TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Ambisi Atas Pendudukan Wilayah

Oleh: Muakhor Zakaria
Sabtu, 02 Maret 2024 | 11:41 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

SERPONG - “Orang-orang yang tidak beriman, akan menciptakan agenda makar dengan kecerdasan yang dimilikinya. Dengan segala daya upaya, mereka berusaha merebut kemenangan, meski pada akhirnya hanya agenda Tuhan dan orang-orang baiklah yang akan menang.” (Hafis Azhari, penulis novel Pikiran Orang Indonesia)

Tokoh sufi yang hidup di suatu wilayah kekuasaan Taliban, tentu berbeda maqamnya dengan kaum agamawan konservatif yang lebih mengandalkan hukum-hukum syariah. Pemerintah Amerika Serikat akan sulit mengidentifikasi tokoh-tokoh agama di Afghanistan, yang manakah golongan sufi, dan manakah yang baru memahami agama dalam tataran harfiyah dan tekstual semata. Film “The Objective” (2008) yang disutradarai Daniel Myrick, telah digarap dengan latar pmahaman spiritualitas dan religiusitan tinggi, dengan tema anti-semitisme. Dari perspektif tersendiri, sebagai orang beragama yang percaya adanya suatu mukijzat, mungkin film ini sangat menghebohkan dalam upaya mengguncang keseimbangan iman dan kesadaran kita.

Diawali dengan hadirnya seorang agen CIA yang diperintahkan untuk bergabung dengan satu tim pasukan khusus Amerika. Konon, lebih dari seribu agenda CIA dalam setiap tahunnya untuk meneklukkan hegemoni politik dunia. Salah satunya adalah, mendesain perpolitikan Indonesia, menghabisi tokoh-tokoh ISIS , membunuh menteri pertahanan Iran hingga komandan Hamas.

Akhir-akhir ini, kita telah menyaksikan bagaimana seorang Brigjen Sadegh Omidzadeh dan deputinya Hajj Gholam, berikut tiga staf lainnya dari Iran, diserang melalui tembakan drone dari jarak ribuan kilometer di Damaskus, Syiria. Kita juga melihat bagaimana gedung itu hancur, tanpa berdampak serius terhadap gedung-gedung di sekitarnya. Iran juga telah kehilangan seorang Jenderal Qasim Solaimani, dari serangan tembakan drone (tanpa awak) yang mengenai mobilnya pada saat konvoi. Selain itu, bisa kita saksikan beberapa waktu lalu, ketika petinggi Hamas, Saleh Al-Arouri tahu-tahu terkapar tewas oleh serangan drone yang tiba-tiba muncul dari langit Beirut, Lebanon.

Yang tergambar dalam film “The Objective” tampak berbeda dengan “Snowden” garapan sutradara Oliver Stone. Tim militer Amerika yang dikerahkan di perbukitan, yang dibantu oleh seorang ahli senjata dari CIA, mempunyai misi untuk mencari seorang imam yang dikenal masyarakat sebagai seorang “wali” atau “sufi”, tetapi pihak Amerika menjulukinya sebagai tokoh radikalis Taliban.

Menurut petinggi militer Amerika, Mohammad Aban memiliki banyak informasi perihal para pemberontak Afghanistan, serta dianggap sebagai orang paling bertanggungjawab dalam rangka pembebasan penduduk Afghanistan, sebagaimana mereka “membebaskan” sebagian penduduk Baghdad (Irak).

Pemerintah Amerika lagi-lagi berdalih dalam rangka memerdekakan rakyat Afghanistan, meski sulit dijelaskan, kemerdekaan dalam arti apa? Dapatkah suatu pemerintah negara lain, memaksakan kehendak dan penafsirannya tentang makna “kemerdekaan”, hingga kemudian bangsa lain dipaksa untuk ikut dan menuruti penafsiran yang sama?

 

Nafsu berburu

 

Pemaksaan kehendak itulah yang membuat tim pasukan khusus berambisi dan terus memburu, merangsek, bereksplorasi untuk menelusuri tanah-tanah tak bertuan di tengah padang luas dan perbukitan. Misi mereka cukup jelas, untuk menghabisi tokoh utama Mohammad Aban yang ternyata lelaki tua dan sepuh itu adalah “tokoh sufi” yang dipercaya selaku mursyid bagi penduduk setempat.

Di tengah perjalanan menyusuri perbukitan, yang merupakan tempat sakral dan hanya boleh dimasuki atas seizin “penunggu” wilayah, tiba-tiba muncul kejadian-kejadian misterius yang di luar nalar dan akal sehat manusia. Sebelum itu, kejadian berupa tanda-tanda (sign) sudah berkali-kali diperlihatkan di hadapan mereka. Tapi, sikap “penyangkalan” selalu didahulukan oleh pikiran rasional mereka. Misalnya, mesin kendaraan tiba-tiba mati seketika. Air minum berubah menjadi pasir, munculnya bayangan atau suara-suara sejenis azan, atau serupa pembacaan ayat-ayat suci Alquran.

Sikap penyangkalan terus mereka pelihara. Tanda-tanda semakin menguat diperlihatkan di hadapan mereka, seperti penerjemah dan pemandu mereka tahu-tahu terserang depresi hingga kemudian tewas lantaran menjatuhkan diri dari bukit terjal. Penerjemah bayaran itu sebenarnya sudah dilarang oleh ibu dan kakeknya, tetapi ia bersikeras untuk bergabung dengan tim khusus lantaran tergiur oleh bayarannya.

Dan lagi, kejadian yang mencengangkan muncul lagi. Beberapa anggota tim tiba-tiba melihat sosok berjubah yang sedang membisiki jamaahnya, padahal ia sejenis bayang-bayang fatamorgana. Dengan rasa kesal dan penuh amarah, dua orang tentara tiba-tiba mengamuk dan menembaki bayang-bayang itu, namun kejadian misterius diperlihatkan di hadapan teman-temannya, karena kedua pria Amerika itu tiba-tiba “cling!” menghilang di hadapan kawan-kawannya.

Kehilangan itu bukan karena kesasar atau sembunyi di balik bukit, tetapi hilang dalam pengertian riil, nyata, di hadapan mereka sendiri, bersamaan dengan munculnya cahaya dan suara-suara serupa ayat-ayat suci Alquran. Lalu, masihkah ada penyangkalan atas fenomena mukjizat yang jelas-jelas terjadi di hadapan mata kepala mereka sendiri?

 

Relevansi Gaza

The Objective sebenarnya kurang pas jika dikategorikan sebagai film horor, melainkan sejenis science fiction. Jika kita mau membuka mata hati, wilayah teritorial yang menjadi kekuasaan penduduk setempat bersama imam besar yang memimpinnya, tak beda jauh dengan fenomena Gaza dan Baitul Maqdis, yang tak henti-henti diserbu dan digempur. Namun, mereka tetap merasa kesulitan untuk menguasai wilayah itu sepenuhnya. “Saat ini merupakan sinyal yang kuat akan datangnya kematian bagi Israel!” demikian seru Erdogan, presiden Turki, yang seakan mewarisi keberanian Sultan Al-Fatih hingga Shalahuddin al-Ayyubi.

Para musuh itu sebenarnya sadar ada “kekuatan lain” yang tak terjamah oleh nalar dan pikiran rasional. Kekuatan itu serupa “mukjizat” yang senantiasa melindungi kaum tertindas, dari gempuran para agresor dan penjajah. Bukankah di dalam Alquran sudah termaktub kesucian tiga wilayah yang djamin keamanannya oleh Allah, yakni Masjidil Haram (Mekah), Masjid Nabawi (Madinah) dan Masjidil Aqsha (Palestina). Masihkah mereka berupaya keras untuk mengadakan penyangkalan? Lalu, mengapa sebagian masyarakat kita tega menjatuhkan pilihan untuk mendukung kaum penjajah yang jelas-jelas dinyatakan sebagai musuh yang nyata bagi kemajuan peradaban bangsa?

Yang tidak kalah menarik dari film “The Objective”, justru karena ia tak memberi penjelasan mendetil perihal hilangnya tim militer Amerika oleh musuh-musuh yang kasatmata, melainkan senyap dan terselubung. Misteri cahaya yang datang pada saat amarah memuncak itu ibarat sosok Malaikat Maut, ataukah sejenis makhkuk luar angkasa (alien) yang hidup dalam bayang-bayang imajinasi mereka? Tapi, mengapa kemunculannya selalu dibarengi suara-suara serupa ayat-ayat suci Alquran?

Setelah agen CIA, Keynes (Jonas Ball) lebih bijak dan arif menelusuri fenomena tersebut, ia seakan memahami, bahwa tim pasukan khusus yang dikerahkan di wilayah Afghanistan itu, bukanlah memulai dengan niat-niat baik dan tulus, melainkan punya maksud terselubung untuk menangkap dan membunuh Mohammad Aban, hidup ataukah mati.

Serangkaian kejadian aneh yang tersembunyi (khariqun lil adah), sering dilihat Keynes dengan mata kepalanya sendiri. Ia adalah salah satu dari sekian banyak agen CIA yang masih hidup nuraninya, atas misi-misi terselubung yang ditugaskan atasannya. Pada mulanya Keynes terguncang jiwanya, sampai kemudian menyadari bahwa perburuan atas tokoh religius itu, memang suatu tindakan biadab yang dilakukan oleh kawan-kawan militernya.

Baginya, apa yang diupayakan kawan-kawan sepejuangannya itu, cepat atau lama, akan mengalami kehancuran dan kepunahan yang diakibatkan kedunguan dan kejahatan mereka sendiri.(*)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo