TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

“Meneguhkan Ilmu Pengetahuan Pada Ajaran Islam Ditengah Derasnya Ghazw Al-Fikri”

Oleh: HTG. Wahyu Adi Guna
Sabtu, 31 Agustus 2024 | 09:21 WIB
Ilustrasi.
Ilustrasi.

SERPONG - Islam dan ilmu pengetahuan dalam konsepsi sejatinya tidak pernah saling mengkontradiksi satu sama lain. Yang ada ialah Islam senantiasa mendorong umatnya untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan pun senantiasa membuktikan dan mendukung kebenaran wahyu yang diajarkan oleh agama Islam.

Di dalam Al-Qur’an, manusia diperintahkan untuk menghayati dan memikirkan segala kejadian alam yang terjadi, baik yang makrokosmos maupun mikrokosmos. Bila kita menilik kedalam sejarah, pengamalan yang pernah dilakukan secara massif atas perintah inilah yang telah membawa Islam ke masa kejayaanya. Masa dimana banyak tokoh-tokoh pemikir Islam yang kemudian terlahir dan berdampak besar terhadap kemajuan zaman.

Menurut Bustanuddin Agus dalam buku “Integrasi Sains dan Agama: Tinjauan Filsafat Ilmu Kontemporer” bahwa pesatnya pengembangan ilmu dalam sejarah peradaban Islam baru dimulai pada abad ke-2 Hijriah ditandai dengan gerakan penerjemahan kitab-kitab ilmu pengetahuan Yunani, Persia, dan India ke bahasa Arab. Hal ini menjadi penanda yang sangat jelas bagaimana kecintaan dan kehausan agama Islam akan ilmu pengetahuan. Pembacaan antara ayat-ayat kauliyah dan kauniyah tidak pernah dipertentangkan. Keduanya diintegrasikan untuk menggali misteri dan rahasia yang telah ditetapkan oleh Tuhan atas alam semesta.

Pada puncak kejayaan Islam, banyak orang Eropa yang belajar di pusat-pusat studi Islam seperti Baghdad dan Cordoba. Pada saat yang sama, Eropa sedang mengalami masa kegelapan atau yang dikenal sebagai “dark ages” karena dominasi ajaran gereja yang tidak boleh dipertentangkan. Namun, kondisi inilah yang kemudian menyebabkan kebangkitan Eropa dari tidur panjangnya pada kemajuan ilmu pengetahuan.

Mereka menggaungkan “renaisans” dengan melawan otoritas gereja. Gerakan ini banyak dilabelkan sebagai gerakan sekularisasi ilmu pengetahuan dengan memisahkannya dari agama sebagai dampak dari kekuasaan gereja yang selama ini dianggap menghambat perkembangan dan kemajuannya.

Sayangnya, gaung ilmu pengetahuan yang sekuler inilah yang kemudian saat ini banyak menyerang bangunan pikiran umat Islam. Darwinisme, materialisme, westernisme, dan banyak teori-teori lainnya yang terlahir dari gaung sekuler tersebut telah menggrogoti akidah umat Islam. Hal itulah yang kini menjadi bahaya besar yang mengancam pola pikir dan cara pandang kaum muslimin dalam semua sektor kehidupan empiris dan spiritual.

Cara pandang ilmu pengetahuan yang sekuler tersebut akan mereduksi eksistensi Tuhan beserta dengan ke-Maha Kuasaan-Nya atas alam semesta. Lalu, cara pandang ini akan menempatkan manusia menjadi “superman”, manusia yang merasa diri berkuasa diatas segalanya, sebagai mahluk yang rakus dan kemudian merusak alam dengan serakah serta tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap manusia lainnya, alam sekitar bahkan pada Tuhan Yang Maha Esa.

Sekularisme Ilmu Pengetahuan dan Arus Gazhwul Al-Fikri

Sekularisme seringkali dihubungkan dengan prinsip yang tidak berdasarkan pada ajaran agama (laa diniyyah). Konsep ini mendorong kehidupan berdasarkan pengetahuan dan rasionalitas, serta mempertimbangkan kebaikan tanpa bergantung pada doktrin agama. Hal ini menyebabkan sekularisme menjadi salah satu ancaman terhadap akidah dan keimanan umat Islam.

Selain sekularisme, ada satu ancaman besar juga yang mengancam sendi-sendi kehidupan akidah dan pola pikir umat Islam dewasa ini. Ancaman tersebut ialah ghazw al-fikri. Secara etimologis, ghazw al-fikri berasal dari kata “ghazw” artinya perang, serangan dan invasi. Sedangkan “al-fikri” adalah pemikiran. Jadi gabungan kedua kata tersebut bermakna perang pemikiran. Sedangkan ghazw al-fikri secara terminologis bermakna penyerangan dengan berbagai cara terhadap umat Islam guna mengeluarkan mereka dari agamanya atau minimal menjauhkan mereka dari nilai-nilai ilahiyah.

Ghazw al-fikri adalah konsep yang muncul setelah kekalahan bangsa Eropa dalam perang salib melawan umat Islam berabad-abad yang lalu. Konsep ini mencerminkan upaya balas dendam Eropa terhadap umat Islam yang terus berlanjut. Mereka menyadari bahwa kekuatan militer saja tidak cukup untuk mengatasi umat Islam. Mereka percaya bahwa pemikiran dan ideologi adalah kunci untuk menaklukkannya. Seorang Sayyid Quthb menegaskan bahwa tujuan utama mereka tidak lain adalah untuk memalingkan umat Islam terhadap ajaran-ajaran agamanya terutama Al-Qur’an, kemudian mengikuti kesesatan, kemusyrikan, dan persepsi mereka yang buruk.

Ghazw al-fikri juga juga sering disebut dengan perang intelektual, perang otak, perang akidah dan lain sebagainya. Alat yang digunakan untuk menyerang bukan lagi dengan pistol, pedang, tombak, ataupun bom. Melainkan dengan pemikiran, gagasan, ide-ide, teori, agitasi, argumentasi, dan perdebatan intelektual. Namun daya ledak dan rusaknya lebih dahsyat daripada perang fisik. Karena ghazw al-fikri sasaran utamanya adalah hati dan pikiran manusia.

Dekonstruksi dan Rekonstruksi Gaya Berpikir Umat Islam

Salah satu penyebab munculnya sekularisme di Eropa adalah sikap gereja dan para pemuka-pemukanya yang memusuhi ilmu pengetahuan saat itu. Gereja dengan semangat doktrinnya yang tidak ilmiah, telah terbukti berulang kali menyatakan sesuatu yang sangat bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Rentetan panjang kekeliruan gereja ini membuat orang-orang berkesimpulan bahwa ilmu pengetahuan senantiasa benar sedangkan agama selalu keliru.

Para pengusung sekularisasi itu beranggapan bahwa kemajuan dan modernisasi tidak akan dapat diraih kecuali jika kita telah menanggalkan atribut-atribut agama yang merupakan belenggu dan beban berat untuk mencapai kemajuan. Dan realitanya, anggapan semacam ini telah banyak mewarnai pola pikir para cendekiawan Islam dan sangat mengancam akidah umat.

Namun syukurnya, kesadaran mengenai ancaman sekularisme dalam ilmu pengetahuan dan serangan ghazw al-fikri yang digencarkan oleh Barat saat ini mulai semakin meningkat di kalangan umat Islam. Karena itu, sudah sepatutnya untuk umat Islam melawan dan merekonstruksi pola berpikir yang sudah banyak terkontaminasi oleh ajaran barat yang sekuler dan tidak berdasar pada keimanan menjadi pola pikir dan cara pandang yang senantiasa berdasar pada akidah dan ajaran Islam. Sebab pembiaran akan hal tersebut tanpa ada usaha melawannya akan mengantarkan Islam kepada degradasi keimanan yang fatal.

Salah satu langkah awal yang harus diambil adalah melakukan pembentengan terhadap serangan ghazw al-fikri secara massif sejak dari jalan utamanya masuk, yakni sektor pendidikan. Doktrinasi bahwa Islam dan sains tidak saling bertentangan, bahkan sebaliknya yakni memiliki keselarasan harus diselenggarakan secara massif dengan didukung argumentasi yang kuat. Ada banyak ayat yang telah ditafsirkan oleh cendekiawan atau pengkaji al-Qur’an terkait dengan kesesuaiannya dengan sains.

Satu contoh yang telah diteliti untuk menguatkan argumentasi di atas adalah ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesesuaian dengan teori Heliosentris sebagaimana yang diterangkan oleh Slamet Hambali dalam jurnalnya “Astronomi Islam Dan Teori Heliocentris Nicolaus Copernicus”. Oleh karenanya, tidak ada dikotomi antara pengembangan sains dan agama yang pernah diajarkan oleh Islam.

Pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam adalah benteng utama umat Islam dalam melawan sekularisme dan ghazw al-fikri yang mengerikan. Pendidikan yang ideal dalam pandangan Islam adalah pendidikan yang memadukan iman dan ilmu pengetahuan, akhlak dan skill, kecerdasan dan ketakwaan. Inilah cikal bakal suatu bangsa yang kuat, maju dan beradab. Sebab pendidikan yang terpisah dari petunjuk agama, akan menyebabkan kekeringan rohani pada sebagian murid dan kebimbangan pada sebagian yang lainnya.

Oleh karena itu, menjadi keharusan bagi umat Islam untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan prinsip-prinsip Islam yang murni, yakni yang berdasar pada akidah Islam dan berorientasi pada kesucian, kebenaran serta kebaikan umat manusia dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, meneguhkan ilmu pengetahuan yang berdasarkan ajaran Islam menjadi esensial dan mutlak dilaksanakan dalam menghadapi derasnya arus ghazw al-fikri, guna menjaga keutuhan iman dan akidah umat Islam kini dan nanti.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo