Dalam Sepekan Rupiah Melemah, Semoga Kita Baik-baik Saja
JAKARTA - Rupiah sedang tidak baik-baik saja. Dalam sepekan terakhir, kondisinya terus melemah. Dalam perdagangan Kamis (19/12/2024), nilai tukar rupiah sempat menyentuh level Rp 16.313 per dolar AS. Semoga, ekonomi kita baik-baik saja.
Menyikapi hal ini, Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, Pemerintah akan terus memonitor pergerakan rupiah dengan memerhatikan angka di dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
"Kami monitor. Jadi, kita monitor saja,” ujar Airlangga, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Airlangga menerangkan, dalam APBN 2025, Pemerintah mematok rupiah di level Rp 16.100 per dolar AS. Sementara, dalam outlook APBN 2024, nilai tukar rupiah dipatok Rp 15.000 per dolar AS.
Dia menerangkan, pergerakan nilai tukar rupiah yang fluktuatif dalam beberapa waktu belakangan dipengaruhi kondisi ekonomi Amerika yang sedang bagus. Dia beranggapan, pelemahan nilai tukar rupiah ini merupakan hal yang normal seiring dolar AS yang tengah mengalami penguatan.
“Namanya, kurs naik-turun. Amerika memang sedang menguat,” ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indoensia (BI) Perry Warjiyo menyebut, pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi makin tingginya ketidakpastian global, terutama terkait dengan arah kebijakan AS setelah Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden. Meski begitu, Perry menyebut, secara umum nilai tukar rupiah tetap terkendali.
"Apabila dibandingkan dengan level akhir Desember 2023 tercatat depresiasi sebesar 4,16 persen," ujarnya, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan Desember 2024, di Gedung Thamrin, BI Rabu (18/12/2024).
Perry menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah lebih kecil dibandingkan dolar Taiwan, peso Filipina, dan won Korea. Dalam periode yang sama, masing-masing mata uang tersebut terdepresiasi sebesar 5,58 persen, 5,94 persen, dan 10,47 persen.
Oleh karena itu, Perry optimis, pelemahan nilai tukar rupiah akan lebih stabil dalam waktu dekat. Hal itu didukung komitmen BI menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.
Perry menegaskan, seluruh instrumen moneter akan terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter promarket. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI), untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk investasi portofolio asing dan mendukung penguatan nilai tukar rupiah.
”Instrumen moneter promarket terus dioptimalkan untuk mendukung penguatan stabilitas nilai tukar rupiah dan pencapaian sasaran inflasi,” pungkas Perry.
Dari Senayan, Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan, pelemahan yang terjadi pada rupiah saat ini murni soal teknikal di pasar. Bukan terkait penggeledahan yang dilakukan KPK di Gedung BI.
"Tidak ada hubungan penggeledahan BI oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melemahnya rupiah terhadap dolar AS yang saat ini sedang berjalan," kata Misbakhun, dalam keterangannya, Kamis (19/12/2024).
Politisi Partai Golkar ini menerangkan, pelemahan rupiah ini sebagai respons terhadap kebijakan ekonomi AS dan juga faktor Donald Trump yang baru memenangkan Pilpres. Saat ini, banyak investasi mengalir ke AS, yang membuat dolar menguat.
Dalam kondisi ini, Misbakhun meminta BI lebih konsentrasi mengambil langkah operasi moneter yang konstruktif. Dengan demikian, bisa membuat nilai tukar rupiah bisa kembali menguat.
Ekonom senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto mengamini, tekanan terhadap rupiah sudah terjadi sejak Trump terpilih sebagai Presiden AS. Ryan menyebutkan, sejak kampanye, Trump menyampaikan bakal memulihkan, dan memperkuat ekonomi AS dengan berbagai cara.
"Kalau ekonomi AS ini menguat atau membaik, itu pasti inflasinya naik. Maka hampir pasti The Fed akan menaikkan suku bunga, yang kemudian membuat dolar menguat," ungkap Ryan, kepada Redaksi, Kamis (19/12/2024).
Ryan menyampaikan, kondisi pelemahan nilai tukar saat ini tidak hanya terjadi kepada Indonesia. Beberapa bulan terakhir, pelemahan mata uang juga menimpa beberapa negara lain, terutama di Asia. "Untungnya kondisi ekonomi kita ini cenderung terisolasi," jelasnya.
Pelemahan rupiah ini, lanjutnya, bisa menyebabkan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi di 2025 menjadi sulit. Namun, dia meminta semua pihak tidak putus asa. "Sulit bukan berarti tidak bisa dilakukan," imbuhnya.
Ia kemudian menyarankan Pemerintah melakukan dua hal. Pertama, fokus pada penjualan barang jadi ke luar negeri. Dengan begitu, Indonesia akan mendapat banyak dolar. Hal ini bisa membuat rupiah kembali menguat.
Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia sekarang sangat bergantung pada konsumsi domestik. Di sinilah dibutuhkan peran Pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat. Caranya, menyiapkan stimulus fiskal untuk menjaga harga barang-barang di dalam negeri.
"Dari sisi kebijakan moneter, kita sudah on the track. Tinggal kebijakan fiskal yang perlu bersifat countercyclical policy (kebijakan menangkal siklus ekonomi)," pungkasnya.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 19 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 17 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu