TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Menkum: Koruptor Tidak Serta Merta Dapat Amnesti

Oleh: Farhan
Editor: Redaksi
Selasa, 24 Desember 2024 | 10:31 WIB
Menkum Supratman Andi Agtas. Foto : Ist
Menkum Supratman Andi Agtas. Foto : Ist

JAKARTA - Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menjelaskan pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan memaafkan koruptor jika mengembalikan hasil korupsinya. Supratman menegaskan, pelaku tindak pidana korupsi atau koruptor tidak serta merta mendapatkan amnesti atau grasi.

 

Ia menjelaskan meskipun Presiden memiliki hak untuk memberikan pengampunan ke­pada koruptor, namun tetap melalui proses pengawasan oleh Mahkamah Agung (MA) terkait grasi, serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam hal pem­berian amnesti.

“Kalau melakukan grasi wajib minta pertimbangan ke MA. Sedangkan untuk amnesti, itu ke DPR. Artinya, perlu ada yang mengawasi sehingga adanya per­timbangan dari kedua institusi,” kata Supratman, di kantor Ke­menterian Hukum (Kemenkum) Jakarta, Senin (23/12/2024).

 

Mantan Ketua Badan Legislasi DPR ini memastikan, Pemerintah akan mengupayakan hukuman yang maksimal bagi koruptor. “Pemberian pengampunan bu­kan dalam rangka membiarkan pelaku tindak pidana korupsi bisa terbebas. Sama sekali ti­dak,” tegasnya.

 

Di samping itu, Pemerintah juga menekankan aspek pemu­lihan aset dalam kasus tindak pidana korupsi.

Jika asset recovery-nya bisa baik, pengembalian kerugian negara itu bisa maksimal. “Presiden sama sekali tidak menganggap (pengampunan ko­ruptor) dilakukan serta merta,” tutur Supratman.

 

Ia mengungkapkan pem­berian pengampunan kepada koruptor maupun pelaku keja­hatan lainnya adalah hak kekua­saan yudikatif, namun Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) memberikan hak konstitusional kepada Presiden untuk memiliki kekuasaan yudisial tersebut.

 

Sebelum perubahan UUD 1945, kewenangan yudisial yang melekat kepada Presiden sebagai kepala negara itu bersifat absolut.

Kemudian pasca amandemen UUD 1945, kekuasaan Presiden tidak absolut. Presiden perlu meminta pertimbangan kepada MA dan DPR.

 

“Karena itu supaya kepu­tusan yang diambil, apa itu grasi, amnesti, atau abolisi, ada aspek pengawasannya. Tidak serta-merta Presiden mengeluarkan tanpa pertimbangan kedua institusi tersebut,” tegasnya lagi.

Selain Presiden, kewenangan memberikan pengampunan ke­pada koruptor dan pelaku keja­hatan lainnya juga diberikan ke­pada Kejaksaan Agung melalui denda damai.

Sehingga, baik Presiden mau­pun Kejaksaan Agung, diberi­kan ruang untuk memberikan pengampunan.

 

Supratman pun menyebutkan, proses pemberian pengampu­nan kepada koruptor masih menunggu arahan lebih lanjut dari Presiden Prabowo.

 

“Teman-teman nanti bisa menunggu langkah konkret se­lanjutnya, setelah diberi arahan kepada kami oleh Bapak Presiden,” tutupnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto meyakini, pengampunan yang dimaksud Prabowo tidak akan diberlaku­kan untuk semua perkara.

 

“Mungkin hanya untuk perlakuan perkara tertentu. Misalkan untuk yang kalau memenuhi hajat orang banyak saya yakin mungkin tidak,” ujar Setyo kepada wartawan, Jumat (20/12/2024).

 

Dia menilai, Prabowo adalah sosok yang tegas dalam pem­berantasan korupsi di Indone­sia. Hal itu mulai ditunjukkan Prabowo sejak pelantikan dan sumpah jabatan di Senayan.

 

Di beberapa event, katanya, Prabowo selalu menyampaikan tentang pemberantasan korupsi, tentang masalah pengetatan.

Juga jangan melakukan pemborosan dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya seremo­nial.

Setyo juga menekankan bahwa pernyataan Prabowo terkait pengampunan koruptor tersebut masih bersifat umum.

“Lonteksnya ini nanti mungkin akan didetailkan oleh para pem­bantu beliau, seperti apa, karena kan kelanjutannya ada penjelasan beliau, nanti mekanismenya akan diatur,” imbuh dia.

 

“Mekanisme yang diatur itu seperti apa saya yakin nanti akan lebih detail,” pungkasnya.

Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar mengatakan, Prabowo Subianto sebagai presiden memiliki hak istimewa, salah satunya mengampuni pelaku tindak pidana melalui grasi.

“Presiden sebagai Kepala Negara memiliki hak istimewa berdasarkan konstitusi,” kata Harli dalam keterangan pers, Minggu (22/12/2024).

 

Dia menyatakan, pernyataan Prabowo Subianto harus dimaknai secara holistik atau menyeluruh dan tidak bisa diartikan secara sepotong-potong.

 

Sebab, pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto memiliki komitmen kuat dalam upaya pemberan­tasan korupsi.

“Baik melalui pencegahan maupun penindakan, ter­bukti dari Asta Cita Presiden Prabowo-Gibran,” kata dia.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit