Pemerintah Diminta Rem Impor Gula, Jangan Lupa Lindungi Petani
JAKARTA - PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III sebagai Holding BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Perkebunan meminta Pemerintah untuk mengerem impor gula. Sebab jika si manis alias gula dari luar negeri datang dalam jumlah besar, produk lokal tidak mampu bersaing.
Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta menyampaikan, bila dilihat dari data satudata.pertanian.go.id, produksi gula dalam negeri sebesar 2,2 juta ton. Angka produksi tersebut selama ini cukup stabil.
Masalahnya, kata Krisna, konsumsi gula di Indonesia jauh di atas angka tersebut.
“Artinya, harus tahu waktu yang tepat untuk impor dan jangan berbarengan dengan waktu panen petani lokal agar harganya tidak anjlok,” ungkapnya kepada Redksi, kemarin.
Ketersediaan pasokan yang cukup, lanjut Krisna, bertujuan menjaga stabilitas harga gula agar tetap terjangkau.
Ia menyoroti usulan PT Perkebunan Nusantara agar dikenakan pungutan impor atau levy atas gula yang didatangkan dari luar negeri.
Menurutnya, penerapan pungutan impor itu jauh lebih baik dibandingkan pemberian kuota impor yang selama ini dilakukan.
“Jika tarifnya cukup tinggi, maka gula impor yang masuk akan tetap terbatas jumlahnya,” katanya.
Terpisah, Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani mengatakan, bila Pemerintah tetap melakukan impor, dikhawatirkan gula lokal tak sanggup melawan produk impor.
“Tolong (petani) dilindungi, jangan masuk gula impor gila-gilaan. Kalau gula petani melawan gula impor, pasti kalah. Petani mati, tidak bisa memperbaiki agronominya,” ujar Ghani saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Saat ini perseroan tengah berupaya untuk meningkatkan produktivitas petani tebu, agar hasil panennya bisa mencapai 8 ton per hektar (Ha) dari sebelumnya hanya sekitar 4-5 ton per ha.
Selain menahan impor, kata dia, harus ada inovasi dari Pemerintah agar produk dalam negeri lebih kompetitif dibandingkan gula impor.
Karenanya, ia menyarankan, penerapan pungutan impor atas gula dari luar negeri. Menurutnya, pungutan itu sudah diberlakukan di sektor kelapa sawit. Hasil pungutan impor atau levy di industri sawit ditampung di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Mestinya, di gula harus ada (levy). Ketika, katakanlah, gula petani harga pokoknya Rp 12 ribu, lalu (gula) impor masuk (harga) Rp 10 ribu. Maka harus dikenakan levy, misalnya Rp 1.000,” Ghani mencontohkan.
Ia memastikan, uang tersebut dapat dimanfaatkan untuk petani, seperti membantu penelitian plasma nutfah, varietas, bibit dan sebagainya.
“Jadi, (uang dari levy) bukan untuk PTPN atau swasta. Tapi untuk petani. Itu harapan kami, bukan jangka pendek. Melainkan jangka panjang, yang perlu dipikirkan,” katanya.
Pihaknya juga berupaya untuk mengejar target swasembada gula pada 2028. Mengingat Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi amanat kepada Holding BUMN Perkebunan, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023, tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
Untuk merealisasikan itu, kata dia, saat ini tengah dilakukan pilot project produksi tebu di Jatiroto, Jawa Timur.
Menurutnya, di Indonesia ada 500 ribu hektare lahan, yang bila dikalikan 8, maka akan menghasilkan 4 juta ton.
“Kebutuhan konsumsi itu, cuma 3,2 juta ton. Jadi cukup untuk konsumsi,” jelasnya.
Dengan kondisi itu, Ghani yakin target swasembada gula bisa tercapai. “Makanya, harus bisa buktikan 2028 kita swasembada,” katanya pede.
Selain itu, Indonesia masih butuh perluasan lahan untuk menanam tebu, jika ingin mencukupi kebutuhan industri makanan dan minuman. Salah satunya lewat food estate.
Ia melihat, isu gula di Tanah Air bukan terkait masalah pabrik atau varietas. Karena justru masalah yang ada adalah bagaimana petani bisa menanam tebu dengan kultur teknis yang benar.
Karenanya, perseroan sedang merintis proyek lumbung pangan di Merauke, Papua, lantaran lahan di timur Indonesia cukup bagus untuk memproduksi gula.
Tak cukup sampai di situ, pihaknya juga akan membentuk tim khusus untuk mengurus tebu rakyat.
Dia pun berjanji, dalam waktu 2 sampai 3 bulan, akan terbentuk organisasi PTPN yang khusus menangani tebu rakyat.
“Selama ini kan tidak ada. Nanti ada SPV (Supervisor) yang menangani tebu rakyat, dari perencanaan, tanam, hingga tebang,” bebernya.
Upaya mewujudkan swasembada gula, juga dilakukan PT Rajawali Nusantara Indonesia/RNI (Persero) selaku induk Holding BUMN Pangan atau ID Food.
Direktur Utama ID Food Sis Apik Wijayanto mengatakan, pihaknya memiliki concern yang tinggi terhadap sektor pergulaan.
Pasalnya, industri gula merupakan lini bisnis terbesar perseroan. Dan pada 2023, lini bisnis gula berkontribusi sebesar 37 persen terhadap keseluruhan pendapatan ID Food Group.
Untuk itu, target swasembada harus terus dikejar, termasuk melakukan upscaling produksi gula melalui penerapan teknologi dan digitalisasi di seluruh tahapan rantai pasok.
Sis Apik membeberkan, entitas bisnis ID Food mengelola 7 pabrik di Jawa Barat dan Jawa Timur, dengan lahan garapan sebanyak 55 ribu ha, baik itu lahan berstatus HGU (Hak Guna Usaha), maupun kemitraan.
“Yang berkontribusi sekitar 270 ribu ton gula setiap tahun,” tutur Sis Apik melalui siaran pers, Selasa (24/6/2024).
Ia pun menargetkan, produksi gula bisa mencapai di angka 296 ribu ton, atau tumbuh 13 persen dibandingkan pencapaian tahun 2023.
TangselCity | 8 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 11 jam yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu