Perang Tarif Impor AS Dan China, Apa Dampaknya Ke Indonesia?

JAKARTA - Perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China makin sengit. Kedua negara adidaya itu saling gigit tanpa ada yang mau mengalah. Ketegangan yang terus meningkat ini memicu kekhawatiran perang dagang secara global. Lantas, apa dampaknya terhadap perekonomian Indonesia?
Seperti sudah diduga, China tak mau tunduk pada kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. Negeri Tirai Bambu itu justru membalas setiap langkah Trump. Begitu tarif 34 persen diumumkan, Beijing langsung membalas dengan nilai yang sama.
Trump yang naik pitam mengultimatum China agar mencabut tarif tersebut. Namun, hingga tenggat yang diberikan Selasa (8/4/2025), China tak mencabut tarif balasan itu.
Gedung Putih akhirnya menaikkan bea masuk impor tambahan untuk produk China hingga 50 persen. Artinya total bea masuk atas produk China ke AS mencapai 104 persen. Angka ini gabungan dari tarif 20 persen yang sudah berlaku sejak Maret, ditambah 34 persen pekan lalu, dan tarif terbaru 50 persen.
Namun, China tak gentar. Hanya berselang sehari, Xi Jinping balik menetapkan tarif balasan tambahan sebesar 50 persen untuk produk impor dari AS. Total tarifnya menjadi 84 persen dan mulai berlaku hari ini, Kamis (10/4/2025).
Dari awal, China memang sudah bersumpah tak akan mundur menghadapi tarif Trump. Kementerian Perdagangan China mengingatkan, tekanan dan ancaman bukan cara tepat untuk menghadapi China.
“China akan berjuang sampai akhir jika AS bersikeras terus berada di jalur yang salah,” ujar Kementerian Perdagangan China, dikutip Xinhua Net, Rabu (9/4/2025).
Kementerian Keuangan China menambahkan, langkah AS menaikkan tarif kepada China sebagai kesalahan yang fatal, yang secara serius melanggar hak dan kepentingan sah China. “Tindakan tersebut menambah penghinaan atas luka yang sudah ada,” demikian pernyataan Kemenkeu China, dikutip dari Politico, Rabu (9/4/2025).
Ketegangan yang terus memanas antara AS dan China memicu kekhawatiran akan pecahnya perang dagang berskala global. Ketidakpastian soal tarif membuat pasar saham dunia bergejolak.
Jika kedua negara ngotot dan tak mau mencari solusi menang-menang, ekonomi global bisa terguncang. Negara berkembang seperti Indonesia pun berpotensi ikut terdampak.
Bukan hanya China yang menjadi korban hantaman tarif tinggi AS. Indonesia juga mendapat tarif resiprokal sebesar 32 persen oleh Trump.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, situasi ini harus dihadapi secara pragmatis dan cepat. Agar Indonesia bisa segera mengambil langkah terbaik demi meminimalisir dampaknya terhadap perekonomian nasional.
Sri Mul-sapaan Sri Mulyani mengatakan, China yang awalnya diperkirakan akan menahan diri, justru membalas dengan retaliasi yang sama keras. “Ini jelas memicu eskalasi, dan berdampak langsung pada gejolak di pasar uang dalam dua hari terakhir,” kata Sri Mul.
Sri Mul menambahkan, Prabowo sudah memerintahkan para menterinya untuk segera merespons perkembangan perang tarif ini. Menurutnya, kebijakan yang diperlukan harus diambil sekarang juga, tanpa menunda.
Sementara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, tarif tinggi membuka ruang bagi Indonesia untuk menarik perusahaan multinasional agar memindahkan basis produksinya ke Tanah Air. Salah satu perusahaan yang sudah menunjukkan ketertarikan adalah Nike.
Tanggapan Pengusaha
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Alas Kaki Nusantara (Hipan) David Chalik menilai, aksi saling gigit AS dan China akan berdampak ke Indonesia. Kedua negara akan mencari alternatif pasar, dan Indonesia memiliki pasar yang cukup besar.
Kata David, barang-barang asal China yang semula bisa mengakses pasar AS, terhambat dan harus mencari pasar lain. Apalagi, Negeri Panda mengalami over produksi di dalam negeri.
“Yang perlu kita perhatikan itu dampak dari perang dagang antara dua negara besar, China dan Amerika. Kemungkinan besar barang ini akan masuk ke pasar di negara berpenduduk besar, di antaranya Indonesia,” ungkap David.
Jika kekhawatiran ini menjadi kenyataan, produk-produk UMKM, khususnya alas kaki dan konveksi atau tekstil yang hanya berorientasi pasar dalam negeri, akan keok karena banjirnya produk impor.
“Pasar dalam negeri kita akan dibanjiri barang-barang impor. Sedangkan barang kita untuk keluar (ekspor), nggak mudah,” sesal David.
Senada dikatakan Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto. Ia menilai, perang tarif antara AS dengan China bisa membuat pasar domestik kebanjiran produk asal Negeri Tirai Bambu.
Edy khawatir impor keramik asal China meningkat signifikan. Hal itu lantaran terjadinya peralihan pasar yang awalnya akan diekspor ke AS, justru ke Indonesia karena tarif yang tinggi. Terlebih, impor keramik terbesar ke AS merupakan dari China dan India.
Lalu apa kata pengamat? Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengingatkan, perang dagang antara AS dan China tak hanya membuat pasar global bergejolak, tapi juga menyalakan alarm bagi perekonomian Indonesia. Indonesia bisa terkena pukulan dari dua sisi sekaligus.
“Ekspor kita ke Amerika sudah pasti terganggu. Tapi yang lebih besar lagi justru ekspor ke China. Jadi kalau ekonomi China melambat, kita juga ikut kena imbasnya dari dua arah,” ujarnya.
Menurut Tauhid, dampak paling nyata dari ketegangan dua raksasa ekonomi dunia itu adalah jatuhnya harga komoditas global. Padahal, harga komoditas seperti minyak, sawit (CPO), dan nikel menjadi penopang utama penerimaan negara.
“Kalau situasi ini berlarut, bisa berdampak serius ke anggaran,” jelasnya.
Tauhid menyebut kondisi ini sebagai dorongan besar bagi pemerintah untuk mewaspadai gejolak eksternal dan mencari pasar baru agar tak terlalu bergantung pada dua negara adidaya itu.
Tak hanya perekonomian makro, dampak perang tarif antara Amerika dan China juga diprediksi akan langsung menghantam pasar modal Indonesia. Tauhid memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi kembali melemah pada Kamis (10/4/2025).
“Kalau ekonomi global melambat, bursa pasti ikut tertekan. Saya prediksi bisa turun lagi ke bawah 6.000. Situasinya berat untuk semua perusahaan,” ujar Tauhid.
Tak berhenti di situ, sektor pariwisata juga disebut akan terkena imbas. Ketidakpastian ekonomi akibat perang dagang dinilai akan memengaruhi harga tiket dan minat bepergian masyarakat. “Industri jasa, terutama pariwisata, pasti ikut terganggu,” pungkasnya.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 13 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu