TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Wawancara Eksklusif Dengan Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar

“Saya Belum Pernah Menyaksikan Suksesi Kepemimpinan Sehalus Seperti Sekarang Ini”

Oleh: Farhan
Jumat, 16 Agustus 2024 | 08:36 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Banyak momen bersejarah dalam perayaan HUT Kemerdekaan ke-79 RI. Selain perayaannya digelar di dua tempat: di Istana Merdeka, Jakarta dan Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, HUT RI kali ini berbarengan dengan transisi kepemimpinan dari Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma’ruf Amin ke Presiden terpilih Prabowo Subianto-Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka.

Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. KH Nasaruddin Umar kagum dengan suksesi kepemimpinan saat ini. “Saya belum pernah menyaksikan suksesi kepemimpinan sehalus seperti suksesi kepemimpinan saat ini,” kata Prof Nasar, dalam wawancara eksklusif dengan Rakyat Merdeka, di ruang kerjanya, di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (7/8/2024).

Kepada Pemimpin Redaksi Rakyat Merdeka Riki Handayani, Pemimpin Redaksi RM Digital/RM.id Firsty Hestyarini, Reporter Bambang Trismawan dan Fotografer Khairizal Anwar, Prof Nasar juga bicara soal makna kemerdekaan. Prof Nasar juga cerita kesiapan Istiqlal menyambut kedatangan pemimpin umat Katolik dunia, Paus Fransiskus, ke Indonesia, 3-6 September nanti. Berikut petikan wawancara selengkapnya:

Prof, kita akan merayakan kemerdekaan Indonesia, kebetulan kita berada di Masjid Istiqlal, yang merupakan simbol dari kemerdekaan itu sendiri. Bagaimana kita memaknai kemerdekaan yang sudah berusia 79 tahun ini?

Kemerdekaan itu perlu dievaluasi secara terus-menerus, karena maknanya sangat luas. Bagi saya, kemerdekaan bukan hanya tentang politik, tetapi juga kebebasan berpikir, berekspresi, berkarya, berpendapat, dan menunjukkan kreativitas.

Menurut Prof, apakah kita sudah benar-benar merdeka?

Jika melihat perkembangan saat ini, kita sudah mengarah pada kemerdekaan sejati. Kita semakin hari, semakin merasakan kemerdekaan itu, meski penilaian orang bisa berbeda-beda. Saya pribadi melihat ada kematangan dalam bernegara dan berbangsa di Indonesia. Meskipun tentu belum sempurna. Namun, tidak ada negara yang sempurna. Kita tidak perlu mengidolakan negara lain sebagai contoh demokrasi sempurna, karena setiap negara punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Indonesia juga begitu, ada kelebihan, tapi juga ada kekurangan, dan itu adalah pekerjaan rumah kita bersama.

Prof, dalam Islam ada konsep ideal negara, yaitu baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (negeri yang baik dan penuh pengampunan Tuhan). Menurut Prof, apakah kita sudah men dekati ke arah itu?

Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur itu, harus diukur dari dua dimensi: vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal mencakup hubungan kita dengan Tuhan, sementara dimensi horizontal mencakup hubungan kita dengan sesama manusia. Tidak cukup hanya mengukur dari dimensi vertikal saja, seperti seberapa dekat kita dengan Tuhan. Dimensi horizontal juga harus diperhatikan. Kita adalah negara Pancasila yang berlandas kan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, tapi kita juga negara yang mengedepankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kedua dimensi ini harus seimbang.

Prof, di Timur Tengah masih terus bergejolak, di Eropa ada perang. Negara kita, Alhamdulillah, stabil. Apa daya rekat yang harus kita bangun agar tetap bersatu?

Kita sebenarnya diuntungkan oleh faktor geografis sebagai negara kepulauan. Masyarakat kepulauan itu memiliki apa yang saya istilahkan sebagai maritime culture atau budaya maritim. Budaya maritim ini mudah menciptakan kohesi sosial karena sifatnya yang egaliter. Sebaliknya, negara-negara kontinental memiliki stratifikasi sosial yang lebih kompleks. Selain itu, kita juga diuntungkan oleh ajaran Islam yang egaliter, yang tidak mengenal warisan kerajaan. Dalam Islam, yang paling bertakwa di mata Allah adalah yang paling mulia, bukan karena keturunan atau nenek moyangnya. Ini sejalan dengan budaya maritim kita yang egaliter. Ditambah lagi, mayoritas umat Islam di Indonesia menganut Ahlussunnah Wal Jamaah, yang secara kultural lebih mudah dipimpin. Indonesia juga diuntung kan oleh sejarah penjajahan. Pengalaman dijajah membuat kita, sebagai masyarakat, lebih akrab satu sama lain, termasuk dengan umat agama lain seperti Kristen, Hindu, dan Buddha. Persamaan senasib sepenanggungan ini membantu kita menyatu sebagai bangsa.

Prof, perayaan kemerdekaan sekarang ini merupakan yang terakhir dalam masa jabatan Presiden Jokowi, dan sebentar lagi akan ada pergantian kepemimpinan dari Pak Jokowi ke Pak Prabowo. Apa yang ingin Prof sampaikan?

Saya ingin menyampaikan apresiasi. Saya tidak memiliki afiliasi dengan parpol, dan tidak terdaftar sebagai anggota parpol, tetapi saya tetap memiliki hak politik sebagai warga negara. Dalam pandangan saya, ada tanda-tanda positif dalam proses peralihan kekuasaan ini. Peralihan kekuasaan berlangsung dengan sangat lancar, dan menurut saya, ini adalah kondisi yang ideal. Jika kita melihat sejarah masyarakat Jawa kuno, setiap kali terjadi suksesi kekuasaan, seringkali diwarnai konflik berdarah. Sejarah Jawa penuh dengan kisah kudeta, baik antar keluarga maupun pihak-pihak lain yang terlibat. Hal yang sama juga terjadi di beberapa negara Timur Tengah, di mana suksesi sering kali disertai dengan kudeta. Namun, di Indonesia, situasinya berbeda. Peralihan kekuasaan yang kita alami sekarang sangat mulus. Saya melihat kepemimpinan Pak Jokowi memberikan kesempatan kepada presiden terpilih untuk beradaptasi dengan baik. Saya belum pernah melihat situasi suksesi di Indonesia yang berlangsung sehalus ini. Langkah-langkah yang diambil saat ini mempersiapkan presiden yang akan datang agar tidak menghadapi beban yang bersifat mengganggu atau distortif. Hal ini membuat peralihan kekuasaan menjadi lebih efisien dan efektif, karena presiden yang baru tidak harus memulai dari nol.

Apakah proses transisi ini bisa jadi model bagi transisi di masa yang akan datang?

Orang mungkin memiliki pendapat yang berbeda-beda, tetapi ini adalah pandangan pribadi saya. Saya berharap, proses peralihan kepemimpinan di masa depan akan tetap seperti ini, siapa pun yang terpilih dan dari partai mana pun. Mari kita jalankan estafet kepemimpinan tanpa ada distorsi yang bisa menyedot energi masyarakat. Meskipun proses ini belum final, saya berharap kedepannya, peralihan kekuasaan akan selalu berjalan dengan lancar, efisien, dan tidak membebani masyarakat secara berlebihan.

Prof, terkait rencana kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia yang juga diagendakan akan berkunjung ke Istiqlal, bagaimana persiapannya?

Iya ini kan tamu negara ya, kebetulan akan berkunjung ke Istiqlal. Jadi, siapa yang mengundang, kami tidak tahu. Kita kebagian menerima kunjungan, maka kita persiapkan seperti kepala negara-kepala negara yang selalu datang ke Indonesia, selalu juga mampir berkunjung ke Istiqlal. Namun, saya selaku pribadi dan Imam Besar, mohon maaf karena banyaknya orang mau diundang, tapi undangannya terbatas.

Rencananya, Paus Franiskus akan diterima di ruangan mana Prof?

Paus tidak masuk di Masjid, hanya di kemah, di luar situ ya, karena faktor kesehatan, jadi beliau tidak bisa naik ke lantai dua. Jadi, kita buatkan tenda di dekat terowongan, dan dekat dari mobilnya turun. Jadi tidak sempat dan tidak bisa naik ke atas.

Bagaimana pandangan Prof terkait kedatangan Paus Fransiskus ini?

Itu membuktikan bahwa Indonesia ini mampu menjadi sebuah negara yang diperhitungkan sebagai sebuah negara yang aman, penuh persahabatan, negara yang menghargai tamu, negara yang memiliki solidaritas dan toleransi yang sangat tinggi. Kita bukan negara mayoritas Katolik, bahkan kita mayoritas muslim terbesar, tapi dipilih oleh Paus, itu satu poin tersendiri. Kalau Paus mengunjungi daerah-daerah Eropa yang mayoritas Katolik, itu biasa, tapi kesediaan Paus menuju Indonesia, itu hal yang luar biasa. Kita patut bangga, orang seperti Paus mau mengunjungi Indonesia, itu lambang atau sekaligus legitimasi tentang ketenangan, keamanan bangsa Indonesia. Tidak mungkin pemimpin dunia akan berkunjung ke suatu negeri kalau negeri itu dianggap ada masalah. Bahaya kan, apalagi Paus yang punya legitimasi besar. Tidak mungkin Paus akan masuk ke sebuah negara yang negara itu ada semacam diskriminasi, penindasan dan lain sebagainya.

Jadi, kedatangan Paus Fransiskus ini sangat bermanfaat sekali buat bangsa ini?

Keberadaan Paus ke sini menjadi legitimasi bahwa bangsa kita ini dianggap bangsa yang sukses. Sebagai bangsa Indonesia, tentu kita bersyukur dengan kehadiran tamu-tamu besar, para kepala negara, aktif dan rajin berkunjung ke Indonesia, karena ini satu simbol bahwa Indonesia itu negara yang pintar dan sangat santun menerima tamu. Ini kan mencontoh Nabi juga, Nabi itu masjidnya rajin dikunjungi tokoh lintas agama. Jadi, apa yang kita lakukan di Istiqlal itu adalah mencontoh masjidnya Nabi. Bagaimana menjadikan Masjid itu sebagai lembaga pengeratan antar satu sama lain, dan ini kita praktikkan.

Apa pesan Prof kepada masyarakat terkait kunjungan Paus Fransiskus ini?

Saya mohon kepada warga masyarakat bangsa Indonesia, jadilah penerima tamu yang baik, jadilah tuan rumah yang baik. Kenapa, karena ini perintah agama. Semua agama mengharuskan umatnya untuk menghargai tamunya. Kemudian, saya juga mengimbau kepada warga masyarakat, mari kita mengambil hikmah dari kunjungan Paus ini. Saya menyaksikan sendiri bagaimana Paus itu selalu menyampaikan kalimat-kalimat yang mencerahkan. Mudah-mudahan kunjungan Paus di Indonesia itu lebih mempererat kerjasama kita antar umat beragama.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo