Sri Mulyani Geleng-geleng, Diminta Jadi Saksi Sengketa Pilpres di MK
JAKARTA - Sidang gugatan hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) mulai memanas. Kubu 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar meminta MK menghadirkan empat menteri untuk dijadikan saksi. Salah satunya Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menanggapi permintaan tersebut, Sri Mul hanya tersenyum tipis sambil geleng-geleng kepala.
Sidang sengketa hasil Pemilu kembali digelar di MK, Jakarta, Kamis (28/3/2024). Agenda sidang hari kedua itu ialah mendengarkan keterangan dari para pihak terkait yaitu Bawaslu, KPU, dan kubu 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Tanggapan dari kubu Prabowo-Gibran antara lain disampaikan advokat muda Yuri Kemal Fadlullah, putra pengacara kondang Yusril Ihza Mahendra. Di atas podium, Yuri membacakan eksepsi dengan tangkas dan lugas. Pada intinya, kubu 02 menolak seluruh dalil yang disampaikan Pemohon.
Menurut dia, dugaan-dugaan kecurangan yang disampaikan pemohon bersifat asumtif dan tidak memiliki alat bukti yang cukup kuat. Kata dia, pemohon gagal membuktikan dugaan kecurangan dan pelanggaran yang didalilkan karena tidak didukung alat bukti dalam hukum acara MK.
"Mestinya Pemohon wajib menguraikan secara jelas, spesifik, dan gamblang siapa yang melakukan, apa yang dilakukan, dan di mana dilakukannya," kata Yuri.
Tanggapan dari Bawaslu dan KPU kurang lebih sama. Sidang selanjutnya akan digelar pada Senin (1/4/2024), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Hakim membolehkan pemohon menghadirkan saksi dalam persidangan maksimal 19 orang. Nah, di momen ini tim hukum Anies-Muhaimin meminta Mahkamah memanggil empat menteri.
Ketua Tim Hukum Anies-Muhaimin, Ari Yusuf Amir, mengatakan, empat menteri itu adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Kubu 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD meminta hal yang sama. Deputi Tim Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menyatakan ada dua menteri yang menurutnya memiliki peran vital, untuk membuktikan dalil dugaan kecurangan yaitu Sri Mulyani dan Risma.
"Paling tidak, dua kementerian ini yang kami anggap sangat penting, sangat vital, dan kami mohon Majelis Hakim untuk mengabulkan permohonan tersebut," ujar Todung.
Sementara, kubu 02 diwakili Wakil Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, menilai kehadiran para menteri itu tidak ada relevansinya. Kata dia, ini adalah sidang sengketa hasil Pemilu. Karena itu, berlaku asas actori in cumbit probatio atau siapa yang mengajukan gugatan, wajib membuktikan. "Jadi mungkin sebaiknya itu tidak diperlukan," kata Otto.
Menanggapi permintaan 01 dan 03, Ketua MK Suhartoyo belum menyatakan sikap. Dia bilang, mahkamah harus berhati-hati memutuskan, karena beririsan langsung dengan keberpihakan jika majelis hakim memanggil orang-orang tertentu untuk dijadikan saksi. Karena itu, mahkamah akan mempertimbanhkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Suhartoyo menerangkan, jika hakim harus memanggil para menteri tersebut, hal itu didasarkan karena kebutuhan Mahkamah. "Sehingga nanti kalau dihadirkan juga, Mahkamah yang memerlukan, sehingga para pihak tidak boleh mengajukan pertanyaan-pertanyaan," ucapnya.
Sementara, Sri Mulyani enggan berkomentar terkait hal tersebut. Saat ditanya awak media usai menghadiri acara buka puasa bersama di Istana Jakarta, Kamis (28/3/2024), Sri Mul hanya diam dan tersenyum tipis, sambil bergegas masuk ke dalam mobilnya.
Di satu momen, ketika ditanyakan apakah sudah mendengar kabar soal dirinya diminta jadi saksi sengketa Pilpres, Sri Mulyani menggelengkan kepala dan menjawab singkat. "Belum," kata Sri Mul. Setelah itu, Sri Mul tak lagi memberikan komentar. Dia langsung masuk ke dalam mobil dan meninggalkan wartawan.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu