Gaya Hidup Mewah Anak SYL Dibongkar Dipersidangan
JAKARTA - Pejabat Kementerian Pertanian (Kementan) membongkar kelakuan anak perempuan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Indira Chunda Thita Syahrul.
Berderet kebutuhan mantan calon anggota legislatif Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu, ternyata dibiayai dari duit pejabat eselon 1 dan eselon 2. Hal ini terungkap setelah hakim anggota Ida Ayu Mustikawati mengorek keterangan Kepala Biro Umum dan Pengadaan Sekretariat Jenderal Kementan Sukim Supandi.
Pejabat eselon 2 itu menjadi saksi dalam sidang perkara pemerasan SYL dan dua anak buahnya, mantan Sekretaris Jenderal Kasdi Subagyono dan mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta.
Hakim Ida langsung mengonfirmasi keterangan Supandi dalam berita acara pemeriksaan (BAP) nomor 23. BAP itu terkait rincian sejumlah pembelian SYL dan keluarganya yang diakomodir.
"Rincian ini Saudara ketahui memang riil ya, ada kuitansi atau apa nih, yang sejumlah Rp 464 juta sekian?" tanya hakim Ida dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 13 Mei 2024.
"Iya, itu kami minta dari staf saya yang menangani itu," jawab Supandi.
Hakim Ida bertanya soal banyaknya pengeluaran uang tersebut. Apakah hal ini memang diketahui Supandi atau sekadar berdasarkan rincian yang tertuang dalam kuitansi. Supandi pun membenarkannya dan mengaku mengetahuinya dari dua anak buahnya di Biro Umum dan Pengadaan.
"Karena di sini anggaran-anggaran itu banyak juga untuk keluarga-keluarga dari Pak Menteri. Nah, di sini ada pembayaran jam tangan Ibu Thita, terus jam tangan cucu, terus bulanan beli tas Ibu Thita, beli anting, sepatu Bu Thita, pembayaran makan acara ultah (ulang tahun) Bu Thita. Itu Saudara tahu siapa Ibu Thita?" cecar hakim.
"Kalau Ibu Thita-nya saya tahu," timpal Supandi.
Supandi mengaku pernah bertemu dalam sebuah acara. Dia juga tahu kalau Thita adalah anak perempuan SYL.
"Maksud saya, kenapa seorang Ibu Thita bisa dibiayai sebegitu besar? Bagaimana cara permintaannya, Saudara tahu tidak?" korek hakim.
"Jadi, langsung ke bawahan saya langsung," ucap Supandi.
Nada suara hakim Ida mulai meninggi, lantaran rinciannya sangat panjang untuk keperluan anak SYL, di dalam catatan tersebut. Dia pun mulai membacakan rincian-rinciannya.
Saudara tidak tanya itu melihat rincian segini banyak? Ini contoh ya. Beli anting, sepatu Rp 26 juta; pembayaran makan acara ultah Bu Thita Rp 42,9 juta; terus pembayaran jaket Bu Thita Rp 46 juta. Itu Saudara tidak pertanyakan hal-hal seperti ini?"
Belum sempat dijawab, hakim Ida lanjut dengan pertanyaan lain. Ia mengaku, sangat ingin tahu alasan di balik rincian catatan Supandi. "Kenapa anggaran-anggaran begitu banyak itu bisa muncul gitu lho Pak?" hakim kembali menegaskan.
"Siap, Yang Mulia. Kami meminta staf kami yang melakukannya itu. Jadi, kami minta juga rinciannya apa saja sih, kemudian kami dituangkan di dalam BAP itu," Supandi menerangkan.
"Nah, itu duit keluar kan banyak sekali, Pak. Padahal Bapak sendiri kan masih punya piutang, keluar duit pribadi. Yang seperti ini lho keluar begitu saja. Manfaatnya apa buat Kementan? Itu aja, cukup," tutup hakim Ida agak kesal.
Dalam keterangan Supandi sebelumnya, ia memang mengaku pernah menggunakan uang pribadinya demi memenuhi kebutuhan anak SYL yang lain, yakni Kemal Redindo Syahrul Putra. Ironisnya, uang sebesar Rp 200 juta yang dirogoh dari kocek pribadinya, belum juga diganti hingga sekarang.
Hal ini terungkap saat ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh menggali keterangannya. Meski mengaku belum pernah didatangi ajudan SYL dalam permintaan uang, tapi Supandi mengaku pernah diminta uang oleh Kemal Redindo. Lantas, hakim Pontoh meminta Supandi menceritakannya.
Menurut Supandi, permintaan uang dari Redindo terjadi saat sejumlah pejabat Kementan dan SYL melakukan kunjungan dinas ke Makassar, Sulawesi Selatan. Kunjungan itu terkait perkebunan, ketika dirinya masih bekerja di Direktorat Perkebunan. Saat itulah ia bertemu Redindo.
"Berapa yang diminta?" tanya hakim Pontoh langsung menanyakan nominalnya.
"Yang saya ingat ada Rp 111 (juta), Yang Mulia," ungkap Supandi.
Itu diminta langsung oleh Dindo?" hakim penasaran.
"Gini, beliau WA (WhatsApp) untuk menyelesaikan terkait aksesoris mobil," beber Supandi lagi.
Menurut Supandi, ia pun melapor kepada Sekretaris Direktur Jenderal (Sesdirjen) Perkebunan saat itu yang dijabat Heru Tri Widarto. Atas arahan Heru agar diselesaikan, maka ia mengambil uang hasil urunan pejabat eselon 1 dan 2 di Setjen.
Kemudian stafnya di bagian bendahara mentransfer uang Rp 111 juta kepada Aliandri, ajudan Kemal Redindo di Makassar.
Selain memiliki kuitansinya, Supandi juga mengaku memiliki bukti transfernya. Bukti-bukti itu telah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sayangnya, ia mengaku tak tahu uang itu untuk membeli aksesoris mobil pribadi atau mobil dinas Menteri SYL.
Kemudian, hakim Pontoh menggali permintaan lainnya dari Kemal Redindo kepada Supandi. Salah satunya untuk renovasi kamar di Jakarta. Tapi ia tak tahu persis rumah yang mana, apakah rumah dinas atau rumah pribadi.
Kamarnya siapa?" cecar hakim.
"Kamarnya Dindo, bilangnya saya seperti itu," timpal Supandi.
"Berapa waktu itu diminta Saudara?" tanya hakim.
"Rp 200 juta Yang Mulia," beber Supandi.
Supandi menyebut, permintaan ini juga dilakukan via WA. Ia juga sempat melapor pada Sesdirjen, yang kemudian memintanya agar menyelesaikannya.
"Sumber dana dari mana Saudara ambil?" tanya hakim.
"Mohon maaf Yang Mulia, itu karena di kantor belum ada uang, pakai uang saya yang dipinjam," jelas Supandi.
"Kenapa Saudara ambil uang Saudara untuk kepentingan orang lain? Apakah Saudara menjadi takut jabatan Saudara akan dicopot? Saudara mau dimutasi, di-nonjob atau bagaimana?" hakim Pontoh mencecar.
"Saat itu tidak nyamanlah kondisinya, Yang Mulia," aku Supandi.
Supandi menjelaskan, uang itu ditransfer sebanyak dua kali, masing-masing Rp 100 juta ke nomor rekening Bank BCA atas nama Aliandri. Nahasnya, Supandi mengaku uang pribadinya itu belum juga diganti.
Hakim Pontoh pun terperanjat. Pasalnya, Supandi rela memakai uang sendiri demi memenuhi kebutuhan anak Menteri SYL.
"Hah, belum (diganti)? Saudara mau tagih ke siapa coba?" tanya hakim merasa kaget.
"Bingung saya juga ke siapa," respons Supandi.
"Terpaksa karena apa? Takut jabatan dicopot?" korek hakim.
"Hahahaha, ya seperti itu lah, Yang Mulia," Supandi dengan sedikit tertawa, seakan menertawakan nasib uangnya yang raib.
"Jelas. Kalau Saudara nggak pikir jabatan Saudara, buat apa Saudara melayani, ya kan? Kalau ada anggaran, okelah ceritanya lain," kata hakim.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu