. Mengapa intensitas amburadul seperti ini bisa terjadi," ungkapnya.
Siapa saja tim ahlinya? Hendrawan belum mau membocorkan. Namun, ia menyebut banyak akademisi yang suka rela membantu. Alasannya, sangat idealis.
"Mereka tidak ingin melihat Indonesia mengalami regresi demokrasi. Mereka tak rela cita-cita Indonesia emas berubah jadi mimpi buruk Indonesia cemas," bebernya.
Terkait surat edaran, Hendrawan tidak terlalu mempersoalkan. Menurutnya, surat tersebut merupakan penegasan bahwa Pileg dan Pilres harus seirama. Tujuannya untuk mencegah kemungkinan para caleg hanya mengamankan kepentingannya sendiri, dan mengabaikan yang lebih besar.
"Dalam iklim berspirit individualistik seperti sekarang. Surat tersebut menjadi pengingat dan pegangan semua kader," kata anggota Komisi XI DPR ini.
Bagaimana tanggapan pakar? Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno menilai, suara Ganjar-Mahfud hanya didapat dari pemilih PDIP yang loyal.
Sementara untuk urusan Pilpres, mantan gubernur Jawa Tengah itu tak mendapat suara signifikan. Terutama ketika pemilih Jokowi yang pindah ke paslon nomor urut 2.
Padahal, Adi menganggap isi surat tersebut sangat keras dan tegas. Hanya saja, tak mudah melawan dua kekuatan: Jokowi dan Prabowo pada Pilpres. "Itu artinya, kekuatan Jokowi dan Prabowo belum bisa dikalahkan mesin PDIP," cetusnya.
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Internasional | 2 hari yang lalu