TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

DPR Nyerah, Akhirnya Aturan Pilkada Sesuai Putusan MK

Laporan: AY
Jumat, 23 Agustus 2024 | 08:57 WIB
Wakil Metua DPR Sufmi Dasco. Foto ,: Ist
Wakil Metua DPR Sufmi Dasco. Foto ,: Ist

JAKARTA - Manuver DPR yang coba menganulir 2 putusan Mahkamah Konstitusi (MK) lewat revisi Undang-Undang Pilkada, menyulut kemarahan publik. Di hari DPR akan mengesahkan RUU Pilkada tersebut, Kamis (22/8/2024), gelombang protes terjadi di mana-mana. Ribuan orang yang berasal dari perwakilan guru besar, mahasiswa, aktivis ‘98, artis, komika, buruh, pelajar, rame-rame turun ke jalan menolak disahkannya RUU Pilkada. DPR pun akhirnya nyerah juga. DPR memutuskan, aturan Pilkada tetap mengacu ke putusan MK.

Dua putusan MK yang dimaksud adalah putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang penentuan syarat usia minimum dalam UU Pilkada. Kedua, putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan kepala daerah.

Dalam putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menolak gugatan pengubahan penentuan syarat usia minimum dalam Undang-Undang Pilkada. Dalam putusannya, MK menegaskan, Pasal 7 Ayat 2 huruf e di UU Pilkada soal batasan usia sudah jelas dan gamblang. Bakal calon gubernur atau wakil gubernur harus berusia minimal 30 tahun saat ditetapkan sebagai peserta oleh KPU.

Sedangkan putusan No.60/PUU-XXII/2024 MK membuat terobosan baru. Syarat mengusung Paslon di Pilkada bukan lagi 20 persen kursi legislatif, tapi berdasarkan suara sah pemilu yang ambang batasnya disesuaikan dengan proporsi jumlah daftar pemilih tetap di provinsi atau kabupaten/kota. Dengan putusan itu, semua parpol mempunyai hak mengusung Paslon Pilkada meskipun tidak memiliki kursi di DPRD, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Ambang batas yang dibuat MK angkanya bervariasi dari 10 %, 8,5 %, 7,5%, hingga 6% surah sah pemilu.

Namun, sehari usai putusan MK diketuk, DPR dan Pemerintah justru merevisi UU Pilkada. Alih-alih melakukan sinkronisasi terhadap putusan MK, DPR justru membuat tafsir baru dalam revisi UU Pilkada.

Untuk batasan usia, Baleg DPR seirama dengan putusan Mahkamah Agung sebelumnya bahwa usia minimal 30 tahun berlaku saat calon gubernur atau calon wakil gubernur ditetapkan sebagai pemenang di Pilkada. Artinya, calon gubernur atau calon wakil gubernur yang belum berusia 30 tahun saat pendaftaran Pilkada, tetap bisa mengikuti proses asalkan calon tersebut sudah berusia 30 tahun ketika nanti ditetapkan sebagai pemenang, yakni Februari 2025.

Sedangkan untuk ambang batas, DPR membuat tafsir baru dalam revisi UU Pilkada. Ambang batas yang diturunkan oleh MK, diputuskan DPR hanya berlaku bagi parpol non parlemen. Artinya, parpol yang memiliki kursi di parlemen tetap terikat dengan aturan ambang batas 20 persen kursi legislatif.

Revisi inilah yang akhirnya jadi pemicu protes dari berbagai kalangan. Sehari sebelum aksi unjuk rasa, gelombang protes sudah trending di dunia maya. Pegiat media sosial, mulai dari aktivis, musisi, akademisi, hingga warga biasa, rame-rame mengkampanyekan “Peringatan Darurat”. Foto burung Garuda berlatar belakang biru itu, dibagikan di berbagai jejaring medsos, seperti X, Instagram, Facebook, TikTok, hingga pesan di WhatsApp.

Meski aksi protes itu viral di medsos, DPR tetap bersikeras akan mengesahkan revisi UU Pilkada. Revisi kilat yang dibahas dalam waktu satu hari itu, akan disahkan pada sidang paripurna DPR, Kamis (22/8/2024). Dengan didukung 8 fraksi di Senayan, DPR optimis RUU Pilkada bisa disahkan menjadi undang-undang.

Tak heran, pagi-pagi sekali, Sekretariat DPR telah mempersiapkan segala kebutuhan untuk Sidang Paripurna yang digelar di Gedung Nusantara II. Sejak pukul 9 pagi, satu per satu anggota DPR mulai berdatangan. Tak lama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian datang menyusul.

Pukul 9.30 pagi, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengetok palu, membuka Sidang Paripurna yang beragendakan mengesahkan Revisi UU Pilkada itu. Ketua DPR Puan Maharani absen karena sedang melakukan kunjungan kerja ke Hungaria.

Tak hanya Puan yang absen, mayoritas anggota DPR juga tidak hadir. Ketika sidang dibuka, hanya 89 anggota yang tercatat hadir. Akibatnya, Dasco terpaksa menskors sidang selama 30 menit. Namun, setelah sidang dilanjutkan, kuorum tetap tidak tercapai. Sesuai Tata Tertib DPR, sidang harus ditunda dan pengesahan revisi UU Pilkada pun ditunda.

“Kita akan menjadwalkan kembali rapat Paripurna melalui rapat Badan Musyawarah (Bamus), karena kuorum tidak terpenuhi,” jelas Dasco, sambil mengetok palu, menutup sidang.

Hanya saja, Ketua Harian Partai Gerindra itu, tidak menjelaskan kapan Sidang Paripurna akan dijadwalkan ulang. Namun, Dasco tetap pada rencana awal, RUU Pilkada akan tetap dibawa pada sidang paripurna DPR.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi, yang akrab disapa Awiek, mengungkapkan, ketidakhadiran mayoritas anggota DPR disebabkan berbagai alasan. Beberapa di antaranya tidak setuju dengan keputusan Baleg untuk merevisi UU Pilkada, lainnya diminta oleh konstituennya untuk tidak hadir.

Ada juga yang ditelepon istrinya agar jangan datang ke DPR,” ujar Awiek. Namun, politisi PPP itu tidak merinci siapa anggota yang dimaksud.

Meskipun DPR batal mengesahkan UU Pilkada, aksi unjuk rasa tetap terjadi di mana-mana. Di Jakarta, ada 2 lokasi unjuk rasa yang menolak disahkan revisi UU Pilkada. Sebagian di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, sedangkan mayoritas berada di depan Gedung DPR.

Suasana di sekitar gedung DPR memang menegangkan. Sejak pukul 9 pagi, ribuan demonstran telah memadati area depan gedung DPR. Saking banyaknya massa, jalanan depan gedung DPR ditutup.

Massa aksi ini berasal dari berbagai kalangan, termasuk artis, komedian, kaum buruh, mahasiswa hingga emak-emak. Aksi unjuk rasa sempat ricuh setelah pendemo berhasil membobol pagar DPR.

Unjuk rasa berlangsung hingga Maghrib. Bahkan beberapa pengunjuk rasa masih terus bermain kucing-kucingan dengan petugas hingga larut malam. Pengunjuk rasa terus bertahan karena khawatir DPR menggelar Paripurna di malam hari.

Aksi unjuk rasa ini tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga meluas ke berbagai daerah seperti Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar. Para demonstran di seluruh kota tersebut menyuarakan tuntutan yang sama, yaitu menolak pengesahan revisi UU Pilkada oleh DPR.

Setelah Maghrib, Sufmi Dasco Ahmad muncul, pertama kali lewat platform X (Twitter). Orang kepercayaan Prabowo Subianto itu, mengumumkan, pengesahan RUU Pilkada yang semula dijadwalkan pada 22 Agustus batal dilaksanakan. Dengan demikian, saat pendaftaran Pilkada yang akan ditutup pada 27 Agustus nanti, aturan yang berlaku adalah putusan judicial review Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan Partai Gelora dan Partai Buruh.

Tak lama kemudian, Dasco memberikan keterangan pers di Gedung DPR. Kepada wartawan, Dasco kembali menegaskan Pilkada 2024 akan mengikuti putusan MK.

Ia mengakui, DPR sempat berencana mengesahkan RUU Pilkada yang membuat putusan MK tak sepenuhnya berlaku. Namun, rencana tersebut batal lantaran rapat paripurna tidak memenuhi kuorum.

Karena paripurna tak bisa digelar, revisi UU Pilkada tak bisa disahkan. Dasco menambahkan, DPR juga tak bisa menjadwalkan paripurna sebelum tanggal pendaftaran Pilkada.

Sesuai dengan Tatib DPR, Paripurna harus digelar pada Selasa atau Kamis. Kecuali yang sudah diagendakan dari jauh-jauh hari sebelumnya. Sementara Selasa depan sudah tanggal 27 Agustus, bertepatan dengan dibukanya pendaftaran calon kepala daerah untuk Pilkada 2024.

“Karena itu, kami tegaskan sekali lagi, karena kita patuh, taat, tunduk kepada aturan berlaku, bahwa pada saat pendaftaran nanti, karena revisi Undang-Undanf Pilkada belum disahkan menjadi undang-undang, maka yang berlaku adalah hasil putusan Mahkamah Konstitusi,” kata Dasco.

Menurut dia, jika paripurna digelar pada hari pendaftaran Pilkada bisa-bisa terjadi chaos

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo